Diskriminasi Pelayanan di Rumah Sakit
FAUZIi, Arief Rachmat , Erwan Agus Purwanto
2012 | Skripsi | Manajemen dan Kebijakan Publik (dh. Ilmu Administrasi Negara)Diskriminasi merupakan tindakan yang tidak seimbang antar masyarakat dimana terdapat pembatasan, pelecehan, maupun pengucilan secara langsung maupun tidak langsung. Diskriminasi bisa terjadi dimana saja, tidak terkecuali di rumah sakit yang merupakan tempat pelayanan umum. Dalam pene litian ini peneliti membagi dua bentuk diskriminasi. Yang pertama bentuk diskriminasi pelayanan publik secara langsung, diantaranya ialah; pemberian informasi; proses administrasi; antrian loket; operasi pasien; kebersihan ruang perawatan; implementasi kebijakan seperti implementasi dari tata tertib dan peraturan yang dibuat oleh rumah sakit serta PERMENKES Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit, Bab IV Rumah Sakit Umum Ba gian Kesatu, Pasal 7, Ayat 8 yang menjelaskan bahwa “Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 1:1 dengan kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di Rumah Sakit.” Sedangkan bentuk diskriminasi pelayanan publik yang dilakukan ol eh petugas pemberi layanan yang pertama adalah perawat bentuk diskriminasinya adalah sikap tanggap dari perawat kepada pasien antar kelas; Sikap dalam bertutur kata dan berperilaku perawat antar pasien; Cara melayani perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien; Perawat mana yang memberikan perawatan kepada pasien; Waktu yang diluangkan perawat untuk melayani pasien antar kelas; serta Pemberian informasi yang kurang jelas. Temuan dari perilaku dokter yang diksriminatif diantaranya adalah; dokter cenderung lebih senang melayani pasien yang bersedia membayarnya lebih (status kelasnya tinggi); Dokter lebih memprioritaskan melayani pasien yang berasal dari kelas dua, satu, dan suite room; Perbedaan dokter yang merawat di bangsal dengan dokter yang merawat pasien di paviliun; serta Sikap dan tindakan dari dokter kepada pasien. Yang kedua diskriminasi tidak langsung, bentuk -bentuk dari diskriminasi tersebut diantaranya adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit, Bab I tentang Ketentuan Umum, Pasal 1, Ayat 4 yang menjelaskan tentang, “Klasifikasi Rumah Sakit adalah pengelompokan kelas Rumah Sakit berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan.” Hal tersebut menandakan bahwa rumah sakit dikelompokkan pada kelas yang berdasarkan pada fasilitas dan kemampuan pelayanan yang diberikan kepada pasien. Diskriminasi tidak langsung lainnya adalah tentang fasilitas umum yang disediakan oleh rumah sakit. Berbagai macam bentuk-bentuk diskriminasi di atas tentunya dapat berdampak negatif kepada pasien. Khususnya bagi pasien kelas tiga yang berlatar belakang dari masyarakat yang tidak mampu. Minimnya biaya membuat mereka sulit untuk berobat, disatu sisi dari latar belakang mereka sebagai masyarakat tidak mampu pendidikan mereka juga rendah, karena biaya untuk sekolah bagi mereka 139 masih sulit. Hal tersbut yang membuat mereka tidak paham terkait dengan hak dan kewajiban konsumen/pasien. Karena tidak pahama tersebut mereka diam saja dan menikmati tindakan diskriminasi yang diberikan kepada mereka. Terdapat beberapa saran dari peneliti terkait dengan penelitian ini , saran yang pertama ialah pemahaman dari pasien akan hak dan kewajiban mereka. Dengan semakin pemahamannya pasien akan hak dan kewajibannya harapannya tindakan-tindakan yang dirasa menjerumus ke arah diskriminasi dapat di cegah. Yang kedua tentang kebijakan dari pemerintah maupun rumah sakit harus netral dan tidak menguntungkan pihak tertentu. Pada dasarnya rumah sakit umum (milik pemerintah) ialah rumah sakit yang harus berpihak kepada rakyat dan tidak mencari keuntungan belaka. Yang terkahir terkait dengan perilaku petugas pemberi layanan harus lebih ramah kepada semua pasien, karena mereka seutuhnya dibayar/digaji oleh pemerintah (pemerintah mendapatkan pendapatan dari masyarakat). Tentunya dalam setiap metode penelititan memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan pendekatan etnografi pada penelitian kualitatif ini diantaranya; data lebih akurat karena informasi yang di dapat langsung dari informan; informan mampu menjelaskan secara detail seolah -olah tidak terdapat pemisah antara peneliti dengan informan; pengujian data dapat dilakukan secara langsung, dengan pemeriksaan sejawat (berdiskusi) maupun perpanjangan keikutsertaan dalam melakukan penelitian (dengan menggunakan teknik pengumpulan data observasi partisipan selama dua bulan); dapat mengakses kesegala tempat di Bangsal “D”; dan tidak perlu mengurus administrasi/birokrasi yang berbelit untuk memperoleh data/informasi. Sedangkan kekurangannya; wak tu peneliti banyak terbuang untuk bekerja (sebagai cleaning service); posisi peneliti sebagai cleaning service yang berada di hierarki terendah dalam rumah sakit membuat peneliti sering dibentak -bentak dan dimarahi; capek, karena kegiatan sebagai cleaning service; dan resiko untuk tertular penyakit cukup besar.
Kata Kunci : Pelayanan Kesehatan ; Diskriminasi