Laporkan Masalah

PERBANDINGAN EFEK PENGGUNAAN JANGKA PANJANG BIODIESEL B20 DAN B100 TERHADAP UNJUK KERJA, EMISI GAS BUANG, DAN KEAUSAN MESIN DIESEL

Thevin Yoga Raditya, Dr. Jayan Sentanuhady, S.T., M.Eng.

2020 | Skripsi | S1 TEKNIK MESIN

Biodiesel yang dihasilkan dari transesterifikasi minyak kelapa sawit dapat digunakan sebagai alternatif bahan bakar pada mesin diesel untuk menggantikan solar yang berasal dari minyak bumi di mana konsumsi bahan bakar terus meningkat setiap tahunnya akibat pertumbuhan ekonomi, namun produksi minyak bumi menurun seiring berjalannya waktu sehingga menyebabkan Indonesia menjadi net importer minyak bumi. Di sisi lain, Indonesia adalah produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia sehingga salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah menerapkan biodiesel sebagai bahan bakar mesin diesel. Meskipun secara teoritis biodiesel dapat digunakan sebagai bahan bakar, namun penggunaan biodiesel dalam jangka panjang akan menimbulkan efek pada mesin akibat sifat fisik dan kimia biodiesel yang berbeda dengan solar. Oleh sebab itu, penulis melakukan penelitian mengenai dampak penggunaan biodiesel B100 terhadap unjuk kerja, emisi gas buang, dan keausan pada mesin diesel dalam jangka panjang. Dalam penelitian ini, digunakan dua unit mesin diesel di mana masing-masing mesin dihubungkan dengan generator listrik dengan total pembebanan sebesar 4000 W. Pengujian dilakukan selama 250 jam di mana putaran mesin dijaga konstan pada 2200 rpm. Bahan bakar yang digunakan adalah B20 dan B100 yang terbuat dari minyak kelapa sawit. Parameter yang diamati antara lain unjuk kerja meliputi daya, torsi, spesific fuel consumtion (SFC), dan efisiensi termal, emisi gas buang meliputi gas CO, HC, opasitas asap, dan CO2, serta keausan pada berbagai komponen seperti piston, ring piston, intake valve, dan exhaust valve. Pengambilan data unjuk kerja dilakukan setiap 4 jam operasi dan pengambilan data emisi gas buang dilakukan setiap 50 jam operasi tanpa mematikan mesin. Pengambilan data keausan komponen mesin dilakukan secara sampling setiap 100 jam operasi dengan mematikan mesin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa B100 menghasilkan daya, torsi, dan efisiensi termal yang sedikit lebih rendah dari B20, namun B100 menghasilkan SFC yang lebih tinggi dari B20 sebesar 13,96%. Dari analisis price to power, diperoleh harga jual maksimum B100 sebesar Rp9.126 di mana harga tersebut lebih rendah 10,5% dari B20. B100 menghasilkan emisi CO, HC, dan CO2 yang lebih rendah dari B20 baik saat kondisi idle (1000 rpm) tanpa pembebanan maupun saat kondisi 2200 rpm dengan pembebanan penuh. Opasitas asap yang dihasilkan B100 juga lebih rendah dari B20. Keausan yang terjadi pada komponen mesin berbahan bakar B100 lebih rendah dibandingkan dengan B20 di mana pengurangan keausan terbesar mencapai 28,64% pada compression ring bagian atas dan pengurangan keausan terkecil terdapat pada compression ring bagian bawah sebesar 4,62%.

Biodiesel made from transesterification of crude palm oil can be used as an alternative diesel fuel to replace mineral diesel that derived from crude oil where fuel consumption increases every year due to economic growth, but crude oil production decrease over time which lead to Indonesia became a net importer of crude oil. On the other side, Indonesia is the world's largest producer of crude palm oil, so one way to overcome the issue is by using biodiesel on diesel engine. Although biodiesel can be used as fuel for diesel engine theoritically, it will cause impact on the engine in the long run due to difference in physical and chemical properties between biodiesel and mineral diesel. Hence, this study investigates the effect of biodiesel B100 usage on performance, emissions, and wear of diesel engine in the long run. In this study, two diesel engine were used in which each engine is connected to electric generator with total load of 4000 W. This test is carried out for 250 hours where the engine speed is kept constant at 2200 rpm. The fuel used in this test are B20 and B100 which are made from palm oil. The parameters observed in this test are performance (power, torque, specific fuel consumption (SFC), and thermal efficiency), emission (CO, HC, smoke opacity, and CO2), as well as wear from various component including piston, piston ring, intake valve, and exhaust valve. Performance data is taken every 4 operating hours and emission data is taken every 50 operating hours without shutting off the engine. Wear measurement on engine components is taken by sampling every 100 operating hours by shutting off the engine. The test results revealed that B100 produces slightly less power, torque, and thermal efficiency than B20, but B100 produces higher SFC than B20 by 13,96%. Based on the price to power analysis, the maximum selling price of B100 is Rp9.126, which is 10,5% lower than B20. B100 produces lower CO, HC, and CO2 emissions both at idle (1000 rpm) without load and at 2200 rpm with full load. Smoke opacity generated by B100 fueled engine is lower than B20 fueled engine. The wear that occurs in the B100 fueled engine component were lower than B20 fueled engine where the largest wear reduction reaches 28,64% in the upper compression ring and the smallest wear reduction at 4,62% which is found in the bottom compression ring.

Kata Kunci : biodiesel, minyak kelapa sawit, B20, B100, unjuk kerja, emisi, keausan, mesin diesel

  1. S1-2020-379077-abstract.pdf  
  2. S1-2020-379077-bibliography.pdf  
  3. S1-2020-379077-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2020-379077-title.pdf