Laporkan Masalah

Lakon Kartelisasi Transformasi Partai Massa Menuju Partai Kartel: Studi Kasus Partai Amanat Nasional Kota Prabumulih, Sumatera Selatan

SYEFIRA, Miranda, Ratnawati

2012 | Skripsi | Politik dan Pemerintahan (dh. Ilmu Pemerintahan)

PAN Kota Prabumulih provinsi Sumatera Selatan ‘sempat’ menjadi partai massa selama tahun-tahun awal berdirinya dan memiliki karakter demokrasi intra partai yang tinggi. Tak butuh waktu lama, PAN Prabumulih menghadapi berbagai momentum transisional, termasuk pemekaran wilayah dan perubahan UU Pemilu, momentum di mana proses demokrasi internal partai dalam Musyawarah Daerah II tahun 2002 memiliki celah untuk disisipi kepentingan pihak luar. Faksi pragmatis yang memenangkan Musyawarah Daerah I lalu membuka jalan bagi masuknya paham baru pengelolaan partai: menjauhkannya dari massa, mencapai bentuk catch-all dan tidak berhenti di situ saja, namun terus menuju bentuk yang paling menguntungkan elit partai yang sedang berkuasa. Puncak perubahan drastis terjadi pada Musyawarah Daerah III tahun 2010: partai dipenuhi dengan konspirasi vertikal-horizontal dan penurunan derajat demokrasi intra-partai sampai ke titik di mana oposisi dibabat habis dan konstitusi partai tidak berfungsi. Dalam waktu satu dekade, PAN Prabumulih meninggalkan massa sama sekali dan mekanisme demorasi internalnya bertransformasi menuju bentuk kartel. Tahapan-tahapan transformasi ini disebut kartelisasi. Studi ini menunjukkan dinamika internal dalam sebuah partai yang sedang mengalami kartelisasi—khususnya pada proses puncak di Muyawarah Daerah III. Kartelisasi tidak terlepas dari simbiosis mutualisme antara para aktor yang terlibat ataupun melibatkan diri dalam proses demokrasi internal, dibantu peran broker, guna mencapai keuntungan maksimal dari proses demokrasi internal yang berpuncak pada musyawarah partai. Dengan langkah-langkah kartelisasi yang dilakukan, musyawarah sebagai puncak demokrasi internal, menjadi sandiwara yang dijalankan dalam skenario yang sudah diatur. Menariknya, hasil penelitian menunjukkan bahwa meski PAN Prabumulih sedang menuju ke bentuk kartel, terdapat kecenderungan bahwa bentuk kartel yang akan dihadapi menjadi unik karena lebih berpeluang membahayakan negara ketimbang menjadi agen negara, apalagi agen massa. Secara organisasi PAN Prabumulih menjadi partai milik pribadi, alat untuk mengakomodasi kepentingan pribadi elit alias ketua partai dan kerabatnya. Bentuk partai kartel milik pribadi ini jauh lebih berbahaya dari partai kartel saja, karena organisasi partai beserta dana yang diburu partai dari pemerintah tidak dipergunakan sebagai tulang punggung partai, sebagai upaya memperkaya diri dan menjadi perahu menuju jabatan politik. Penelitian ini mereduksi cara melihat pergeseran tipe kepartaian pada level lokal dengan dimensi demokrasi intra-partai, sementara kacamata necessary condition dan sufficient condition digunakan untuk menjawab penyebab kartelisasi. Telah ada penelitian yang membuktikan bahwa sistem kepartaian di Indonesia menyebabkan partai-partai menjadi partai kartel, namun belum ada yang menganalisis bagaimana sebuah partai bertransformasi menjadi partai kartel (kartelisasi) dari dalam tubuh partai itu sendiri, dengan pengaruh yang khas intra-partai dan khas lokal. Dengan mengambil dimensi perubahan demokrasi intra-partai, akan ditemukan jauh lebih banyak variasi perilaku partai yang dapat memperkaya ciri khas dan pemahaman tentang partai kartel, atau bahkan mempersiapkan ancang-ancang akan kemunculan tipe partai yang merupakan mutasi dari partai kartel—yang mungkin jauh lebih berbahaya dari segala segi—karena kita sedang membicarakan konteks Indonesia, dengan latar dan budaya politik yang khas Indonesia. Kata Kunci: Partai Massa, Partai Catch-All, Partai Kartel, Kartelisasi, Transformasi, Demokrasi-Intra Partai, necessary condition, sufficient condition.

Kata Kunci : Partai


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.