Laporkan Masalah

Sekolah Kebangsaan dan Politik Pendidikan Bangsa Melayu di Malaysia 1957-1983

SITI ZAENATUL UMAROH, Dr. Agus Suwignyo, M.A

2019 | Tesis | MAGISTER SEJARAH

Setelah terbentuknya Federasi Persekutuan Tanah Melayu pada 1957, pemerintah Malaysia menganggap perlu memeriksa kembali kebijakan pendidikan untuk mendapatkan kembali hak-hak istimewa dan menegakkan identitas Malaysia ialah milik orang Melayu. Pemerintah ditekan untuk mengatur ulang bahasa Melayu sebagai bahasa nasional dan mengurangi penggunaan bahasa Inggris dan non-Melayu, serta mengubah sekolah vernakuler menjadi sekolah kebangsaan dengan media pengajaran bahasa Melayu. Masalah utama adalah kendala konversi sekolah vernakuler menuju sekolah kebangsaan terbukti lebih sulit diwujudkan dari yang diharapkan. Ketiadaan sumber daya guru dari sekolah vernakular maupun sekolah Inggris yang menggunakan bahasa Melayu untuk dikirim ke sekolah-sekolah kebangsaan memperkenalkan "aliran nasional" merupakan persoalan utama yang dihadapi Pemerintah Malaysia. Hasil dari penelitian ini adalah adanya temuan keterlibatan peran tenaga pengajar Indonesia. Mendatangkan tenaga pengajar Indonesia merupakan salah satu strategi keberhasilan pembentukan sekolah kebangsaan, setelah proses penghapusan sekolah Inggris, dan peralihan sekolah vernakuler menjadi sekolah jenis kebangsaan. Kedekatan budaya, dan bahasa merupakan merupakan kunci mengisi kebutuhan akan kekurangan guru di sekolah-sekolah kebangsaan selama periode 1970-1983. Tindakan afirmatif yang diberikan untuk pendidikan pro-Melayu tidak hanya menghasilkan transformasi sosial bagi orang Melayu, tetapi juga sebagai instrumen untuk penguatan identitas Melayu, kesatuan politik, integrasi sosial, dan memutus campur tangan Inggris atas sistem pendidikan di Malaysia.

After establishment of the Federation Independence 1957, the government of Malaysia was considered necessary to re-examine the educational policy to regaining their special privileges and to sovereign rights of their Rulers with strengthen that Malaysian identity belongs to Malay people. The Malays pressed to reorganizing malay language as national language and reduce the use of english and non-Malay language, and change vernacular schools into national schools with teaching media in Malay.The main problem of this research is the Implementation of the Ordinance met with many obstacles. Conversion of vernacular into national schools proved more difficult than expected. There were not enough teachers of Malay and English to be posted to vernacular schools to introduce national streams. The results show that the involvement of Indonesian Teachers who have the ability to speak Malay, cultural and historiUniversiti Malayacal closeness, are key to fill the need for teacher shortages in national schools during the period 1970-1983. In view of the increasing attention affirmative action which is being paid to educational development not only results in social transformation for Malays, but also as an instrument for political unity, economic growth, social integration and fully cut off British intervention in the education system in Malaysia.

Kata Kunci : educational policy, malay identity, national school

  1. S2-2019-404393-abstract.pdf  
  2. S2-2019-404393-bibliography.pdf  
  3. S2-2019-404393-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2019-404393-title.pdf