Isi Pesan Simbol-Simbol ”Tradisi Upacara Adat Omed –Omedan” (Studi Kasus mengenai Isi Pesan Simbol dalam Tradisi Omed-omedan di Banjar Kaja Desa Sesetan Denpasar Bali)
WIJAYANTI, Luh Novy , Widodo Agus Setianto
2011 | Skripsi | Ilmu KomunikasiBudaya merupakan salah satu media komunikasi tradisional untuk menyampaikan pesan dalam masyarakat. Seni dan tradisi merupakan bagian dari budaya yang seharusnya dilestarikan karena merupakan identitas daerah itu sendiri. Seperti halnya budaya dalam bentuk tradisi, dalam penyampaian pesannya kepada masyarakat menggunakan simbol-simbol dimana memiliki makna dan nilai-nilai spiritual yang sangat berpengaruh kepada kehidupan masyarakatnya. Simbol-simbol yang menyiratkan makna lebih banyak berupa simbol nonverbal yang bisa dirasakan dan dilihat dengan panca indera kita sendiri meskipun pada akhirnya orang-orang memiliki interpretasi berbeda-beda terhadap masing-masing simbol yang ada. Di Bali sistem religi dan seni tradisi saling berkaitan dimana kepercayaan di Bali dipengaruhi niskala (dunia lain dibawah alam sadar manusia). Seni dan tradisi digunakan dalam melakukan ritual terkait sesuai dengan kepercayaan ataupun sistem religi setempat dan seakan berusaha memelihara emosi keagamaan pengikutnya sehingga sistem keyakinan juga upacara keagamaannya sangat kuat. Yang menjadi kajian penelitian adalah tradisi upacara adat omed-omedan di Banjar Kaja Sesetan Denpasar Bali. Upacara adat omed-omedan diselenggarakan hanya satu kali dalam setahun yakni pada saat ngembak geni Nyepi (sehari setelah nyepi). Peluk cium sebagai inti upacara yang merupakan simbol dalam omed-omedan ini kemudian memiliki banyak penafsiran makna dalam masyarakat terutama bagi para masyarakat pendatang dan juga para wisatawan domestik lainnya. Mereka cenderung memaknai peluk cium sebagai sesuatu yang intim dan tidak layak ditampilkan di depan umum apalagi untuk menjadi sebuah tradisi yang tetap dilestarikan. Kekhawatiran pun bermunculan yang membuat mereka khawatir akan pergeseran makna pesan yang terkandung tradisi tersebut. Penelitian pun dilakukan demi mencari suatu kebenaran akan representasi suatu visualisasi yang akan dikomunikasikan maknanya kepada semua orang yang menikmati tradisi ini serta menjawab kekhawatiran beberapa pihak akan makna dari peluk cium yang sesungguhnya dari seni tradisi tersebut. Teori dasar mengenai tradisi secara umum didefinisikan sebagai suatu media sosial dalam masyarakat tertentu dimana mengajarkan orang pada suatu kelompok untuk memahami pola perilaku yang dilakukan dalam menjalani kehidupannya. Tradisi biasanya menjadi pengikat semua hal yang dilakukan sekelompok orang dimana kemudian menjadi suatu hal yang rutin dilaksanakan karena berbagai alasan yang pada intinya bertujuan untuk keharmonisan bersama dalam lingkungan tersebut. Kajian simbol nonverbal dalam tradisi merujuk kepada pemaknaan terhadap tanda-tanda visual didalamnya. Tanda bahasa tubuh dari pelaku tradisi, tanda nonverbal dalam perlengkapan tradisi dan lainnya merupakan bagian dari simbol yang telah diteliti. Dalam mengkaji semua simbol nonverbal yang diinginkan kemudian peneliti menggunakan dua teori yakni interaksi simbolik dan interpretivisme simbolik dimana memiliki prinsip dasar yang sama yakni menganalisis suatu makna dalam simbol dengan interpretasi masing-masing. Interaksi simbolik menganalisis makna simbol berdasarkan interaksi yang terjadi dimana peneliti ataupun pengamat melihat simbol yang dihasilkan dari objek. Interpretivisme simbolik merupakan teori yang interpretasinya datang dari diri sendiri yang menafsirkan suatu objek dan kemudian memiliki kemungkinan-kemungkinan yang lebih banyak dari yang dibayangkan sebelumnya. Omed-omedan merupakan tradisi yang ada akibat dari proses interaksi sosial masyarakat sebelumnya. Omed-omedan pun menyimpan banyak makna yang bisa dilihat dari berbagai sudut pandang narasumber. Omed-omedan pun akhirnya dikaji dengan interpretivisme simbolik, selain dengan interaksi simbolik. Hal ini karena peneliti berusaha untuk bisa menemukan makna-makna dari berbagai macam narasumber sehingga hasilnya diharapkan berimbang. Omed-omedan, setelah diteliti merupakan suatu simbol kekuatan bahwa di Bali khususnya di Banjar Kaja memiliki kepercayaan pada hal-hal mistis dan spiritual dimana dari jaman dahulu telah ada dan disampaikan melalui simbol-simbol yang memiliki pesan moral dan nilai luhur untuk