Laporkan Masalah

KONTESTASI WACANA SULTANAH DI MEDIA MASSA DARING

WEMPI GUNARTO, Dr. Wisma Nugraha Ch. R., M.Hum

2019 | Tesis | MAGISTER KAJIAN BUDAYA DAN MEDIA

Pada tahun 2015 Sultan Hamengku Bawono ka 10 berturut-turut mengeluarkan Sabda Raja, Dawuh Raja, dan Sabda Jejering Raja yang menimbulkan polemik di masyarakat Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Buwono X yang kemudian mengganti namanya menjadi Sri Sultan Hamengku Bawono ka 10 berikut gelar yang menyertai, telah mengangkat GKR Pembayun, putri sulungnya menjadi puteri mahkota dengan gelar GKR Mangkubumi yang identik sebagai gelar calon raja laki-laki. Upaya Sultan HB ka 10 yang ingin memuluskan langkah putrinya menjadi Sultanah kemudian ditetapkan menjadi aturan yang berlaku di dalam internal Kraton Yogyakarta. Kelompok yang mendukung maupun menolak wacana sultanah pun muncul di internal Kraton Yogyakarta. Kedua kelompok sama-sama menggunakan media massa dalam jaringan (daring atau online) untuk meraih dukungan. Melalui Analisis Wacana Kritis Model Teun A. van Dijk, Peneliti menunjukkan selama perode tahun 2017, paugeran.com berkontestasi dengan strateginya dalam menampilkan wacana sultanah di media. Strategi yang digunakan tidak terlepas dari kognisi sosial yang ada di masyarakat Yogyakarta, yakni adanya kecurigaan terhadap kalangan non muslim di balik munculnya wacana sultanah, kuatnya hegemoni patriarkhi, dan mulai lemahnya fungsi wahyu keprabon dalam mendukung legitimasi kekuasaan di Kraton Yogyakarta.

In 2015 Sultan Hamengku Bawono 10th issued a Sabda Raja, Dawuh Raja, and Sabda Jejering Raja which caused polemics in the people of Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Buwono X, who later changed his name to Sri Sultan Hamengku Bawono and his accompanying title, had appointed GKR Pembayun, his eldest daughter to be the crown princess with the title of Mangkubumi GKR which was identical as the title of the future male king. The efforts of the Sultan HB 10 who want to smooth their daughter's steps to become Sultanah are then set to become rules that apply within the internal Kraton of Yogyakarta. Groups that support and reject the sultanah discourse also appear in the Yogyakarta Sultan's Palace. Both groups use mass media online (daring) to gain support. Through the Teun A. van Dijk Critical Discourse Analysis, the researcher shows that during the 2017 period, paugeran.com contested its strategy in presenting sultanah discourse in the media. The strategy used was inseparable from the social cognition that existed in Yogyakarta society, namely the suspicion of non-Muslim circles behind the emergence of sultanah discourse, the strength of patriarchal hegemony, and the weak function of the revelation of the Keprabon in supporting the legitimacy of power in the Kraton Yogyakarta.

Kata Kunci : Media massa daring, wacana sultanah, kontestasi, arena

  1. S2-2019-405063-abstract.pdf  
  2. S2-2019-405063-bibliography.pdf  
  3. S2-2019-405063-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2019-405063-title.pdf