KERAGAMAN FISIOLOGIS DAN GENETIK Monascus spp. YANG DIISOLASI DARI ANGKAK PENGHASIL PIGMEN MERAH DAN SITRININ

SUSANA RISTIARINI, Prof. Dr. Ir. Endang Sutriswati Rahayu, MS; Dr. Ir. M. Nur Cahyanto, MSc; Dr. Jaka Widada, MP

2017 | Disertasi | S3 Ilmu Pangan

INTISARI Angkak merupakan hasil fermentasi nasi oleh Monascus spp. yang menghasilkan metabolit sekunder yang bermanfaat seperti pigmen untuk pewarna makanan, monakolin untuk penurun kolesterol, asam dimerumik sebagai antioksidan dan senyawa organic lain yang berfungsi sebagai penambah cita rasa makanan. Angkak diyakini pula sebagai pemacu pertambahan trombosit bagi penderita demam berdarah. Namun demikian, Monascus spp. juga menghasilkan mikotoksin yang dikenal sebagai citrinin yang bersifat nephrotoxic dan hepatotoxic. Pigmen dan mikotoksin dihasilkan melalui jalur biosintesis yang sama yaitu jalur poliketida sintase. Pada jalur tersebut terdapat titik percabangan produksi pigmen dan sitrinin, yaitu senyawa tetraketida. Produksi pigmen dan citrinin dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan dan substrat) dan internal (spesies dan strain Monascus). Adanya citrinin dalam angkak menyebabkan kendala penerimaan angkak di beberapa Negara, walaupun di Indonesia belum diatur dosis aman penggunaan angkak. Tujuan umum dari penelitian ini adalah memahami keragaman genetik dan fenotipik Monascus yang berasal dari angkak serta keragaman dalam menghasilkan warna dan sitrinin. Untuk mencapai tujuan umum tersebut dilakukan empat tahap penelitian. Tahap pertama, analisis hubungan nilai warna dan kadar sitrinin dalam angkak komersial. Tahap kedua, isolasi dan identifikasi Monascus spp., untuk mengetahui keragaman spesies dan intraspesies Monascus dari angkak secara fenotipik (makroskopis dan mikroskopis) dan genetik molekuler. Tahap ketiga, analisis pembentukan warna dan sitrinin dari isolat-isolat Monascus hasil isolasi dari angkak dan keragaman fisiologis pembentuk sitrinin melalui identifikasi sekuen asam amino berdasarkan gen kunci (gen ctnA dan tra). Tahap keempat, analisis pembentukan warna dan sitrinin pada media yang diperkaya dengan asam lemak laurat dan asam amino glisin sebagai prekursor pembentuk warna. Hasil dari penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara nilai warna dan kadar sitrinin dalam angkak komersial (n=30). Angkak berwarna merah ungu gelap (L 35,62; hue 17,4; kroma 18,15) sampai merah terang (L 41,75; hue 22,52; kroma 23,10). Kadar sitrinin dari angkak komersial berada pada kisaran yang luas yaitu 17,54 ppm sampai 124,68 ppm. Spesies Monascus dari angkak yang terdapat di Indonesia adalah hanya Monascus purpureus, tetapi dari satu spesies tersebut terdapat keragaman intraspesies yang ditunjukkan oleh perbedaan fenotipik (morfologis dan karakter kultur). Pengambilan kesimpulan bahwa hanya Monascus purpureus dalam angkak di Indonesia diperkuat dari hasil pengujian sekuen DNA dengan primer Internal Transcribed Spacer (ITS) dan parsial beta tubulin. Berdasarkan perbedaan tempat pengambilan sampel dan perbedaan fenotipik tersebut diperoleh 48 isolat Monascus purpureus. Analisis keragaman genetik antar sub-populasi dilakukan berdasarkan asal sampel dan warna isolat. Perbedaan keragaman genetic terkecil adalah sampel dari Semarang dan Pontianak, sedangkan yang terbesar adalah dari Jakarta dan Surabaya. Dari sisi variasi warna isolat, keragaman genetik terkecil adalah isolat dengan warna B (jingga sangat pucat sampai putih). Monascus purpureus mempunyai kedekatan hubungan dalam menghasilkan sitrinin dengan Monascus ruber M7 dan Monascus aurantiacus. Berdasarkan analisis produksi warna dan sitrinin 48 strain Monascus purpureus diperoleh bahwa produksi warna dan sitrinin tergantung oleh strain Monascus purpureus. Strain Monascus purpureus penghasil total pigmen rendah atau rasio 500/400 rendah mempunyai kecenderungan membentuk sitrinin yang rendah. Penambahan asam laurat (0,5%) dapat menurunkan produksi sitrinin hingga 28,40% tanpa meningkatkan produksi warna. Glisin mempunyai peran penting dalam peningkatan warna dan penurunan sitrinin. Kombinasi perlakuan penambahan glisin 1% dan asam laurat 0,5% dapat menurunkan kadar sitrinin hingga hampir 50%.

