Laporkan Masalah

Sapamerentah-Teteu: BIROKRASI ADAPTIF KEBENCANAAN KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI

RIJEL SAMALOISA, S.SOS, M.SI, Prof. Dr. Purwo Santoso, MA ; Dr. Munawar Ahmad, M.Si

2017 | Disertasi | S3 Ilmu Politik

Kajian ini berangkat dari sebuah keinginan untuk mengembangkan birokrasi pemerintahan daerah di Mentawai yang adaptif, yang sanggup mengoptimalkan kapasitas lokal dalam mengelola bencana, khususnya tsunami, tanpa harus kehilangan jati dirinya sebagai instrument penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pencarian model adaptabilitas ini berangkat dari keyakinan bahwa birokrasi ternyata mengadopsi berbagai unsur diluar dirinya untuk hadir dalam perilaku birokrat atau aparatus, sebagaimana dijelaskan oleh Kingsley (1945), Niskanen (1969) situasi co-existential government. Perbedaan, dalam banyak kasus sebenarnya tidak selalu harus dipandang sebagai situasi konfliktual. Inklusifitas sebagaimana diungkapkan dalam gagasan Sapamarentah-Teteu bentuk akomodasi dasar. Dalam konteks ini, partisipasi politik optimum, dimana masyarakat secara sukarela melakukan pekerjaan pemerintah untuk mengatur kebutuhan hidupnya. Dengan acuan tersebut, tacit knowledge tata kelola kegempaan Adat di Mentawai sudah berlangsung lama sejalan dengan sejarah panjang gempa bumi merusak di Sumatera Barat, antara lain adalah Gempa Bumi Padang (1822, 1835, 1981, 1991, 2005 ), Gempa Bumi Singkarak (1943), Gempa Bumi Pasaman (1977, dan Gempa Bumi Agam (2003) menjadi bahan refleksi. Berdasarkan data yang ditemukan, disertasi ini menemukan bahwa Sapamerantah sebagai nama dari bentuk permodelan adaptif antara Weberian dengan tertib Adat. Dengan demikian di Mentawai terdapat ko-eksistensial birokasi kebencanaan, model self dan formal governing. Kehadiran mereka ibarat sepasang tangan yang memiliki dua otak, terkadang satu irama, tetapi sering berbeda irama, yang menciptakan ketidakharmonisan. Sapamerantah merupakan bentuk birokrasi adaptif antara Weberian dengan tertib Adat, sehingga terjadi hubungan timbal balik secara mutual pada semua aspek organisasi, yakni prosedur, struktur, nilai serta nalar. Prosedur adat dilibatkan pada setiap aspek tata kelola kebencanaan, mulai memilih lokasi evakuasi, pembukaan hunian sementara, pembuatan uma, yang selalu melihatkan tradisi Arat Sabulungan, berkolaborasi dengan nalar rasional birokrasi. Operasionalisasi prosedur tersebut melibatkan struktur Adat, seperti Rimata, Sikerei, Laggai, Uma menjadi aspek politik yang simbiotik dengan struktur birokrasi yang dijalankan oleh Sekretariat dan kepala bidang dalam struktur BPBD. Dengan demikian, Sapamarentah-Teteu model hybrid maupun ko-eksistensial, merupakan sikap penghargaan atas kemampuan masing-masing sistem yang bekerja. Sehingga mereduksi siasat-siasat yang berupaya untuk saling kooperatif atas salah satunya. Jika Kingsley dan pengikutnya lebih memfokuskan pada unsur internal maupun eksternal birokrasi, terutama manusia, maka pada kajian ini, meletakkan faktor pengubah birokrasi adalah kerentanan nyawa, Vita, Ergo Civitas Sum (demi nyawa, birokrasi ada)

This research based on real desire for improving local bureaucracy in Mentawai Distric become more adaptively and optimally to enhance local capacity on mega-hazard-management without disappear their own core identity. To seek an adaptive model, it begin from fixed reasiong that beauraucracy can adopted all aspects surrounding itself inserted became behavior and organizational culture (Kingsley (1945), Niskanen (1969) called co-existential government. Indeed, this effort to gain political participating in optimum, which people to govern a common need by self, especially in mega hazards. Mentawai has tacit knowledge on self governing disaster as resulted from their experience a long their live. Mentawai Island like queen on fire, they life a long ago on tremors island, which is closed to disaster, such as tsunami and earth queke. This research found that Sapamarentah-Teteu (local called) is adaptive model among self and formal disaster governing in Mentawai. In other hand, it assumed that local governance and Weberian Governance will simultating to improve adaptive governance on mega hazards. Both prosedures, structures, values, and logics will supporting each others in mutual co-existancy in right time, right place, and right actors. Finally, this modeling resulted two models Sapamarentah-Teteu, are hybrid and co-existencial, its have goal for optimizing efficiency and effectively on governing mega hazards in Mentawai. In other side, also to reduce non-cooperatives governing among them. In this case, this research looking that the major aspect should considered when adaptiving government, is high risk of soul, vita, Ergo Civitas Sum (in the name of soul, government appear)

Kata Kunci : Mentawai, bureaucracy, disaster, earthquake, tsunami

  1. S3-2017-291860-abstract.pdf  
  2. S3-2017-291860-bibliography.pdf  
  3. S3-2017-291860-tableofcontent.pdf