Laporkan Masalah

STUDI KEBIJAKAN PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE SEBAGAI SARANA PENGURANGAN RISIKO BENCANA DI PESISIR KOTA SEMARANG

WISNU PUTRA DANARTO, Prof. Dr. R, Rijanta, M.Sc; Prof. Dr. rer. nat. Muh Aris Marfai, M.Sc

2019 | Tesis | MAGISTER GEOGRAFI

Dari 68,13 ha luas ekosistem mangrove di Kota Semarang, 77,73 % nya dalam kategori rusak berat dan 22,27 % sisa nya termasuk dalam kategori rusak dan berubah fungsi menjadi lahan tambak. Faktor utama yang menyebabkan kerusakan adalah pengelolaan ekosistem mangrove yang tidak berlangsung dengan baik. Hasil yang diharapkan tercapai dari penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan tatakelola kebijakan dan implementasi collaborative-management dalam pengelolaan ekosistem mangrove; (2) Menilai relevansi kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove dengan upaya pengurangan risiko bencana (kebijakan dan proses adaptasi masyarakat); dan (3) Menilai konsistensi kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove terhadap kebijakan penataan ruang dan zonasi wilayah pesisir yang berlaku. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dengan cara perolehan data melalui wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus (FGD), observasi serta inventarisasi data sekunder (kebijakan terkait). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa: (1) Pengelolaan Ekosistem Mangrove di bawah Kelompok Kerja Mangrove Kota Semarang (KKMKS) cenderung lebih tertata dengan pembagian tugas yang jelas dan sesuai bidang yang dikuasai oleh masing-masing stakeholder. Implementasi konsep collaborative management antara pengelolaan di kecamatan Tugu lebih optimal daripada yang ditemui di Kecamatan Genuk; (2) antara kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove dengan kebijakan dan adaptasi masyarakat dalam pengurangan risiko bencana memiliki tingkat relevansi tinggi, bisa dilihat pada arah kebijakan pengurangan risiko bencana yang mendorong pemberdayaan masyarakat dalam memaksimalkan sumber daya yang ada (ekosistem mangrove) sebagai kapasitas untuk mengurangi kerentanan bencana; (3) antara kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove dengan kebijakan penataan ruang dan zonasi wilayah pesisir di Kota Semarang memiliki konsistensi yang baik dalam artian tidak bertolak belakang sama sekali. Namun arahan kebijakan pola ruang dalam RTRW Kota Semarang 2011-2031 seperti arahan pemanfaatan kawasan sempadan pantai sebagai kawasan perlindungan setempat dan perlindungan ekosistem pesisir belum bisa diterjemahkan dalam salah satu program dalam pengembangan ekosistem mangrove di sepanjang sempadan pantai Kota Semarang (kecuali kawasan Pelabuhan Tanjung Mas) karena keterbatasan sumber daya manusia dan modal.

77,73 % from 68,13 ha in mangrove ecosystem in Semarang City are classified as severely damaged yet 22,27 % of the rest are lightly damaged and has changed to fishpond and tourism area. Unsuccessful mangrove ecosystem management are identified as main factor which causing those all ecosystem damage. Expected result from this research are: (1) to describe mangrove ecosystem management and governance as coastal disaster risk reduction tools; (2) to evaluate relevanciness of mangrove management and disaster risk reduction policies; and (3) to evaluate the consistency of mangrove management policy with spatial planning policies. Qualitative data analysis has used to procesing and analyze data from field research. Data collected by secondary data documentary, in-depth interview, and focused group discussion (FGD). The result of this research shows that; (1) Mangrove ecosystem management by Semarang City Mangrove Ecosystem Workgroup (Kelompok Kerja Mangrove Kota Semarang) more well-organized especially in sharing responsibility according to each stakeholder’s capability; (2) between mangrove ecosystem management policies and disaster risk reduction policies have high relevance on disaster risk reduction policies purpose that encourage community empowerment to maximizing local resources like mangrove ecosystem as local capacity to reduce disaster risk threat; and (3) between mangrove management policy and spatial planning policies have a fair consistency based on their non-contradictory behavior in mangrove development and area designation policy. However, there is 2 point in spatial planning policy stated that all coastal border area in Semarang should have a natural ecosystem as barrier to areas behind the border which is still not realized yet in all coastline (except Tanjung Mas port area). There is only 2 subdistrict (Tugu and Genuk) that have existed mangrove ecosystem because of lack of resources and funds.

Kata Kunci : tatakelola kebijakan, pengelolaan ekosistem mangrove, pengurangan risiko bencana, Semarang

  1. S2-2019-407383-abstract.pdf  
  2. S2-2019-407383-bibliography.pdf  
  3. S2-2019-407383-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2019-407383-title.pdf