Penentuan Penetrasi Maksimal Pembangkit EBT Intermiten pada Setiap Subsistem Jawa-Bali

Febian Melwa Reksa Aditya, Lesnanto Multa Putranto, S.T., M.Eng, Ph.D; Sasongko Pramono H, Prof. Dr. Ir., DEA

2019 | Skripsi | S1 TEKNIK ELEKTRO

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Komitmen tersebut dilakukan dengan meratifikasi Paris Agreement dan menargetkan bauran energi baru terbarukan (EBT) minimal 23% pada tahun 2025. Polusi sebesar 232 Gg CO2e tahun 2016 bersumber dari subenergi kelistrikan. Penambahan pembangkit EBT diperlukan untuk mencapai target tersebut. Potensi pembangkit EBT di Indonesia cukup besar dengan 208 GWp untuk pembangkit surya dan 61 GW untuk pembangkit bayu. Kedua pembangkit tersebut memiliki karakteristik yang bersifat intermiten. Ketidakteraturan daya keluaran pembangkitan tersebut akan membutuhkan fleksibilitas sistem yang tinggi. Besar fleksibilitas sistem merupakan batasan penetrasi pembangkit EBT intermiten. Keterbatasan ini membutuhkan perhitungan penetrasi maksimum pembangkit EBT intermiten ke dalam sistem. Kemampuan pembangkit dalam mengikuti perubahan beban merupakan salah satu representasi fleksibilitas sistem. Kenaikan kemiringan perubahan beban akibat pembangkit EBT intermiten harus dicukupi oleh kemampuan pembangkit non-intermiten. Perhitungan penetrasi maksimum pembangkit EBT intermiten pada studi ini menggunakan analisis net load. Sistem kelistrikan Jawa-Bali merupakan sistem terbesar di Indonesia. Penetrasi pembangkit intermiten pada sistem besar Jawa-Bali perlu adanya pemetaan. Bab teknis dan keterbatasan potensi mengharuskan adanya pemetaan terhadap 27 subsistem. Hasil studi memperlihatkan bahwa pada tahun 2023 penetrasi pembangkit EBT intermiten mampu mencapai bauran sebesar 5,85% dengan kapasitas 6.447 MWp. Subsistem Paiton-Grati merupakan subsistem dengan penetrasi terbesar yaitu sebesar 711 MWp.

The Indonesian government commits to reduce the greenhouse gas effect. That commitment shows with the ratification of the Paris Agreement and targeting 23% minimum of renewable energy (RE) mix in 2025. Pollution of 232 Gg CO2e in Indonesian in 2016 was produced by electricity production. Additional of the RE generator is needed to meet that target. Potential of the RE generator in Indonesia is great with the potential of solar power plant reach 208 GWp and potential of wind power plant reach 61 GW. Those two power plants have intermittent characters. The intermittency in power generation requires high system flexibility. The value of system flexibility delimits the penetration of the RE intermittent power plant. This limitation leads to calculating the maximum penetration of the RE intermittent power plant through the system. The capability of generation to follows the change of the load is a representation of systems flexibility. The increase of the ramps of the load change caused by penetration of the RE intermittent power plant must be fulfilled by non-intermittent power plants. The calculation of the maximum penetration of RE intermittent in this study use net load analysis. Java-Bali electricity system is the biggest system in Indonesia. The penetration of RE intermittent should be mapped. Mapping is done due to technical and potential limits. The results show penetration reaching 5.85% of the energy mix in 2023 with a capacity of 6,447 MWp. The biggest penetration is in the Paiton-Grati subsystem with a capacity of 711 MWp.

Kata Kunci : power system flexibility, solar power generation, wind power generation, net load analysis