Pandangan Skinhead Nonpolitis di Freiburg terhadap Representasi Skinhead di Media Massa

CITTA TRESNATI, Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa-Putra, M.A., M.Phil.

2017 | Skripsi | S1 ANTROPOLOGI BUDAYA

Skinhead adalah subkultur anak muda yang muncul di Inggris pada periode akhir 1960-an. Subkultur skinhead lahir sebagai bentuk perlawanan anak muda kelas pekerja Inggris terhadap masyarakat arus utama pada saat itu. Pada awal kemunculannya, subkultur skinhead menekankan gerakannya pada gaya busana kelas-pekerja serta pada apresiasi terhadap musik ska, reggae dan rocksteady dari Jamaika. Oleh karena itu, subkultur skinhead disebut-sebut sebagai "hasil perkawinan" antara kultur pekerja kulit putih Inggris dan kultur imigran dari Hindia Barat. Selama beberapa tahun, aktivitas dalam subkultur skinhead utamanya hanya berpusat pada gaya busana dan musik, namun pada 1970-an, politik sayap-kanan Inggris mulai memasuki tubuh subkultur skinhead. Akibatnya, subkultur skinhead pun terpecah menjadi beberapa faksi berbasis politik hingga sekarang. Beberapa dekade terakhir, di sebagian besar wilayah di Eropa, subkultur skinhead selalu dikaitkan dengan gerakan-gerakan politik sayap-kanan. Di media massa, kata "skinhead" dan simbolismenya selalu bersinonim dengan "Nazi", "violent group", "racist group" dan lain sebagainya. Kompleksitas sejarah dan aspek heterogenistas dari subkultur skinhead hampir sepenuhnya diabaikan oleh media massa, juga oleh masyarakat. Di kota Freiburg, Jerman, skena skinhead nonfasis dan nonpolitis cukup besar, namun tidak banyak orang yang tahu tentang keberadaan kelompok ini. Sebagian besar masyarakat Freiburg masih mengenal skinhead hanya sebagai kelompok fasis dan pendukung gerakan politik sayap-kanan. Representasi skinhead di media massa, di antara hal lainnya, menjadi alasannya. Dari situ, muncul beberapa pertanyaan: bagaimana sebenarnya representasi skinhead Eropa di media massa saat ini? Bagaimana pandangan kelompok skinhead nonpolitis di Freiburg terhadap representasi skinhead di media massa? Mengapa skinhead nonpolitis di Freiburg tetap bertahan dengan identitas subkultur skinhead, di tengah konteks skinhead di dalam media massa saat ini? Lewat metode observasi partisipasi, wawancara mendalam dan analisis wacana, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap jawaban dari pertanyaanpertanyaan tersebut. Penelitian ini merupakan bagian dari program tridem yang diselenggarakan oleh Universitas Gadjah Mada, Universitas Hasanuddin dan Universitas Albert-Ludwig Freiburg di bulan Juni-Juli 2017. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media massa di Jerman dan di Eropa secara umum telah merepresentasikan subkultur skinhead sebagai kelompok pendukung sayap-kanan yang memiliki watak rasis dan agresif, serta sebagai ancaman bagi masyarakat. Skinhead nonpolitis di Freiburg memandang representasi tersebut sebagai "kutukan", namun juga sebagai "berkah" pada waktu yang sama. Pandangan tersebut merefleksikan identitas-identitas diri mereka: yakni identitas kultural mereka sebagai bagian dari masyarakat Jerman saat ini dan identitas subkultural mereka sebagai skinhead. Pandangan yang melihat representasi skinhead sebagai "berkah" membuat mereka tetap bertahan dalam subkultur ini.

Skinhead is a youth subculture that was emerged in England during the period of 1960's. Skinhead subculture was a form of resistance from young working-class people to the mainstream society at that time. In the earlier days, skinhead subculture emphasized their movement on the working-class-inspired style and on the appreciation of Jamaican ska, reggae and rocksteady music. Therefore, skinhead subculture could be defined as "the result of mixed-marriage" between the English white working-class' culture and the West Indies immigrants' culture. For few years, the activities of skinhead subculture were mainly circled around appreciation of style and music, until in 1970's, the English right-wing politics started to infiltrate the subculture. As a result, the skinhead subculture was fragmented into several political factions. For the last decades, in most part of Europe, skinhead subculture has been connected to the right-wing movement. In the mass media, the word "skinhead" and all of its symbolisms are synonymous with "Nazi", "violent group", "racist", etc. The complex history and the heterogeneity of the subculture has been almost completely neglected by the mass media, therefore by the society. In Freiburg, Germany, the non-fascist, non-political skinhead scene is quite large, but not a lot of people know their very existance. Most people in Freiburg still recognize skinhead only as fascist group and right-wing supporters. The representation of skinhead in mass media, amongst other things, being the culprit. Some questions then come up to the surface: how exactly is the representation of European skinhead in mass media nowadays? How do the nonpolitical skinheads in Freiburg view this representation? Why do the nonpolitical skinhead in Freiburg still hold their skinhead identity on, regarding the context of skinhead in mass media nowadays? Through the participatory observation, in-depth interview and discourse analysis methods, this research aims to reveal the answers of those questions. This research is part of the tridem program organized by Gadjah Mada University, Hasanuddin University and Albert-Ludwig University of Freiburg from June to July 2017. The result has shown that the mass media in Germany and Europe in general represent skinhead subculture as a group of right-wing supporters who tend to be racist and aggressive, and as a threat to the society. Nonpolitical skinhead in Freiburg views this representation both as "curse" and "blessings" at the same time. These views reflect two of their identities that are coexisting: their cultural identity as part of the larger German society today and their subcultural identity as skinheads. Their view of representation of skinhead as "blessings" encourage them to keep engaging in this subculture.

Kata Kunci : skinhead, pandangan, representasi, media massa, identitas, subkultur / skinhead, views, representations, mass media, identity, subculture