LANTANG BERWACANA KEDAULATAN PANGAN, GAGAP MERESPON TEKANAN PASAR GLOBAL Studi Kasus Kedaulatan Pangan Era Soeharto (1968-1998) dan Joko Widodo (2014-2019)
RUTH TARULLYNA S, Prof. Drs. Purwo Santoso, M.A., Ph. D.,
2019 | Skripsi | S1 POLITIK DAN PEMERINTAHANPewacanaan swa-sembada beras merupakan tumor dalam upaya pembangunan negara sejak masa pemerintahan terpusat Orde Baru. Penulis melihat gejala ini pada kontradiksi pengelolaan pangan pada: kedaulatan versus ketahanan. Kontradiksi ini telah membuat negara tidak mencapai hasil optimal, sehingga selalu ada keperluan untuk impor. Oleh karenanya, penulis berpendapat bahwa terdapat urgensi untuk menyembuhkan penyakit negara, dalam pengelolaan pangan yang ke dalam dan ke luar. Penulis berusaha menjajaki jalan antara atas kondisi bobroknya swasembada beras dengan teori pembangunan negara (developmental-state) dari Asia Timur. Penulis memfokuskan telaah teori ini pada teknokratisme negara, atau yang disebut oleh Peter Evans dengan otonomi negara yang melekat (embedded autonomy). Penulis memilih fokus ini, karena teknokratisme negara berperan sangat penting dalam membangun strategi untuk mengintegrasikan pemikiran ke dalam dan ke luar. Fokus kajian teknokratisme dalam teori pembangunan negara dengan mempertimbangkan masalah yang penulis kemukakan, dilakukan dengan menapaki rute untuk mencapai kedaulatan pasar. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah studi kasus yang membantu menjelaskan kompleksitas dari fenomena yang terjadi. Dari telaah ini, penulis mengajukan satu pertanyaan penelitian yaitu: Bagaimana Indonesia menghadapi mekanisme pasar dalam mewujudkan kedaulatan pangan? Metode studi kasus membuat penulis mampu menguak bahwa pengelolaan pangan dalam pewacanaan swasembada beras sebenar-benarnya adalah wujud kegagalan negara (failed-state). Teknokratisme negara era Orde Baru telah gagal dalam membangun strategi yang presisi untuk menguasai pasar. Sehingga membuat negara terjebak pada pengelolaan pangan melalui industri substitusi impor dengan swasembada beras. Mengingat Indonesia merupakan negara net-importir beras terbesar di kawasan ASEAN. Baru setelahnya, penulis akan menyuguhkan jalan antara dari teori pembangunan negara untuk bisa berdaulat ke-dalam dan berketahanan ke-luar dengan membangun strategi yang melampui negara dan pasar.
Rice self-sufficiency is a tumor in the country's development efforts since the New Order's centralized government. The author sees this phenomenon in the contradictions of food management in: sovereignty versus resilience. This contradiction has made the country not achieve optimal results, so there is always a need for imports. Therefore, the authors argue that there is an urgency to cure state diseases, in managing food inward and outward (looking). The author tries to explore the path between the dilapidated conditions of self-sufficiency in rice with the theory of state development (developmental-state) from East Asia. The author focuses on studying this theory on state technocraticism, or what Peter Evans calls embedded state autonomy. The author chose this focus, because state technocraticism plays a very important role in developing strategies for integrating thinking inward and outward.
Kata Kunci : Developmental state, pangan, kedaulatan, ketahanan