Pergeseran dan Pemaknaan Tradisi Nyumbang Dalam Pernikahan (Studi Tentang Pergeseran Makna Tradisi Nyumbang di Dusun Jatirejo, Desa Sendangadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Yogyakarta)
RATRI, Franseska Dian, Soeprapto
2014 | Skripsi | SosiologiABSTRAKSI Kehidupan masyarakat Jawa tidak dapat dilepaskan dari serangkaian tradisi atau upacara adat seremonial yang berkaitan dengan siklus daur hidup manusia. Salah satu tradisi yang masih dilestarikan di masyarakat pedesaan adalah tradisi nyumbang dalam pernikahan. Nyumbang dimaksudkan untuk membantu meringankan beban orang yang menggelar hajatan. Sumbangan berupa barang atau jasa diberikan kepada warga yang menggelar hajatan agar beban yang dipikul penyelenggara hajatan tidak terlampau berat. Nyumbang merupakan wujud solidaritas sosial di masyarakat dan sudah berlangsung sangat lama. Tradisi nyumbang mengandung nilai resiprositas (timbal-balik) yakni bentuk tolongmenolong yang didasari adanya kepentingan yang sama dalam hidup bermasyarakat. Hubungan timbal-balik tersebut berlangsung terus-menerus, silihberganti, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Tradisi nyumbang tetap ada seiring dengan perkembangan jaman, namun terdapat pergeseran-pergeseran yang membuat nilai asli dari tradisi nyumbang berubah. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan pergeseran dan alasan pergeseran tradisi nyumbang, serta bagaimana masyarakat Dusun Jatirejo, Desa Sendangadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Yogyakarta memaknai tradisi nyumbang dalam pernikahan. Peneliti menggunakan teori solidaritas sosial dan teori pertukaran sosial untuk menganalisa pergeseran dan pemaknaan tradisi nyumbang. Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan cara observasi, wawancara, penelitian pustaka, dan penggalian dokumentasi. Informan peneliti adalah keluarga yang sudah pernah menyelenggarakan hajatan pernikahan, keluarga yang sudah pernah menyumbang hajatanpernikahan, tokoh masyarakat, dan sesepuh desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk nyumbang yang semula berwujud barang atau jasa kini berganti menjadi uang. Pergeseran juga terlihat dalam waktu nyumbang yang semula dalam jangka waktu yang lama (2 minggu sebelum hajatan) menjadi dipersingkat menjadi 3 hari sebelum hajatan karena alasan keefektifan, kepraktisan, dan mengikuti trend yang berkembang di kota. Nilai-nilai solidaritas yang terkandung dalam tradisi nyumbang juga berubah menjadi nilai tukar yang menerapkan standar dan sanksi sosial. Sumbangan yang seharusnya merupakan bentuk bantuan bagi mereka yang mengalami kesulitan, justru menjadi beban tersendiri bagi masyarakatnya. Sumbangan sebagai tanda solidaritas kini diwarnai oleh kepentingan-kepentingan sosial dan finansial. Dengan menyumbang, seseorang dapat menaikkan status sosialnya di mata masyarakat melalui jumlah sumbangan yang diberikan. Dalam hal ini nyumbang mengandung nilai timbal balik. Masyarakat menginginkan apa yang diberikannya dibalas sebanding oleh orang yang pernah menerimanya. Jika resiprositas ini tidak terpenuhi maka akan ada sanksi sosial seperti cibiran atau gunjingan dalam masyarakat. Masyarakat yang terlibat membantu hajatan bukan lagi atas dasar keikhlasan untuk membantu, tetapi lebih kepada adanya timbal balik dari kerjasama yang mereka sepakati.Kata kunci: nyumbang, hajatan, perkawinan, tradisi Jawa, resiprositas, pertukaran,investasi sosial dan finansial.
Kata Kunci : Budaya Jawa