Karakteristik Sarang Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii) pada Areal Bekas Terbakar di Taman Nasional Sebangau
Farah Dini Rachmawati, Dr.rer.silv. M. Ali Imron, S.Hut., M.Sc.
2019 | Skripsi | S1 KEHUTANANKebakaran hutan merupakan gangguan yang sering terjadi pada habitat orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii) di hutan rawa gambut seperti Taman Nasional Sebangau. Gangguan tersebut telah menurunkan ketersediaan pohon yang dibutuhkan oleh orangutan kalimantan untuk tempat bersarang. Kecenderungan orangutan kalimantan untuk berperilaku philopatry membuat beberapa individu tetap bertahan di habitatnya yang terganggu atau hanya berpindah sebatas area tetangganya. Respon orangutan kalimantan terhadap kebakaran hutan dapat ditinjau melalui karakteristik sarangnya di areal bekas terbakar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakteristik sarang orangutan kalimantan pada areal bekas terbakar dan areal tidak terbakar. Identifikasi area bekas terbakar ditentukan secara manual dengan menggunakan MODIS hotspot, foto citra Landsat 7 dan 8. Enam transek yang berukuran masing-masing 1 km diletakkan pada areal bekas terbakar dan areal tidak terbakar untuk mengambil data sarang dan pohon sarang. Analisis perbandingan dilakukan dengan membuat grafik batang dan uji Mann Whitney U Test. Uji Spearman Rank dan diagram pencar juga digunakan dalam penelitian ini untuk analisis korelasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sarang posisi 4 (sarang dibangun pada beberapa pohon yang berbeda) dengan ketinggian tidak lebih dari 16,90 m cenderung banyak ditemukan pada areal bekas terbakar dan areal tidak terbakar. Orangutan kalimantan di areal tidak terbakar lebih banyak menggunakan pohon sarang dengan tinggi dan diameter lebih besar dibandingkan pada areal bekas terbakar. Jenis pohon sarang yang paling banyak digunakan di areal bekas terbakar adalah Shorea ovalis dan terdapat dua jenis pohon sarang yang hanya dipakai di areal bekas terbakar, yaitu Diospyros siamang dan Dactylocladus stenostachys. Hasil penelitian ini mengindikasikan orangutan kalimantan mampu beradaptasi dengan perubahan habitatnya setelah terjadi kebakaran.
Forest fires had played important roles as disturbance for Bornean orangutans (Pongo pygmaeus wurmbii) habitat in peat swamp forests such as Sebangau National Park. The disturbance had affected the number of trees which orangutan use for nesting. Since Bornean orangutan tends to be philopatry, some individuals survived in their disturbed habitat or flee to the neighboring areas. The response of Bornean orangutan on forest fire can be assessed through their nest characteristics in the burnt area. This study aims to examine the difference of nesting characteristics of Bornean orangutan in the burnt area and unburnt area. The burnt area was identified using MODIS hotspot, Landsat 7 and 8 images. Six transects of 1 km each were laid in the burnt area and unburnt area to obtain the nest and nest trees data. Data comparison analysis was performed using the clustered bar and Mann Whitney U Test. Spearman Rank Test and scatter diagram were also used in this study for correlation analysis. The result of this study showed that nest position type 4 (a nest is built on several different trees) with a maximum height of 16,90 m was the most common in both burnt and un-burnt areas. Bornean orangutans used higher trees and have a bigger diameter for nesting in the unburnt area than in the burnt area. The Bornean orangutans in the burnt area mostly used Shorea ovalis as their nest tree and two other tree species i.e. Diospyros siamang and Dactylocladus stenostachys which only were used in the burnt area and were not in the un-burnt area. This study indicates that Bornean orangutans can adapt to the changes in their habitat after a forest fire.
Kata Kunci : orangutan kalimantan, areal bekas terbakar, sarang, pohon sarang, hutan rawa gambut/ Bornean orangutan, burnt area, nest, nest tree, peat swamp forest