Prarancangan Pabrik Selulosa Asetat dari Cotton dan Selulosa Asetat Kapasitas 30000 Ton/Tahun

Ammar Bimantara Muhammad, Ir. Hary Sulistyo., S.U., Ph.D.

2019 | Skripsi | S1 TEKNIK KIMIA

Kementrian Perindustrian menjadikan Industri tekstil sebagai sektor prioritas dengan target 5% kontribusi terhadap kebutuhan global. Namun hal ini tidak diimbangi dengan produksi selulosa asetat sebagai bahan baku utama dalam industri tekstil. Indonesia sejauh ini masih mengandalkan pasokan impor selulosa asetat dari beberapa negara seperti Singapura, Amerika, dan Jepang. Hal ini tentu tidaklah menguntungkan bagi Indonesia. Pertumbuhan permintaan pasar selulosa asetat dalam negeri sendiri rata-rata mengalami pertumbuhan 3% tiap tahunnya. Selulosa asetat dibuat dengan mereaksikan selulosa menggunakan katalis asam sulfat dengan asetat anhidrid menggunakan solvent asam asetat, saat terjadi reaksi eksotermis suhu dijaga pada 45 derajat celcius untuk meminimalisasi degradasi selulosa, setelah reaksi kemudian ditambahkan asam asetat 70 % untuk menghilangkan asetat anhidrid yang berlebih, kemudian katalis asam sulfat dinetralkan dengan menggunakan natrium asetat untuk memperoleh produk dengan berat molekul yang terkontrol. Setelah itu dilakukan pengurangan kadar cairan dan pembentukan flakes. Dengan melakukan intepretasi data terhadap pasar selulosa asetat di Indonesia, pabrik ini akan memproduksi selulosa asetat dengan kapasitas 30.000 ton/tahun untuk menekan sebagian besar kebutuhan impor. Untuk memproduksi selulosa astetat sebanyak 30.000 ton/tahun diperlukan bahan baku utama berupa cotton sebanyak 17.045,4 ton/tahun dan membutuhkan utilitas berupa air sebanyak 53324,44 kg air/ton produk serta listrik sebesar 2226,42 kW. Perusahaan akan dibentuk menjadi perseroan terbatas dan menjadi perusahaan terbuka untuk memudahkan perputaran modal. Berdasarkan evaluasi ekonomi yang dilakukan, diperoleh nilai ROI sebelum pajak sebesar 26,22%, POT sebelum pajak 2,76 tahun, BEP 47,6% kapasitas produksi, SDP 24,5% dan DCFRR 22,2%. Pabrik selulosa asetat ini tergolong low risk karena beroprasi pada hazard yang rendah serta sudah terdapat pabrik selulosa asetat yang didirikan. Berdasarkan hasil analisis profitability dapat disimpulkan bahwa pabrik ini menarik secara ekonomi dan layak untuk dikaji lebih lanjut.

The Ministry of Industry has made the textile industry as main priority and set to fulfill 5% of global demand as the near target. However, its dillemmatic when have no independent production of cellulose acetate as main material in textile industry. Indonesia so far still relies on imports from several countries such as Singapore, America and Japan as their supplier. This is certainly not beneficial for Indonesia. The demand of cellulose acetate in Indonesia also has a significant number with an average growth of 3% per year. Thus, the independently production of cellulose acetate is interesting to be review. Cellulose acetate is made by reacting cellulose with acetic anhydride using acetic acid solvent and a catalyst of sulfuric acid. When an exothermic reaction occurs the temperature is maintained at 45-50 derajat Celcius to minimize cellulose degradation, then 70% acetic acid is added to remove excess amount of anhydride. Sulfuric acid catalysts are neutralized using sodium acetate to obtain controlled molecular weight products. Separation and drying processes are use in the next step to form flakes of cellulose acetate. By interpreting the data on the cellulose acetate market in Indonesia, this plant will produce cellulose acetate with a capacity of 30,000 tons / year to suppress most of the import requirements. To produce as much as 30,000 tons / year of cellulose acetate, it requires raw material of cotton as much as 17,045.4 tons / year and utilities in the form of 53324.4 kg water / ton of product & 2226.42 kW of electricity. The company will be formed into a limited liability company and become a public company to facilitate capital turnover. Based on the economic evaluation, the value of ROI before tax was 26.22%, POT before tax 2.76 years, BEP 47.6% production capacity, SDP 24.5% and DCFRR 22.20%. This cellulose acetate plant is classified as low risk because it operates on a low hazard procesess and a cellulose acetate factory has been established. Based on the results of the analysis of profitability it can be concluded that this plant is economically attractive and deserves further study.

Kata Kunci : Pabrik, Selulosa Asetat, Tekstil, Kemenperin