KAJIAN SINKRONISASI ESTRUS HORMON PROSTAGLANDIN F2 ALFA SECARA INTRAMUSCULAR DAN INTRAVAGINAL SPONS TERHADAP KUALITAS ESTRUS, PROFIL HORMON PROGESTERON DAN KEBUNTINGAN KAMBING

FARADINA KUSUMA S, drh. Agung Budiyanto, M.P., Ph.D.; drh. Yuda Heru Fibrianto, M.P., Ph.D.

2017 | Tesis | S2 Sain Veteriner

Kambing betina memiliki waktu estrus singkat dan tingkah laku kawin kadang tidak tampak sehingga kinerja reproduksi rendah. Penerapan teknologi dapat meningkatkan kinerja reproduksi. Teknologi yang menunjang untuk diaplikasikan adalah sinkronisasi estrus. Pemberian hormon prostaglandin F2 Alpa merupakan metode yang dapat diaplikasikan pada kambing dan akan memengaruhi kinerja reproduksi betina. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efek metode pemberian hormon prostaglandin F2 Alpa secara intramuscular dan intravaginal spons serta mengetahui dosis pemberian hormon prostaglandin F2 Alpa secara intravaginal spons terbaik dalam mempengaruhi kualitas estrus, profil hormon progesteron dalam darah serta kebuntingan kambing betina. Penelitian ini menggunakan 24 ekor betina dengan kriteria pernah beranak, tidak bunting, berumur 3-5 tahun, bobot tubuh 35-50 kg dan dalam keadaan sehat yang dibagi dalam 3 kelompok perlakuan. Kelompok 1 diberi perlakuan intramuscular hormon prostaglandin F2 Alpa (8.25 mg/ekor), kelompok 2 diberi perlakuan intravaginal spons hormon prostaglandin F2 Alpa (5.5 mg/ekor) dan kelompok 3 diberi perlakuan intravaginal spons hormon prostaglandin F2 Alpa (2.75 mg/ekor). Deteksi estrus dilakukan dengan pengamatan visual, perkawinan dilakukan menggunakan pejantan terlatih, pengujian kadar hormon progesteron dengan kit ELISA dan pemeriksaan kebuntingan dengan USG. Hasil penelitian dianalisis menggunakan ANOVA dan T-Test. Hasil statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan persentase estrus dan kawin alam (P>0.05) pada perlakuan pemberian hormon prostaglandin F2 Alpa intravaginal spons (5.5 mg/ekor) dan intramuscular (8.25 mg/ekor). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar perlakuan pemberian hormon prostaglandin F2 Alpa intravaginal spons (5.5 mg/ekor) dan intramuscular (8.25 mg/ekor) dalam menghasilkan kebuntingan. Terdapat perbedaan kualitas estrus (P<0.05) saat awal estrus di setiap kelompok dan tidak terdapat perbedaan kualitas estrus (P>0.05) pada setiap kelompok saat puncak estrus. Terdapat perbedaan kadar hormon progesteron pada kelompok pemberian secara intravaginal spons dengan dosis 5.5 dan 2.75 mg/ekor. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu pemberian hormon prostaglandin F2 Alpa pada kambing betina secara intravaginal spons (5.5 mg/ekor) mampu menghasilkan kualitas estrus dan kebuntingan yang tidak berbeda dengan pemberian secara intramuscular (8.25 mg/ekor) serta metode pemberian hormon prostaglandin F2 Alpa secara intravaginal spons dengan dosis 5.5 mg/ekor dapat dilakukan untuk memunculkan estrus, menurunkan kadar hormon progesteron dan menghasilkan kebuntingan pada kambing betina.

Female goats has a short estrous time and behavior of mating sometimes invisible so that reproductive performance is low. The application of technology can improve reproductive performance. Technologies that support to be applied is estrous synchronization. Prostaglandin f2 Alpha hormone administration can be applied to goats and will affect female reproductive performance. This study aims to determine the different effects of Prostaglandin F2 Alpha hormone administration by intramuscular and intravaginal sponge method and know the best of dosage Prostaglandin F2 Alpha hormone in intravaginal sponge method in affecting estrous quality, progesterone hormone profile in blood and female goats pregnancy. This study uses 24 female goats who had birth, not pregnant, 3-5 years old with a body weight 35-50 kilos and in good condition. Goats were divided into 3 treatment groups. Group 1 was treated with intramuscular of Prostaglandin F2 Alpha hormone (8:25 mg/head); group 2 was treated with intravaginal sponge of Prostaglandin F2 Alpha hormone (5.5 mg/head); and group 3 was treated with intravaginal sponge of Prostaglandin F2 Alpha hormone (2.75 mg/head). Estrous detection was performed by visual observation and mating was performed by bulls, progesterone levels tested with kit ELISA and pregnancy examination with ultrasonography. The results were analyzed used ANOVA and T-test. The result of statistical calculation showed that there is not difference of estrous percentage and natural mating (P> 0.05) on the treatment of Prostaglandin F2 Alpha hormone intravaginal sponges (5.5 mg/head) and intramuscular (8.25 mg/head). There is not significant difference between the treatment of the hormone Prostaglandin F2 Alpha intravaginal sponges (5.5 mg/head) and intramuscular (8.25 mg/head) in product pregnancy. There are difference of estrous quality (P <0.05) at the beginning of estrus in each treatment group. There are difference of estrous quality (P> 0.05) in the group of intravaginal sponges and intramuscular administration at the height of estrous. There was a difference in the hormone levels of progesterone (P <0.05) in the intravaginal sponge group of Prostaglandin F2 Alpha hormone with a dose of 5.5 and 2.75 mg/head. The conclusions of this study were Prostaglandin F2 Alpha hormone on female goat in intravaginal sponge (5.5 mg/head) Capable of producted on estrous quality and pregnancy, which was not different from the intramuscular (8:25 mg/head) method And intravaginal sponge Prostaglandin F2 Alpha hormone method with a dosage of 5.5 mg/head can be performed to give rise to estrus, Lower levels of progesterone and produce pregnancy in female goats.

Kata Kunci : Estrus, Hormon progesteron, Hormon prostaglandin F2 Alpha, Intramuscular, Intravaginal spons, Kebuntingan, Sinkronisasi estrus/estrous, estrous synchronization, Intramuscular, Intravaginal sponge, progesterone hormone, pregnancy, Prostaglandin F2 Alpha ho