ABSTRACT Angkak is the product of rice fermentation by Monascus spp. which produces secondary metabolite, which is useful like pigment for food coloring, monacoline for reducing cholesterol, dimerumic acid as antioxidant and other organic compounds which are useful for adding food taste. Angkak is also believed as the driver of platelets growth for dengue fever patients. However, Monascus spp. can also produces mycotoxin which is also known as citrinin which is nephrotoxic and hepatotoxic. Pigment and mycotoxin are produced through the same biosynthesis pathway that is polyketide synthase. A point of pigment and citrinin production branching is found in that pathway, that is tetraketide compound. Pigment and citrinin productions are influenced by external factors (surroundings and substrate) and internal factors (species and Monascus strain).The presence of citrinin in angkak causes some problem of acceptance of angkak in some countries, even though the save dosage of angkak usage has not been regulated in Indonesia. The general purposes of the research were to assess the genetic and phenotypic diversity Monascus which derived from angkak, and also to measure the variation of its colors product and citrinin., Four research stages were conducted to achieve the purposes. Fistly, analyze the corelation between color values and citrinin content in commercial angkak. Secondly, isolation and identification of Monascus spp. to assess the species and intra-species diversity of Monascus derived from angkak, both phenotypically (macroscopic and microscopic) and molecular genetically. Thirdly, analyze the color and citinin producted by the isolated Monascus and its physiological diversity of citrinin producer- by amino acid sequences identification based on the key genes (ctnA and tra). Fourtly, analyse the color and citrinin production of Monascus spp. which was isolated on enriched media (lauric fatty acid and amino acid glycine as the precursor of color producer). The result of the research showed that there was no corelation between color value and citrinin amount in commercial angkak (n=30). The color of angkak was dark red purplish color (L 35, 62; hue 17, 4; Chroma 18, 15) to bright red (L 41, 75; hue 22, 52; Chroma 23, 10). The amount of citrinin produced by commercial angkak was in a wide range between 17,54 ppm until 124,68 ppm. Phenotypic identification suggested that the Monascus derived from angkak in Indonesia was Monascus purpureus. However, morphological and culture character variations among the isolates were observed. The conclusion was congruent with the molecular identification based on DNA sequences of Internal Transcribed Spacer (ITS) and partial beta tubulin. Based on samples taken on different places and phenotypic differences, 48 Monascus purpureus isolates were obtained. Genetic diversity analysis among sub-population was conducted based on the origin of samples and the color of the isolates. The analysis revealed that the smallest Nei genetic distance was between Semarang and Pontianak samples, meanwhile the biggest differences was between Jakarta and Surabaya samples. Meanwhile based on genetic diversity of the color isolates variations point of view, the smallest genetic diversity was isolates with B colors (very pale orange until white). M. purpureus has a close proximity in producing citrinin with Monascus ruber M7 and Monascus auranticus. The results of the color and citrinin productions of 48 M. purpureus isolates suggested that the productions was isolate depended. There was a tendency that the M. purpureus strain with lower pigment production or low in 500/400 ratio will produce a lower cirinin. The addition of lauric acid (0.5%) and glycine (1%) on rice media were increasing the color forming and lowering citrinin production until 50%.

Kata Kunci : red yeast rice, Monascus purpureus, phenotypic, genotypic diversity