ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM: MEMBONGKAR REZIM PENDISIPLINAN ANAK

TRI WURYANINGSIH, Prof. Dr. Sunyoto Usman

2017 | Disertasi | S3 Ilmu Sosiologi

Dalam penanganan anak berkonflik dengan hukum (ABH) di Indonesia, pendekatan restorative justice telah menjadi rezim kebenaran yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Melalui restorative justice, projek normalisasi dan kepatuhan bergeser dari ruang penjara ke ruang keluarga. Disertasi ini bertujuan untuk membongkar rezim pendisiplinan ABH dengan memfokuskan pada kuasa politik negara dalam wacana ABH, kuasa keluarga dalam pendisiplinan ABH, dan konstruksi identitas diri ABH. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Banyumas dengan menggunakan metode kualitatif yang memadukan kerangka berpikir genealogi kekuasaan dengan metode etnografi kritis. Informan dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling, yang terdiri dari: orang tua ABH, ABH, pendamping kemasyarakatan dari Bapas, polisi, jaksa, pengacara, relawan pendamping dari PPT PKBGA Kabupaten Banyumas, aparat pemerintah di Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, satuan bakti pekerja sosial, pensiunan pegawai lapas, dan tetangga ABH. Pengumpulan data dilakukan dengan cara indept-interview, observasi dan dokumentasi. Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan model analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Dalam relasi dengan negara, ABH cenderung diposisikan sebagai subjek kekuasaan pendisiplinan yang terinstitusionalisasikan melalui pembuatan produk hukum dan kebijakan tentang ABH yang berkiblat pada Konvensi Hak Anak. Konvensi ini secara fundamental telah membedakan kategori anak dengan orang dewasa dan membenarkan pemosisian anak sebagai yang harus tunduk dalam hubungannya dengan orang dewasa, dengan demikian hak-hak anak tetap mengakar pada nilai-nilai paternalisme dan proteksi, daripada partisipasi; 2) Dalam upayanya mewujudkan tujuan positif restorative justice, negara dihadapkan pada persoalan nilai-nilai dan konsep tentang anak yang berlaku dalam keluarga dan masyarakat, yang secara umum memposisikan anak sebagai tergantung, belum tahu apa-apa, harus bisa mikul dhuwur mendhem jero, kewajiban menjaga nama baik lingkungan, sehingga anak harus nurut kepada orangtua (orang dewasa), anak tidak memiliki hak suara, dan jika anak dianggap nakal, bandel, ora bisa diomongiseringkali mendapat stigma, tekanan dan kekerasan dari keluarga maupun lingkungannya; 3) Kekuasaan disipliner yang dikembangkan melalui keluarga, kepolisian, balai pemasyarakatan, pusat rehabilitasi, dan bahkan penjara tidak selalu menghasilkan apa yang disebut sebagai tubuh patuh yang dapat dibentuk, ditransformasikan, dan diperbaiki, karena pada kenyataannya anak bukan merupakan objek yang pasif akan tetapi merupakan aktor yang aktif dan memiliki potensi sebagai agen yang mampu melakukan negosiasi bahkan perlawanan atas wacana anak dominan

In the handling of children in conflict with the law (CCL) in Indonesia, the restorative justice approach has become the regime of truth symbolized with the issuance of the Act No. 11 of 2012 on System of Juvenile Criminal Court. The projects of normalization and obedience have shifted from the prison space to the family space through restorative justice. This dissertation aims at uncovering the regime of disciplinary actions on CCL by focusing on the state political power in CCL discourse, the family power in CCL disciplinary actions, and the self-identity construction of CCL. The research was conducted in Banyumas Regency using the qualitative method, which combining the power genealogic framework of thinking using the critical ethnographic method. Informants are selected by the purposive sampling technique, which consists of CCL parents, CCL, social companions from the correctional hall, police, attorney, lawyer, companion volunteer from PPT PKBGA Banyumas Regency, the government apparatus at the Bureau of Women Empowerment and Children Protection, a unit of social workers, prison officer retiree, and CCL neighbors. Data collecting is conducted by in-depth interview, observation, and documentation. The data is analyzed using the descriptive qualitative analysis with the interactive analysis model. The result of research indicates that : 1) In relation to the state, CCL tends to be positioned as the subject of disciplining power institutionalized through the making of product of law and policy on children in conflict with the law, which refers to the Convention on the Rights of the Child. This convention fundamentally has differentiated the categories of children and adults and has justified the positioning of children as those who have to be obedient in relation with adults, therefore, children's rights are still rooted in paternalism values and protection rather than participation; 2) In the effort to realize the positive object of restorative justice, the state is faced with the values and concept of children that are prevailing in their family and society, which generally position the children as those who are dependent on others, know nothing, should be able to mikul dhuwur mendhem jero, must keep their environment good name, so that the children must be nurut (obedient) to their parents or the adults, they have no right to talk, and if they are considered to be naughty, stubborn, and ora bisa diomongi (cannot be advised), they often get stigma, pressure, and violence from their family and environment; 3) Disciplinary power improved through the family, police, the correction bureau, the rehabilitation center, and even the prison does not always bring something called docile body that is not formed, transformed, and repaired, because in fact, children are not the passive objects but they are the active actors and are potential to be the agents that are able to make negotiation even resistance on the dominant children discourse.

Kata Kunci : anak berkonflik dengan hukum, restorative justice, pendisiplinan, identitas