Laporkan Masalah

Kemandirian Difabel Daksa Akibat Gempa Pasca Pendampingan di Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD) Bantul, Yogyakarta.

RATIH KUMALA SARI, Danang Arif Darmawan, S.Sos, M.Si

2017 | Skripsi | S1 ILMU PEMBANGUNAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN (SOSIATRI)

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah yang rawan gempa, kejadian gempa pada tahun 2006 merupakan kejadian traumatis bagi masayarakat D.I.Y, salah satu akibat yang ditimbulkan yakni munculnya difabel baru. Kondisi keterbatasan tersebut menimbulkan adanya berbagai permasalahan sosial seperti pengangguran, kekerasan, putus sekolah dan ketidakmampuan difabel dalam mengaakses fasilitas umum. Sebagai respon dari permasalahan pemerintah D.I.Y mendirikan Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas di Kabupaten Bantul, Yogyakarta yang bertujuan untuk memandirikan dan mengembalikan keberfungsian sosial secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Penelitian ini berjudul Kemandirian Difabel Daksa Akibat Gempa Pasca Pendampingan di BRTPD. Fokus dalam penelitian ini yakni peneliti ingin mengetahui kemandirian difabel daksa akibat gempa yang dulu pernah diberdayakan di BRTPD beserta faktor yang mendukung kemandirian tersebut. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan konsep penyandang difabel dan konsep kemandirian. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Peneliti menggunakan teknik Purposive Sampling dan Snowball Sampling dalam menentukan informan. Untuk teknik pengambilan data, peneliti melakukan observasi, wawancara, dokumentas dan studi pustaka. Hasil dari penelitian ini yakni, mayoritas informan penyandang difabel akibat gempa (tuna daksa) yang pernah mengikuti pendampingan di BRTPD sudah mandiri dan dapat melanjutkan hidup namun kemandirian yang diperoleh tidak berhubungan dengan program rehabilitasi terpadu yang dilakukan BRTPD, baik rehabilitasi medis, sosial maupun vokasional karena program yang dimaksud kurang memberikan manfaat bagi informan hal tersebut dikarenakan program dalam pelaksanaannya masih kurang optimal dan sejak awal sudah banyak terjadi kesalahan seperti banyaknya program yang terdistorsi dan dilaksanakan tidak dengan instrument yang jelas. Meskipun begitu, BRTPD memiliki sistem pengasramaan dan fasilitas yang baik sehingga mampu menjadi salah satu kontribusi dalam mendukung kemandirian informan. Faktor lain yang mendukung kemandirian informan yakni adanya dukungan dari keluarga, teman – teman sesama difabel serta pengalaman di masa lalu sehingga, meskipun program rehabilitasi tidak berjalan dengan baik informan tetap bisa mandiri. Informan kini juga sudah dapat bekerja meskipun mayoritas pekerjaan yang dimiliki tidak sesuai dengan ketrampilan yang pernah diikuti di BRTPD. BRTPD juga tidak melaksanakan monitoring langsung terhadap alumni sehingga banyak dari mereka yang akhirnya tidak mampu memanfaatkan bantuan dengan baik dan menjual bantuan tersebut.

Special Region Yogyakarta have experienced traumatic earthquakes in 2006 which bringing up of people with disability. Such condition leads to various social problems sort of unemployment, violence, as well as dropping out in accessing public facilities. In response to the problems, the government established the Integrated Rehabilitation Center for Disabled Persons (BRTPD) in Bantul Regency, Yogyakarta, which aims to establish and restore social functioning comprehensively in social life. This research would examine the indipendent of disable people post the earthquake that was once empowered in BRTPD. This study uses both concept of persons with disabilities as well as the independence. While the research method used is a descriptive qualitative method. Researcher use technique of purposive sampling and Snowball Sampling in determining informant. For data retrieval techniques, researchers conducted observations, interviews, documentation, and literature study. The result of this research shown that the majority of informants with disabilities due to the earthquake that has followed the assistance at BRTPD are independent and able to continue their life. Although the benefit obtained is not related to BRTPD integrated rehabilitation program, either medical, social or vocational rehabilitation because the program is fewer benefits for informants that is because the program in its implementation is remains of problem due to many mistakes such as the number of programs that are distorted and implemented not with clear instruments. Nevertheless, BRTPD has a great facilitation system that might contribute to supporting informants independence. Should be highlighted, the other factors which supporting of beneficiaries independence are family and peer group support as well as their experience in the past so that, even though the rehabilitation program is not running supposed, the informers can still on independent. Informants are now also able to work although the majority of the work they have does not fit with the skills that have been followed in BRTPD. BRTPD also does not carry out direct monitoring of the alumni so that many of them are unable to take benefit advantages.

Kata Kunci : Penyandang Difabel, Tuna daksa, Gempa Yogyakarta, BRTPD, kemandirian.