PENGELOLAAN PERBATASAN DARAT ANTARA INDONESIA DAN TIMOR LESTE DI WILAYAH ENCLAVE OECUSSI

DEWA GEDE SUDIKA MANGKU, Prof. Dr. Marsudi Triatmodjo, S.H., LL.M; Dr. Harry Purwanto, S.H., M.Hum.

2018 | Disertasi | DOKTOR ILMU HUKUM

Indonesia memiliki perbatasan darat dan laut dengan sepuluh negara tetangga. Dasar hukum perbatasan darat antara Indonesia dan Timor Leste ialah Convention for the Demarcation of Portuguese and Dutch Dominions on the Island of Timor 1904 (Traktat 1904) dan Permanent Court of Arbitration (PCA) 1914. Hal ini merupakan warisan masa Pemerintahan Belanda dan Portugis, di mana pada saat itu Belanda dan Portugis telah membagi Pulau Timor menjadi dua, yaitu Timor Barat yang berpusat di Kupang dan Timor Timur yang berpusat di Dili, termasuk wilayah enclave Oecussi yang berada dalam wilayah kedaulatan Indonesia. Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimana pengelolaan perbatasan darat antara Indonesia dan Timor Leste di wilayah enclave Oecussi. Penelitian ini bersifat deskriptif, evaluatif dan preskriptif, dengan maksud memberikan data seteliti mungkin dan analisis yang mendalam serta solusi atas permasalahan perbatasan darat antara Indonesia dan Timor Leste, khususnya di wilayah enclave Oecussi. Bahan yang digunakan dalam melakukan kajian dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer yang berupa ketentuan-ketentuan hukum nasional dan hukum internasional, bahan hukum sekunder yang berupa karya ilmiah yang terkait dengan pengelolaan perbatasan darat, serta bahan hukum tersier yang berupa kamus. Bahan tersebut diperoleh melalui studi kepustakaan dan dianalisis secara kualitatif yang artinya analisis ini hendak mencari kebenaran berdasarkan nilai atau kualitas data yang diperoleh. Setelah dilakukan kajian-kajian yang mendalam diperoleh temuan bahwa terbentuknya wilayah enclave Oecussi di perbatasan darat Indonesia dan Timor Leste didasarkan atas prinsip uti possidetis juris yang diatur di dalam perjanjian internasional yang dibuat oleh Belanda dan Portugis. Dalam Traktat 1904 dan PCA 1914 dinyatakan Belanda menguasai daerah Maucator dan Portugis menguasai wilayah enclave Oecussi, maka dari itu secara otomatis peninggalan pada masa kolonial melekat pada Timor Leste termasuk wilayah enclave Oecussi. Indonesia dan Timor Leste masih menyisakan permasalahan perbatasan di daerah Noel Besi, Bidjael Sunan, serta Subina. Kedua negara terus melakukan upaya negosiasi dan perundingan untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut dengan membentuk Joint Border Committee (JBC) dengan tujuan untuk mempercepat proses penyelesaian sengketa batas yang dihadapi. Indonesia dan Timor Leste juga telah menjalin kerjasama pengelolaan lintas batas negara yang bertujuan untuk melindungi wilayah kedaulatan masing-masing negara baik dalam bidang pertahanan dan keamanan, ekonomi, sosial, dan budaya.

Indonesia has both land and sea borders with ten neighboring countries. The legal basis of the border between Indonesia and East Timor is the 1904 Convention for the Demarcation of Portuguese and Dutch Dominions on the Island of Timor (1904 Treaty) and the 1914 Permanent Court of Arbitration (PCA). Those two are the conventions inherited from the Dutch and Portuguese colonial government, in which the Dutch and Portuguese colonial government divided Timor Island into two: West Timor centered in Kupang and East Timor centered in Dili including the Oecussi enclave which lays in the sovereignty of Indonesia. The main problem in this research is how is the management of land border between Indonesia and East Timor in the Oecussi enclave. This research is descriptive, evaluative, and prescriptive in its nature and aimed at giving detailed data, deep analysis, and solution to the land border problem between Indonesia and East Timor especially in the Oecussi enclave region. The resources used in the analysis of this research are the primary law resources comprising the regulations of national law and international laws, the secondary law resources comprising scientific papers regarding the management of law border, and the tertiary law resources in the form of dictionary. Those resources are acquired through literary studies and analyzed by using qualitatively, meaning that this analysis is aimed at seeking the truth according to the value and the quality of the data obtained from the research. After conducting a thorough study, it is found that the establishment of the Oecussi enclave in the land border between Indonesia and East Timor is based on the principle of uti possidetis juris, administered in the international treaty made by the Dutch government and Portuguese government. In the 1904 treaty and the 1914 PCA, it is stated that the Dutch government ruled over Maucator and the Portuguese government ruled over the Oecussi enclave. Therefore, the colonial heritage is automatically applied to East Timor including the Oecussi enclave. Until now, the border dispute between Indonesia and East Timor still lingers and remains in Noel Besi, Bidjael Sunan, and Subina. Both countries are determined to establish a continuous effort in the negotiation and diplomacy to immediately resolve the problem by founding Joint Border Committee (JBC) which is aimed at speeding up the process to resolve the border dispute. Indonesia and East Timor have also sustained cooperation in the cross-border management in order to safeguard the sovereignty of each country in the scope of defense and security, economy, social, and culture.

Kata Kunci : Perbatasan Darat, Enclave Oecussi, Uti Possidetis Juris, Penyelesaian Sengketa Perbatasan, Pengelolaan Perbatasan