Laporkan Masalah

TETESAN: SIMBOLISME PADA TUBUH PEREMPUAN (STUDI KASUS DI DESA TEGALYOSO, KECAMATAN KLATEN SELATAN, KABUPATEN KLATEN, JAWA TENGAH)

LAILA DESIANA, Dr. Atik Triratnawati, M.A.

2020 | Skripsi | S1 ANTROPOLOGI BUDAYA

Tetesan adalah tradisi yang masih muncul saat ini di masyarakat Desa Tegalyoso. Tetesan merupakan tradisi sunat pada anak perempuan yang dilakukan secara simbolis. Dalam proses melakukan sunatnya, perlakuan pada tubuh perempuan tidak menyakitkan sama sekali dan tidak melukai. Hal itu dikarenakan prosesnya menggunakan kunyit sebagai medianya. Maka dari itu bukan hal yang baru lagi jika tetesan dikenal sebagai tradisi yang sudah lama dilakukan oleh masyarakat. Meskipun didalam ayat Al-Quran tidak ada yang menjelaskan perintah perempuan untuk disunat. Namun, berbagai tafsir yang sudah melekat di masyarakat Muslim NU Desa Tegalyoso masih memperlihatkan praktiknya dilakukan. Padahal praktik ini sudah mulai banyak ditinggalkan oleh sebagian masyarakat karena ketidakjelasan dasarnya. Penelitian ini dibuat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa tetesan masih dilakukan masyarakat Desa Tegalyoso sekarang ini. Serta apa makna yang ada dalam tetesan sehingga praktiknya masih berlangsung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara mendalam. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober hingga November 2019. Wawancara dilakukan kepada 5 informan yang menyunatkan anak perempuan antara tahun 2015-2019. Serta wawancara dilakukan kepada 2 informan dukun bayi. Selain itu untuk melengkapi tulisan ini, studi literatur dari berbagai sumber juga dilakukan dan menganalisis dengan mendeskripsikan fenomena tetesan dengan sudut pandang masyarakat sendiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Desa Tegalyoso masih melakukan tetesan pada anak perempuannya. Persepsi positif terhadap tetesan terkadang memunculkan perilaku masyarakat yang masih terus menerus menjaga tradisi ini. Proses yang dilakukan dalam praktik ini juga tidak membahayakan karena dilakukan secara simbolis dan menggunakan media kunyit. Di Desa Tegalyoso sendiri masyarakat masih melaksanakannya sebagai tuntunan dari agama dan tradisi. Masih hadirnya dukun bayi juga mengakibatkan praktik ini masih dilestarikan. Kepercayaan akan hal-hal yang ada didalam praktik tetesan ini masih ada meskipun pada masa kini sudah banyak masyarakat mulai meninggalkan. Pendidikan yang kurang tinggi, adanya peran keluarga, masyarakat komunal, dan latarbelakang masyarakat yang berpaham NU terbukti menjadi pengaruh masih dilakukannya tetesan di Desa Tegalyoso. Selain itu, pengaruh persepsi akan makna yang ada didalam tetesan tersebut menjadikan masyarakat masih menyimbolkan tubuh perempuan melalui tradisi ini.

Tetesan is a tradition that still appears today in the community of Tegalyoso Village. Tetesan is a tradition of circumcision of girls which is done symbolically. In the process of circumcision, the treatment of a women's body is not painful at all and does not hurt. That's because the process of using turmeric as a medium. Therefore it is not new anymore if the tetesan are known as a tradition that has long been carried out by the community. Although in the verses of the A-Quran there is nothing that explains the order of women to be circumcised. However, various interpretations that have been inherent in the Muslim community of NU Tegalyoso Village still show the practice is carried out. Though this practice has begun to be abandoned by some people because of its basic obscurity. This research was made to answer the questions why the tetesan are still carried out by the people of Tegalyoso Village today. As well as what is the meaning in the tetesan so that the practice is still ongoing. The method used in this research is observation and in-depth interviews. The study was conducted in October to November 2019. Interviews were conducted with 5 informants who circumcised girls between 2015-2019. And interviews were conducted with 2 shaman baby informants. In addition to completing this paper, literature studies from various sources will also be carried out and will analyze by describing the phenomenon of tetesan from the point of view of the people themselves. The results showed that the community of Tegalyoso Village still doing tetesan to his daughters. It's not a new phenomenon anymore if the tetesan still emerge and are carried out by the people of Tegalyoso Village. Positive perceptions of tetesan sometimes lead to community behavior that still continues to maintain this tradition. The process carried out in this practice is not dangerous because it is done symbolically and uses turmeric. In Tegalyoso village, the people still carry it out as a guide from religion or others. The presence of shaman baby also results in this practice being preserved. Belief in things that are in the practice of this tetesan still exists even though at this time many people have begun to leave. Less high education, the role of family, communal community, and community background who understand NU proved to be the influence of the still doing tetesan in Tegalyoso Village. In addition, the influence of the perception of the meaning that is in the tetesan makes the community still symbolize the female body through this tradition.

Kata Kunci : tetesan, kepercayaan, dukun bayi, doa, dan simbol

  1. S1-2020-395576-abstract.pdf  
  2. S1-2020-395576-bibliography.pdf  
  3. S1-2020-395576-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2020-395576-title.pdf