Laporkan Masalah

Analisis pengaruh frekuensi stock repurchase terhadap harga saham: studi kasus perusahaan yang listed di BEJ tahun 1998-2004

Manopo AS., Jimmy, Adv.:I Wayan Nuka Lantara, SE., M.Si

2006 | Skripsi | S1 Management

Stock repurchase atau yang lazim disebut buy back stock bukan merupakan suatu fenomena yang baru dalam praktik perdagangan saham yang ada di pasar saat ini. Secara definitif stock repurchase merupakan salah satu cara manajemen suatu perusahaan untuk membeli kembali saham perusahaan tersebut yang ada di pasar, sehingga dapat mengurangi besamya kepemilikan saham oleh investor atas perusahaan tersebut. Stock repurcahse merupakan salah satu bagian dari kebijakan pendanaan yang menjadi tugas utama seorang manajer keuangan dalam satu perusahaan.



Banyak motif ataupun latar belakang yang mendasari adanya pelaksanaan stock reupurchase yang dilakukan suatu perusahaan,. bukan semata - mata hanya untuk mencari modal atau dana untuk keperluan operasional perusahaan tersebut. Beberapa penelitian telah membuktikannya, antara lain :


1. Li dan McNally (2000) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa mayoritas perusahaan di Kanada melakukan stock repurchase dengan tujuan untuk mengurangi biaya keagenan (agency cost).


2. Rau dan Vermaelen (2000) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan di Inggris melakukan stock repurchase karena didorong oleh kebijakan perpajakan yang ada di negara tersebut.


3. Black (1976) mengungkapkan bahwa perusahaan melakukan stock repurchase dengan tujuan untuk mengambil keuntungan pajak jika dibandingkan dengan membagikan dividenkepada para pemegang saham


4. Barclay dan Smith (1988) dan Stephen (1997) menemukan bahwa motif perusahaan melakukan stock repurchase adalah untuk mendistribusikan excess cash yang dimiliki perusahaan


5. Jagannathan, Stephen dan Weinsbach (1999) mengungkapkan bahwa stock repurchase yang dilakukan perusahaan sebagai salah satu cara dan upaya untuk merombak atau mengubah struktur modal perusahaan


6. Dennis (1990) menemukan bahwa stock repurchase yang dilakukan perusahaan dengan motif sebagai bentuk "pertahanan" perusahaan dari upaya pihak lain dalam melakukan takeover terhadap perusahaan tersebut.



Dalam penelitian yang dilakukan Jagannathan di Amerika Serikat tahun 2001 menemukan adanya perbedaan frekuensi suatu stock repurchase dan perbedaan terse but menimbulkan perbedaan persepsi dan respon investor terhadap kegiatan stock repurchase tersebut. Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan dari kegiatan stock repurchase yang dilakukan perusahaan terhadap harga sahamnya jika dilihat dari frekuensi pelaksanaannya, yaitu infrequent repurchase, occasional repurchase danfrequent repurchase. Juga ditemukan bahwa infrequent repurchase lebih disukai jika dibandingkan dengan freuquent repurchase karena abnormal return yang bisa diraih investor dari infrequent repurchase lebih tinggi jika dibandingkan dengan abnormal return yang diperolah dari frequent repurchase, yaitu 2 - 3 % pada infrequent repurchase dibandingkan dengan 0.86 - 1.37 % pada frequent repurchase.



Penelitian Jagannathan di atas mendorong penulis untuk meneliti fenomena yang sama di Indonesia. Dalam pene1itian ini dapat dilihat apakah fenomen di atas berlaku di Indonesia atau tidak, sekaligus melihat pengaruh stock repurchase secara keseluruhan terhadap abnormal return dari saham yang di buy back.



Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode Paired Sample T- Test yang ditujukan untuk melihat perbedaan abnormal return saham sebelum dan sesudah dilakukannya stock repurchase terhadap 51 event stock repurchase yang terjadi dalam range waktu tahun 1998 - 2004 dan menggunakan metode Independent Sample T- Test yang bertujuan untuk melihat perbedaan abnormal return yang dialami saham perusahaan akibat perbedaan frekuensi pe1aksaaan stock repurchase, yakni infrequent repurchase danfrequent repurchase. Dalam hal ini jumlah perusahaan yang diteliti sebanyak 23 perusahaan yang dibagi menjadi dua kelompok, yakni 11 perusahaan yang tergolong ke dalam frequent repurchase dan 12 perusahaan yang merupakan gabungan antara occasionnaly dan infrequent repurchase yang menjadi satu kelompok dalam infrequent repurchase.



Dalam penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan abonormal return akibat stock repurcahse yang memungkinkan adanya pengaruh event ini terhadap harga saham, yaitu :



1. Kegiatan stock repurchase memiliki pengaruh terhadap perubahan harga saham yang di-buy back. Dari hasil analisis data di atas dapat dilihat bahwa nilai significant T-value pada Paired Sample T-Test yang digunakan untuk melihat perbedaan Cummulative Abnormal Return (CAR) dan Average Abnormal Return (AAR) lebih keeil dari nilai signifikansi n, yaitu -0.342 dan -0.342 dibandingkan dengan 0.05, yang menyebabkan Ho yang menyatakan tidak ada perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah stock repurchase ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa stock repurchase menyebabkan adanya perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah pelaksanaan stock repurchase tersebut.



2. Dari uji Independent Sample T-Tests, dihasilkan nilai t-hitung yang lebih keeil dari nilai t-tabel, yaitu 0.194 untuk perhitungan terhadap CAR, jika dibandingkan dengan nilai t-tabel sebesar 2.0003, dan nirai t-hitung lebih keeil juga juga untuk perhitungan terhadap AAR sebesar 0.189 jika dibandingkan dengan nilai t-tabel sebesar 2.0003, sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan frekuensi stock repurchase tidak membuat adanya perbedaan yang signifikan antara abnormal return kedua jenis tingkat ferkuensi tersebut, dan mungkin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan. Oleh karena itu, walaupun dapat disimpulkan bahwa secara umum kegiatan stock repurchase atau yang lebih kita kenal dengan buy back stock membuat adanya pe bedaan abnormal return saham tersebut sebelum dan sesudah pelaksanaan yang ungkin juga mempengaruhi harga saham saat itu, namun bukan berarti kegi tan tersebut satu - satunya faktor yang mempengaruhi perbedaan abnormal return saat itu, tetapi juga perlu dipertimbangkan hal - hal yang lain, seperti ko disi pasar, kondisi perekonomian negara, stabilitas politik maupun faktor - faktor lainnya yang mungkin mempengaruhi abnormal return maupun harga saham tersebut.

Kata Kunci : Pengaruh, frekuensi, stock repurchase, harga saham, studi kasus, BEJ, 1998 - 2004


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.