IMPLIKASI BERLAKUNYA ASEAN TRADE IN GOODS AGREEMENT (ATIGA) PADA KEBIJAKAN IMPOR GULA TERHADAP PETANI TEBU DI PROVINSI JAWA TIMUR

RATIH WIDOWATI, Karina Dwi Nugrahati Putri, S.H., LL.M., M.Dev.Prac. (Adv)

2017 | Tesis | S2 Hukum

Tujuan Penelitian ini yaitu: (1) Untuk mengetahui kesesuaian antara pengaturan kebijakan impor gula di Indonesia dengan ketentuan-ketentuan dalam ATIGA dan kaitannya dengan GATT (2) Untuk mengetahui implikasi dari perbedaan tarif bea masuk gula terhadap volume impor gula di Indonesia. (3) Untuk mengetahui implikasi dari meningkatnya volume impor gula dan penerapan tarif bea masuk (impor) gula berdasarkan ATIGA terhadap harga dan kebijakan perdagangan gula petani di wilayah Jawa Timur. Penelitian ini merupakan penelitian normatif empiris yang mengkaji dan meneliti data sekunder dan data primer. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer berupa Permedag No. 117/2015 tentang Ketentuan Impor Gula dan ASEAN Trade In Goods Agreement. Adapun bahan hukum sekunder berupa buku-buku dan jurnal ilmiah. Sedangkan data primer berupa penelitian lapangan yang dilakukan di Kantor Kementerian Perdagangan dan Kantor Asosiasi Petani Tebu Rakyat, adapun responden dalam penelitian ini yaitu : (1) Naek Kresna Tampubolon, (2) Novita Ratna Sari, (3) Tohari, (3) Sutiono, (4) Slamet Raharjo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kesesuaian dan ketidak-sesuaian pengaturan kebijakan impor gula di Indonesia dengan ketentuan ATIGA. Kesesuaian pengaturan kebijakan impor ditunjukkan dengan penerapan tarif bea masuk gula yang mengalami penurunan sesuai jadwal penurunan tarif ATIGA. Ketidaksesuaian pengaturan kebijakan impor terlihat dari pengaturan pembatasan impor gula berdasarkan Permendag No. 117/2015 yang bertentangan dengan Article 41 ATIGA. Implikasi perbedaan tarif bea masuk (impor) gula setelah berlakunya ATIGA membuat tarif bea masuk (impor) gula untuk Negara Anggota ASEAN menjadi lebih rendah dibandingkan dengan tarif bea masuk (impor) umum yang berlaku bagi negara Non-Anggota ASEAN. Perbedaan tarif yang lebih rendah untuk Negara Anggota ASEAN ini mengakibatkan naiknya volume impor gula yang di impor dari Thailand. Implikasi dari tingginya volume impor gula dan penerapan tarif bea masuk (impor) berdasarkan ATIGA menyebabkan harga gula lokal dibeli dengan harga rendah dari petani tebu. Di Jawa Timur sendiri Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 114 Tahun 2010 yang dibuat untuk mencegah gula impor merembes ke pasar petani masih belum mampu mengatasi permasalahan gula impor di Jawa Timur.

The aim of this research are: (1) To find out the conformity of the sugar import policy in Indonesia with the provisions in ATIGA and its relation to GATT. (2) To find out the implications of the difference in Indonesian sugar import tariffs for ATIGA Member States and Non-Member Countries due to the enactment of ATIGA against the volume level of sugar imports in Indonesia. (3) To find out the implication of the level of sugar import volume in Indonesia as a result of the application of ATIGA's provisions on the sugar trading policy of farmers in East Java. This research is a normatif-empiris research, which is examining and researching secondary data and primer data. Secondary data consists of primary legal resource such as Regulation by Minister of Trade No. 117 / M-DAG / PER / 12/2015 on Sugar Import and ASEAN Trade In Goods Agreement. The secondary legal resource is books and journals. While the primary data consist of field research conducted in the Office of the Ministry of Trade and the Office of the Association of Petani Tebu Rakyat. Respondent of this research are (1) Naek Kresna Tampubolon, (2) Novita Ratna Sari, (3) Tohari, (3) Sutiono, (4) Slamet Raharjo. The results show that there is conformity and mismatch of sugar import policy regulation in Indonesia with ATIGA provisions. The compliance of import policy regulation is indicated by the application of reduced sugar import duty tariff according to schedule of ATIGA tariff reduction. Non-compliance with import policy regulation is evident from the regulation of sugar import restrictions based on Permendag. 117/2015 as opposed to Article 41 ATIGA. The implication of the difference in the import tariff on sugar after the entry into force of ATIGA has made the sugar import tariff for ASEAN Member Countries to be lower than the general import tariff applicable to ASEAN Non-Member countries. The lower tariff difference for these ASEAN Member Countries resulted in the increased volume of imported sugar imported from Thailand. The implications of the high volume of sugar imports and the application of import tariffs based on ATIGA cause local sugar prices to be purchased at low prices from sugar cane farmers. In East Java there is Regulation by East Java Governor No. 114/2010 which is made to prevent imported sugar from penetrating into the farmers market but still unable to overcome the problem of imported sugar in East Java.

Kata Kunci : ATIGA, Impor Gula, Tarif, Permendag 117/2015, Jawa Timur, Petani Tebu