Laporkan Masalah

DRAMA DI BOVEN DIGUL KARYA KWEE TEK HOAY: TINJAUAN PASCAKOLONIAL

VITY, Dr. Cahyaningrum Dewojati, M. Hum.

2018 | Skripsi | S1 SASTRA INDONESIA

Penelitian ini membahas bentuk-bentuk operasi kolonialisme, resistensi, dan nasionalisme serta adanya ambivalensi yang terkandung di dalamnya. Oleh sebab itu, baik operasi kolonialisme, resistensi, maupun nasionalisme tidak pernah bersifat utuh. Objek material yang digunakan dalam penelitian ini ialah novel Drama di Boven Digul karya Kwee Tek Hoay yang merupakan karya sastra Melayu Tionghoa, sedangkan teori yang digunakan ialah teori pascakolonial dan khusunya teori pascakolonial Homi K. Bhabha. Adapun teori pascakolonial digunakan untuk menganalisis bentuk-bentuk operasi kolonialisme, resistensi, dan nasionalisme yang ada dalam novel tersebut. Sementara itu, teori pascakolonialisme Homi K. Bhabha digunakan untuk menguraikan ambivalensi-ambivalensi yang membentuk wacana mimikri dan hibriditas di dalam operasi kolonialisme, resistensi, dan nasionalisme pada novel tersebut. Berdasarkan analisis terhadap novel Drama di Boven Digul ditemukan beberapa hasil sebagai berikut. Bentuk-bentuk operasi kolonialisme terbagi ke dalam dua jenis, yakni secara langsung: penangkapan, penahanan, pengawasan, pembatasan akses, dan pembuangan ke kamp Boven Digul, dan tidak langsung: pemerintah tidak langsung melalui petinggi bumiputra, praktik diskriminasi, dan superioritas bahasa dan budaya Eropa. Sementara itu, bentuk-bentuk resistensi pun terbagi menjadi resistensi eksplisit dan implisit. Adapun resistensi eksplisit digambarkan dalam upaya pemberontakan PKI, sedangkan resistensi implisit diwujudkan dalam bentuk mockery terhadap konstruksi pemerintah kolonial. Oleh sebab itu, ditemukan beberapa pembalikan konstruksi inferioritas menjadi superioritas dan juga sebaliknya. Namun, baik operasi kolonialisme maupun resistensi, keduanya tidak pernah beroposisi antara satu pihak dengan lainnya karena adanya hubungan yang ambivalen antara kelompok penjajah dan terjajah. Di samping itu, terkait posisi masyarakat peranakan Tionghoa dalam masyarakat Hindia Belanda, novel Drama di Boven Digul menarasikan nasionalisme yang cenderung mengarah pada memajukan tanah air kini, yakni Indonesia, yang dilatarbelakangi posisi peranakan Tionghoa di Indonesia dan misi religiusitas, dengan masyarakat peranakan Tionghoa berada di belakang layar. Adapun ketionghoaan hanya menjadi penanda identitas etnis bagi kelompok peranakan Tionghoa di tengah masyarakat yang heterogen dengan berbagai macam budayanya. Namun, terdapat kecenderungan untuk membatasi kontribusi peranakan Tionghoa di Hindia Belanda, seperti dalam pemerintahan.

This research examined the forms of colonialism operation, resistance, and nationalism, also the ambivalence cause split among each of them. Material object of this research is Melayu Tionghoa novel, Drama di Boven Digul written by Kwee Tek Hoay, while the theory that was used is postcolonial theory, especially Homi K. Bhabha postcolonial theory. The theory itself was used to analyze the forms of colonialism operation, resistance, and nationalism. In addition, with Homi K. Bhabha postcolonial theory, this research outline the ambivalences that created mimicry and hibridity discourse inside the colonialism operation, resistance, and nationalism in the novel. The results of this study are as follows. The forms of colonialism operation are divided into two types, which are direct: arrest, imprisonment, surveillance, limiting access, and exile to Boven Digul camp, as well as implied: the indirect authority through the bumiputra officials, discrimination; as well as the superiority of European language and culture. Moreover, the forms of resistance are distinguished into two types, which are explicitly and implicitly. The explicit resistance form in the novel was implemented in the PKI rebellion, while the implicit resistance took the form of mockery toward the colonial authority construction. Consequently, this research found several inversions of construction, both from inferiority into superiority and reserve form. However, either the colonialism operation or resistance, never become an opposition between the colonizer and colonized. Furthermore, in terms of peranakan Tionghoa position in the Hindia Belanda society, Drama di Boven Digul narrated nationalism that aim to develop Indonesia as their nation, encouraged by their position in the homeland and religious mission, with the Peranakan plays as the behind the scene subject. In contrast, Tionghoa identity (ketionghoaan) is only seen as ethnic identity signifier for the peranakan Tionghoa in the middle of heterogeneous cultural society. However, there is still a tendency to limit the peranakan Tionghoa contribution in Hindia Belanda, such as in the government field.

Kata Kunci : Drama di Boven Digul, pascakolonial, operasi kolonialisme, resistensi, nasionalisme


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.