masyarakatnya hingga saat ini. Omed-omedan merupakan cermin suatu tradisi yang awalnya dilakukan sengaja tanpa dan direncanakan sebelumnya. Omed-omedan jaman dahulu hanyalah sebuah cara masyarakat Bali khususnya Banjar Kaja mewujudkan rasa bhakti kepada pemimpinnya. Tradisi yang pada awalnya dilaksanakan sebagai bentuk pemberontakan masyarakat kepada pemimpinnya pun kini menyiratkan simbol yang memiliki makna penting bagi masyarakat di Bali sehari setelah perayaan besar upacara Nyepi. Omed-omedan merupakan tradisi di Banjar Kaja Desa Sesetan yang telah ada sejak jaman dahulu ketika Puri Oka masih dipimpin oleh seorang keturunan raja, Anak Agung Made Raka. Tradisi ini bermula dari kejadian di Puri Oka dimana beliau jatuh sakit dan mengalami keanehan pada penyakitnya. Bahkan tabib istana pun tak bisa menyembuhkannya. Karena keresahan pada abdi dari raja yang tak lain adalah rakyatnya sendiri, mereka melakukan semacam keributan di halaman istana. Keributan berupa kegiatan maomed-omedan. Keributan ini menimbulkan kemarahan dari Anak Agung Made Raka yang kemudian memutuskan keluar istana. Kejanggalan terjadi ketika itu, beliau seketika itu juga sembuh dari sakitnya. Masyarakat yang melihat kejadian ini pun heran namun merasa bersyukur karena raja mereka akhirnya sembuh dari penyakitnya yang aneh. Hal ini yang menyebabkan tradisi maomed-omedan ini kemudian diperintahkan oleh beliau untuk diteruskan hingga nanti leluhur yang menghentikannya. Tradisi omed-omedan menimbulkan berbagai makna bagi para penikmatnya, perjalanan setiap episode pemaknaannya menjadi kasus yang menarik dimana kemudian menemukan suatu fakta bahwa makna dari omed-omedan yang berbeda-beda dipengaruhi oleh konteks sosial dalam kemasyarakatan di Bali. Meskipun mengenai sejarah dari tiga jenis informan yakni pelingsir, pelaku dan masyarakat memiliki kesamaan dalam menginterpretasikannya tidak begitu dengan makna dari simbol omed-omedan. Pemaknaan yang berbeda disebabkan hanya karena satu proses yang menjadi simbol yakni proses peluk cium. Proses ini yang diinterpretasikan berbeda dan sangat signifikan. Mulai dari sebagai simbol silahturahmi diawal kemunculannya pada tahun 1900-an, hingga saat ini jaman modern yang telah mengenal istilah-istilah seperti pornoaksi. Setiap individu memang bebas memberikan makna atas yang dirasakannya dan pada umumnya makna yang dihasilkan oleh tafsir itu sesuai dengan konsep yang sudah ada dikepala si penafsir. Selanjutnya untuk bisa mengetahui pelaksanaan dan sejarah dari omed-omedan sebenarnya tidaklah sulit karena setiap pustaka baik dari dalam banjar atau penelitian sebelumnya pun telah menjelaskan hal ini. Kesulitan yang terjadi adalah memahami jalan cerita dari pelaksanaan yang kemudian simbol visualnya menyiratkan makna penting untuk seluruh lapisan masyarakat. Omed-omedan merupakan suatu proses peluk cium yang dilakukan sehari setelah Hari Raya Nyepi, jika ingin melangkah lebih jauh lagi audience akan mengalami kesulitan karena dalam memahami makna harus mengaitkannya kepada sejarah terlebih dahulu dan hal ini pun hanya bisa dikemukakan oleh pelingsir (tetua banjar). Pada intinya pelaksanaan omed-omedan menurut penglingsir sebagai simbol pelestarian kepada tradisi leluhur dimana membantu mengingatkan masyarakat agar selalu mengingat apa yang telah terjadi sebelumnya. Proses omed-omedan adalah suatu bentuk komunikasi tradisional antara manusia dengan lingkungan alam bawah sadarnya sebagai bentuk perlindungan manusia terhadap sesuatu yang tidak pasti didunia. Yang paling menjadi sorotan adalah pelaksanaan omed-omedan bukan sekedar menampilkan suatu hiburan yang terkesan vulgar dimata penonton dan penikmatnya. Proses peluk cium ini memiliki makna bahwa dalam kehidupan sehari-hari diperlukan suatu proses silahturahmi antar umat manusia karena manusia tidak akan bisa hidup didunia tanpa bantuan orang lain. Silahturahmi yang unik ini juga bermakna sebagai bentuk solidaritas antar masyarakat Banjar Kaja yang dapat mempererat tali persaudaraan dan bukanlah pelampiasan hasrat yang lainnya. Selain itu simbol-simbol dalam omed-omedan diyakini pelingsir bermakna sebagai bentuk keseragaman terhadap visi dan misi banjar dalam menjalani hidup seperti contohnya simbol kostum madya yang seragam juga simbol lainnya. Jadi pada intinya pelaksanaan omed-omedan membawa makna falsafah hindu yakni aku adalah kamu, kamu adalah aku.
Kata Kunci : Budaya