Seks met Dieren: Diskursus dan Praktik Bestialitas dalam Masyarakat Belanda
SALFIA RAHMAWATI, Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa-Putra, M.A., M.Phil.
2018 | Tesis | MAGISTER ANTROPOLOGIKasus Pony Orangutan yang dijadikan objek seks komersial di salah satu perkampungan di Kalimantan Tengah sempat mengguncang pemberitaan baik lokal maupun internasional pada kisaran tahun 2012-2013. Ternyata, relasi seksual manusia-hewan (bestialitas) tidak hanya terjadi di Indonesia. Eropa, dengan segala modernitasnya, mencatat hal yang sama. Nimoeller (1946) menyatakan bahwa praktik bestialitas merupakan hal yang well-established dalam kehidupan masyarakat di Eropa. Beberapa media internasional juga memberitakan adanya Bestiality Brothels sebagai tempat prostitusi khusus hubungan seks dengan hewan. Riset ini mengambil studi kasus Belanda sebagai negara Eropa yang paling aktif dalam memberikan ruang terhadap kebebasan seksual. Belanda adalah menjadi negara pertama yang melegalkan kebebasan terkait seksualitas, seperti prostitusi (2000) dan pernikahan sejenis/homoseksual (2001). Belanda juga menjadi pemasok terbesar 80% video pornografi bestialitas di seluruh dunia (Algemeen Dagblad, 2007). Langkah Belanda dalam menetapkan hukuman pidana atas praktik bestialitas pada tahun 2010 justru semakin mengukuhkan bahwa bestialitas masih hadir dan disikapi secara serius di Belanda. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memahami mengapa praktik tersebut masih terjadi dan bagaimana masyarakat Belanda memaknai relasinya dengan hewan. Metode penelitian yang digunakan dalam riset ini adalah metode penelitian kualitatif yang meliputi: (a) metode kajian pustaka; (b) metode pengamatan; dan (c) metode wawancara mendalam. Dari hasil penelitian, dapat dipahami bahwa pola praktik bestialitas di Belanda dari dulu hingga sekarang telah mengalami perubahan terkait preferensi jenis hewan, pemetaan praktik rural urban, ragam media dan medium bestialitas, serta pergeseran dari ranah privat (sexual pleasure) ke ranah publik dengan tujuan komersil (bisnis). Dengan kerangka pemikiran animal symbolicum Cassirer, dapat dipahami bahwa kedekatan relasi antara manusia dan hewan adalah hal yang tak terhindarkan dan akan selalu ada. Dinamika dan dialektika yang terjadi hanyalah pada ranah antara manusia dengan manusia. Tipologi masyarakat Belanda dengan kerangka Grid/Group Douglas membantu pemahaman atas bagaimana masyarakat Belanda memaknai relasinya dengan hewan. Pemaknaan tersebut didasarkan pada unit-unit sosial dan kelompok kuadrannya yang bersifat dinamis. Dinamika yang kompleks dan cair dapat diklasifikasikan berdasarkan ciri tertentu, namun tetap tidak mengubah keadaan bahwa semua klasifikasi yang dibuat manusia pun masih selalu terbuka terhadap pemaknaan baru. Dialektika pemahaman atas konsepsi penguasaan atau kesetaraan pun akan terus berlangsung dalam pemahaman relasi manusia - hewan.
The case of Pony Orangutans who became the object of commercial sex in one of the villages in Central Kalimantan had shaken both local and international coverage in the range of 2012-2013. Apparently, human-animal sexual relations (bestiality) is not only happening in Indonesia. Europe, with all its modernity, notes the same thing. Nimoeller (1946) states that bestiality practices are well-established in the life of people in Europe. Some international media also preach the existence of Bestiality Brothels as a place of special prostitution of sex with animals. This research takes the case study of the Netherlands as Europe's most active country in providing space for freedom of sexuality. The Netherlands is the first country to legalize freedom related to sexuality, such as prostitution (2000) and homosexual marriage (2001). Related to bestiality, The Netherlands is the largest supplier around 80% of bestial pornographic videos worldwide (Algemeen Dagblad, 2007). The Dutch step in establishing criminal penalties for its practice in 2010 further confirms that bestiality is still present and taken seriously in the Netherlands. This study was conducted with the aim to understand why the practice occurred and how the Dutch society interpreted its relations with animals. The research method used in this research is a qualitative research method which includes: (a) literature study method; (b) observation method (field observation); and (c) deep interview method. As the result, it can be understood that the pattern of best practices in the Netherlands from the past until now has undergone changes related to animal preference, urban-rural practice mapping, media variety and medium of bestiality, and the shift from the private pleasure (sexual pleasure) to the public sphere with commercial purpose (business). With the framework of animal symbolicum Cassirer, it can be understood that the closeness of human-animal relation is inevitable. Dynamics and dialectics that occur only in the realm between human and human. The typology of Dutch society with Grid/Group Douglas framework helps the understanding of how Dutch society interprets its relation with animals. Meanings are based on social units in quadrant groups. Complex and fluid dynamics can be classified by certain characteristics, but still, all human-made classifications are always open to new meanings. The dialectic of domination or equality is inevitable in the understanding of human-animal relations.
Kata Kunci : Diskursus, Praktik, Bestialitas, Seksualitas, Relasi Manusia Hewan, Belanda/ Discourse, Practice, Bestiality, Sexuality, Human Animal Relation, the Netherlands