Laporkan Masalah

GERAKAN MILLAH ABRAHAM: PERJUANGAN SPIRITUAL NIR-AGAMA BERBASIS MATERIAL (Sebuah Etnografi Politik Tentang Untaian Perseteruan)

ABDUL RAHMAN, Dr. Laksmi Adriani Savitri, M.Si

2018 | Tesis | MAGISTER ANTROPOLOGI

Pada bulan Januari-Februari 2016, 8.058 eks-anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dipindah secara paksa dari beberapa lokasi di Kalimantan, Indonesia, dimana mereka membangun komunitas mandiri berbasis pertanian. Mereka dituduh sebagai kelompok agama yang sesat dan mempersiapkan makar terhadap Negara Indonesia. Klaim keberadaan mereka sebagai kelompok petani yang mencoba lari dari ketergantungan pangan dengan bertani di tanah sendiri, hilang dari perhatian media publik. Situasi ini menimbulkan banyak pertanyaan, yang kemudian menjadi dasar penelitian ini dilakukan. Dengan menggunakan pendekatan materialisme historis, teori perseteruan politik dan konsep-konsep yang ada di dalamnya penelitian ini ingin menjawab mengapa sebuah gerakan yang di klaim sebagai gerakan kemandirian tersebut terlibat dalam satu perseteruan yang memaksa mereka menerima pemaksaan dan kekerasan, dan sekaligus melihat bagaimana kehidupan anggota gerakan paska pembubaran. Melalui proses pengumpulan data historis, wawancara mendalam dan observasi partisipatif, data-data diolah dan dianalis menggunakan perangkat teoritik politik perseteruan (contentious politics). Tesis ini mengargumentasikan bahwa peristiwa yang terjadi di Kalimantan tersebut adalah antiklimaks dari perlawanan mereka terhadap dominasi perangkat aturan-aturan kultural (challenging the cultural code), yaitu dominasi materialisme dan pemisahan dimensi material dari spiritualitas. Melalui ideologi dan aksi kolektif yang kemudian dinamakan Gerakan Millah Abraham, gerakan ingin mengembalikan spiritual dan material pada posisi yang lebih seimbang. Upaya ini menghadapi penolakan dan marjinalisasi, dan yang memaksa anggota gerakan hidup dalam ruang marjinal.

In January-February 2016, 8,058 former members of the Fajar Nusantara Movement (Gafatar) were forcibly removed from several locations in Kalimantan, Indonesia where they had established egalitarian agrarian settler communities. They were accused of being a heretical religious group and of preparing a seditious attack against the Indonesian State. Their claim of existence as a group of farmers trying to escape from food dependence by farming on their own land was lost from media (public) attention. This situation has raised many questions, upon which this study is based. Using a historical materialism approach, contentious politics theory and the concepts they contain, this study seeks to answer why a movement that claims to be an independence movement was involved in a dispute that forced them to accept coercion and violence, while also seeing how the members are living after the movement's dissolution. Through the process of collecting historical data, in-depth interviews and participatory observation, data is processed and analyzed using political contention theory (contentious politics). This thesis argues that the events that took place in Kalimantan were an anti- climax to their resistance to the dominance of mainstream culture (challenging the cultural code), namely the dominance of materialism and the separation of the material dimension from spirituality. Through ideology and collective action which was later called the Millah Abraham Movement, the movement wanted to restore the spiritual and material to a more balanced position. These efforts were met with rejection and marginalization, and forced members of the movement to live in a marginal space.

Kata Kunci : Perseteruan Politik, Gerakan Sosial, Millah Abraham, Marjinalisasi

  1. S2-2018-404250-abstract.pdf  
  2. S2-2018-404250-bibliography.pdf  
  3. S2-2018-404250-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2018-404250-title.pdf