Evaluasi Proses Peruraian Anaerobik Limbah Dissolved Air Flotation dari Pabrik Susu dengan Perlakuan Awal Saponifikasi

RIFKI WAHYU K, Wiratni, S.T., M.T., Ph.D.; Rochim Bakti Cahyono, S.T., M.T., Ph.D.

2019 | Tesis | MAGISTER TEKNIK KIMIA

Industri susu merupakan salah satu industri yang terus berkembang seiring dengan bertambahnya populasi manusia. Salah satu jenis limbah yang dihasilkan oleh industri susu adalah limbah dissolved air flotation (DAF) float dengan kandungan lemak yang tinggi. Meskipun lemak memiliki potensi biogas teoritis yang tinggi, pengolahan limbah organik secara anaerobik dengan kandungan lemak yang tinggi memiliki tantangan utama berupa terbentuknya dua fasa terpisah akibat tidak larutnya kandungan lemak tersebut. Fenomena ini membatasi kemampuan bakteri dalam menguraikan limbah sehingga tahap hidrolisis limbah sebagai bagian dari proses peruraian anaerobik menjadi terhambat. Salah satu perlakuan yang dapat meningkatkan kelarutan lemak adalah saponifikasi. Secara umum, perlakuan awal saponifikasi pada limbah akan mengubah kandungan lemak pada limbah menjadi sabun yang memiliki rantai polar dan non polar. Rantai polar dari limbah yang berupa sabun akan memudahkan kandungan lemak dalam limbah untuk larut dalam air. Penelitian ini mengkaji pengaruh dosis reaktan basa pada perlakuan awal saponifikasi dan penambahan beberapa jenis inokulum terhadap proses peruraian anaerobik limbah DAF float dari industri susu. Selain itu, kinetika proses peruraian anaerobik dianalisis dengan model matematis. Variasi dosis yang dikaji adalah 0,04 mol basa/g sCOD; 0,02 mol basa/g sCOD; dan tanpa perlakuan awal saponifikasi. Variasi inokulum yang digunakan adalah inokulum effluent dari digester limbah biodiesel, effluent dari digester kotoran sapi, dan tanpa penambahan inokulum. Dari penelitian ini, terbukti bahwa saponifikasi meningkatkan kelarutan limbah DAF float yang dibuktikan dengan nilai konstanta hidrolisis (kH) sebesar 0,02/hari dibandingkan dengan 4x10-10/hari pada reaktor tanpa saponifikasi. Meskipun begitu, perlakuan awal saponifikasi ternyata menimbulkan inhibisi pada bakteri asidogen bawaan substrat karena kondisi pH yang tinggi selama reaksi saponifikasi berlangsung. Sementara itu, penelitian ini menunjukkan bahwa inokulum biodiesel lebih baik dalam mengolah limbah DAF float tersaponifikasi dibandingkan dengan inokulum kotoran sapi. Hal ini dibuktikan dengan produksi gas reaktor dengan inokulum biodiesel yang lebih besar dua kali lipat daripada reaktor dengan inokulum kotoran sapi.

Along with the growth of world population, dairy industry is also growing rapidly. Unfortunately, dairy industrial growth is followed by the increase of fatty waste production called DAF float. Although theoretically lipid has high biogas potential, anaerobic digestion of organic waste with high lipid content is quite challenging. The main obstacle in anaerobic digestion of fatty waste is the tendency to form insoluble floating layer on top of the liquid phase. This phenomenon hinders the access of hydrolytic bacteria to the substrate because the only means of contact is the interphase of both phases. Saponification was said to be able to increase the solubility of the floating layer, thus increasing the avalaibility of the substrate to the bacteria. Saponification will change the lipid content into soap which has both polar and non polar functional groups and the polar one will increase the solubility of the substrate in water. This study evaluated the effect of different doses of alkaline reactant in saponification pre-treatment and the effect of inoculum types in anaerobic digestion of dairy DAF float waste. The kinetic of anaerobic digestion process was analyzed by using mathematical models. The variations of the dose studied for saponification pretreatment were 0.04 mol base/g sCOD; 0.02 mol base/g sCOD; and zero (without saponification pre-treatment). Meanwhile, the variation of the inoculum used were the effluent from the biodiesel waste digester, the effluent from the cow dung digester, and without the addition of inoculum. From this study, it was proven that saponification increased the solubility of DAF float waste as shown by the hydrolysis constant value (kH) of 0.02/day compared to the kH value of 4x10-10/day in the reactor without saponification. However, the initial treatment of saponification was found to inhibit the indigenous acidogenic bacteria because of the exposure to high pH during the saponification reaction. Meanwhile, this study showed that biodiesel inoculum was better in treating DAF float saponified waste compared to cow dung inoculum. This is shown by the higher gas production of reactors with biodiesel inoculum which was almost double the gas production of reactor with cow manure inoculum.

Kata Kunci : peruraian anaerobik, DAF float, saponifikasi, hidrolisis, inokulum/anaerobic digestion, DAF float, saponification, hydrolysis, inoculum