ANALISIS FAKTOR RISIKO YANG BERKONTRIBUSI TERHADAP KEJADIAN CONGENITAL RUBELLA SYNDROME SECARA SPASIO - TEMPORAL DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

EFI SRIWAHYUNI, Prof. Dr. dr. Elisabeth Siti Herini, SpA (K)

2019 | Tesis | MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Latar Belakang. Infeksi rubella pada awal kehamilan dapat berakibat fatal karena dapat menyebabkan cacat lahir yang serius yang dikenal sebagai congenital rubella syndrome (CRS). Wanita yang terinfeksi rubella pada trimester pertama kehamilan bayi yang dilahirkan sekitar 90% mengalami CRS. Insidensi kasus CRS di Yogyakarta periode Juli 2008 - Juni 2013 cukup tinggi yaitu 0,05 per 1000 kelahiran hidup kasus CRS confirmed dan 0,25 per 1000 kelahiran hidup untuk kasus CRS klinis. Pengelompokan kasus rubella di Provinsi DI Yogyakarta menunjukkan sebagaian besar wilayah Kabupaten/ Kota menunjukkan tidak adanya kekebalan kelompok. Penelitian ini ingin mengetahui lebih lanjut bagaimanakah pola sebaran kasus CRS jika dikaitkan dengan pola sebaran kasus rubella. Metode. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan spasial temporal. Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Dr. Sardjito, Dinas Kesehatan Provinsi DI Yogyakarta dan Kabupaten/ Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada Januari - April 2019. Pengumpulan data melalui eksplorasi data surveilans sentinel CRS di RSUP Dr Sardjito, data case based measles surveillance (CBMS) di Dinas Kesehatan Provinsi/ Kabupaten/ Kota di DI Yogyakarta serta pengambilan titik koordinat pada setiap kasus CRS dan rubella. Analisis average nearest neighbor untuk melihat pola sebaran kasus kemudian dilanjutkan analisis space-time permutation untuk melihat kluster kasus yang terjadi. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran kasus rubella dan CRS serta faktor risiko kejadian CRS. Hasil. Jumlah kasus rubella periode 2016 - 2018 tertinggi pada tahun 2017 (IR: 22,3 per 100.000 penduduk), sedangkan pada tahun 2018 jumlah kasus menurun drastis di semua kabupaten/ kota di DIY. Insiden kasus rubella tertinggi pada perempuan, sedangkan berdasarkan kelompok umur insiden tertinggi pada anak-anak usia 5 - 14 tahun. Kabupaten Gunungkidul menduduki peringkat pertama dengan jumlah kasus tertinggi sepanjang 2016 - 2018 (IR: 37,77 kasus per 100.000 penduduk). Pada periode 2016 - 2018 ditemukan sebanyak 12 kasus CRS pasti (IR 0,05 per 1000 kelahiran hidup). Manifestasi klinis CRS pasti meliputi penyakit jantung bawaan (75%), gangguan pendengaran (75%), microcephaly (66,7%) dan katarak kongenital (50%). Distribusi kasus CRS pasti paling banyak terjadi pada laki-laki, berdasarkan tempat paling banyak terjadi di Kabupaten Bantul. Gambaran faktor risiko CRS meliputi munculnya gejala klinis berupa demam (66,7%), batuk (66,7%) dan ruam (58,3%) pada saat kehamilan. Sebanyak 50% kasus menunjukkan onset demam dan ruam pada usia kehamilan trimester pertama sedangkan 41,7% tidak menunjukkan onset demam dan ruam. Semua ibu tidak memiliki riwayat imunisasi rubella. Munculnya CRS di Yogyakarta terdeteksi antara 6 - 8 bulan setelah terjadinya kenaikan dan puncak kasus rubella. Analisis spasial temporal menunjukkan kasus rubella memiliki pola sebaran mengelompok/ kluster sedangkan kasus CRS memiliki pola yang menyebar. Pada kluster rubella ditemukan adanya kasus CRS, dan disetiap 2,5 km dari kasus CRS ditemukan adanya kasus rubella. Kesimpulan. Kasus rubella berkaitan secara spasial temporal terhadap kejadian CRS di Yogyakarta. Diperlukan penguatan sistem surveilans CRS serta penelitian lebih lanjut terkait kemungkinan kasus CRS yang under reported.

Background. Rubella infection during early pregnancy may cause fatal consequences such as congenital rubella syndrome (CRS). The incidence of CRS cases in Yogyakarta in July 2008 - June 2013 period was quite high at 0.05 per 1000 live births for confirmed CRS cases and 0.25 per 1000 live births for clinical CRS cases. This study aimed to discover the spatiotemporal pattern of rubella and CRS cases and to identify whether the proximity of rubella cases were associated with the occurrence of CRS cases. Methods. This study was observational research with a spatiotemporal approach. We obtained rubella and CRS surveillance data from Dr. Sardjito General Hospital, Yogyakarta Provincial Health Office and the five Districts Health Offices in Yogyakarta during January-April 2019. Home address rubella and CRS from the period of 2016-2018 were visited and geocoded using GPS. Few numbers of unknown cases were estimated using Google Maps. Average nearest neighbour and space-time permutation analysis was performed to discover the spatiotemporal pattern and clusters of rubella and CRS cases. Characteristics of risk factors, rubella cases and CRS were analysed descriptively. Results. The peak of rubella cases was occurred in 2017 (IR: 22.3 per 100.000 population). In 2018 the number of cases had dropped significantly in all districts in DIY. Woman and children aged 5-14 years had higher incidence. Gunungkidul District had the highest number of cases in 2017 (IR: 37.77 cases per 100,000 population). Twelve confirmed cases of CRS were found in 2016-2018 period (IR 0.05 per 1000 live births). Clinical manifestations of CRS were congenital heart disease (75%), hearing impairment (75%), microcephaly (67%) and congenital cataracts (50%). The CRS cases were mostly male and located in Bantul District. Risk factors of CRS were the appearance of clinical symptoms such as fever (66.7%), cough (66.7%) and rash (58.3%) during pregnancy. About half of the cases reported fever and rash in the first trimester of pregnancy. All mothers did not have history of rubella immunization. The emergence of CRS in Yogyakarta was detected 6-8 months after the increase and peak of the rubella cases. Spatiotemporal analysis shows that rubella cases are mostly clustered, while CRS were distributed dispersedly. Rubella cases were found within a buffer zone of 2.5 km from any CRS case. Conclusions. Rubella cases were associated spatiotemporally with the occurrence of CRS in Yogyakarta. We recommend strengthening the surveillance system of CRS and rubella cases. Further study is needed to investigate the under reported of CRS cases especially after the implementation of MR campaign.

Kata Kunci : congenital rubella syndrome, rubella, spatial-temporal analysis