DEALING WITH THE PAST: JUGUN IANFU AND POLITICS OF MEMORY IN INDONESIA
ANTONIA INDAHYANI JOPOETRO, Dr. Maharani Hapsari, S.IP., M.A.
2018 | Skripsi | S1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONALSkripsi ini dimulai dengan masalah tentang perjuangan para korban Jugun Ianfu Indonesia untuk mendapatkan pengakuan dan tanggapan dari pemerintah Indonesia. Menggunakan 'politics of memory' yang diperkenalkan oleh Maurice Halbwachs dan analisis klaim politik yang dikembangkan oleh Ruud Koopmans dan Paul Statham, penulis berpendapat bahwa kenangan para survivor adalah produk perjuangan politik. Dengan pengalaman dan ingatan dari orang yang selamat dapat membantu menganalisa kompleksitas korban untuk mengklaim pengakuan dari masyarakat dan negara baik oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah Jepang. Perjuangan para penyintas untuk mengklaim pengakuan mereka tidaklah mudah, begitu banyak hal yang sudah mereka lakukan dengan bantuan dari banyak pihak tetapi di sini Law Aid atau LBH (Lembaga Bantuan Hukum) benar-benar memainkan peran besar sebagai aktor utama dan media yang benar-benar membantu para penyitas untuk berani bersuara dengan menceritakan pengalaman mereka di depan umum dan sebagai alat untuk menyampaikan tuntutan mereka kepada pemerintah Indonesia. Tanggapan Pemerintah Indonesia dan harapan para penyintas sangat berbeda; tanggapan pemerintah Indonesia tampaknya begitu tidak acuh dan hanya menerima apa yang ditawarkan pemerintah Jepang. Respon ini dapat dilihat dengan jelas melalui perjuangan para penyintas Jugun Ianfu (juga disebut sebagai wanita penghibur) yang begitu keras dan benar-benar berjuang untuk mendapatkan pengakuan mereka.
This thesis starts with a problem about the struggle of Indonesian Jugun Ianfu survivors for recognition and the response of Indonesian government. Using the concept of politics of memory introduced by Maurice Halbwachs and political claims analysis developed by Ruud Koopmans and Paul Statham, the author argue that survivors' memories are products of political struggle. With the experiences and memories from the survivor can help to analyze the complexity of survivor to claim the recognition from the society and state both by Indonesian government and Japanese government. The struggle of the survivors to claim their recognition is not easy, so many things that they already did with the help from many sides but in here Law Aid or LBH (Lembaga Bantuan Hukum) really play the big role as the main actor who really help survivor to speak up into public and as a tool to tell their demand to Indonesian government. The response of Indonesia Government and the survivors' expectation is much different; the response of Indonesia government seems so ignorant and just accepts what Japanese government has offered. This response can be clearly seen through the fight of the survivors of Jugun Ianfu (also called as comfort women) that is so hard and really in struggle to gain their recognition.
Kata Kunci : Jugun Ianfu, Comfort Women, Claims Making, Politics of Memory, Sex Slavery