KAMPANYE PARTAI GERINDRA DALAM PEMILU LEGISLATIF 2009 Studi Kampanye Partai Gerakan Indonesia Raya Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Pemilu Legislatif 2009
DWI WAHYU HARYANTO, Wawan Mas’udi
2010 | Skripsi | Politik dan Pemerintahan (dh. Ilmu Pemerintahan)Penelitian deskriptif ini bermaksud untuk melihat bagaimana strategi kampanye partai Gerindra dalam pemilu legislatif 2009. Pada pemilu tersebut partai Gerindra yang termasuk partai paling muda usianya harus menghadapi pemilu dengan berhadapan dengan partai lama dan partai baru lainnya. Bisa dikatakan bahwa partai ini belum memiliki basis massa di tingkat lokal DIY. Pada saat kampanye berjalan, partai di tingkat lokal yakin akan meraih kursi yang signifikan karena menganggap bahwa iklan yang telah ditayangkan oleh pimpinan partai di tingkat pusat dapat meyakinkan pemilih untuk memberikan suaranya kepada partai. Akan tetapi hasilnya amat mengecewakan karena dari target dua puluh persen suara dari tiap dapil, partai ini meraih kursi jauh dari target yang telah ditetapkan. Kampanye Gerindra pada dasarnya terdiri dari dua fase, yaitu fase perencanaan dan pelaksanaan. Pada fase perencanaan, partai sebenarnya sudah berusaha untuk merencanakan kampanye sejak jauh hari dengan mengadakan pertemuan-pertemuan untuk mengkonsolidasikan kampanye yang akan dijalankan. Suasana yang terbangun adalah suasana keoptimisan dan teamwork. Dilihat dari konsep marketing politik, strategi perencanaan partai ini meliputi positioning, segmenting, dan targetting. Dari tiga strategi ini, partai kemudian menyusun teknis kampanye yang akan dilakukan. Bentuk-bentuk kampanye yang dilakukan meliputi iklan, kampanye direct marketing, special event, personal kontak, dan public relation. Teknis kampanye tersebut disusun oleh lembaga Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) yang berfungsi untuk merumuskan dan mensinergikan kampanye partai. Di akhir fase perencanaan ini timbul masalah karena keluarnya Surat Keputusan MK untuk menetapkan caleg terpilih dengan suara terbanyak. Ini menyebabkan kampanye partai menjadi lebih individual karena sistem pemilu yang akan berjalan memberikan ruang kesempatan bagi para caleg dengan nomer urut yang lebih rendah untuk terpilih sebagai anggota legislatif. Pada akhirnya masing- masing individu ngotot untuk bersaing dengan sesama caleg dalam satu partai dan ini dalam beberapa kasus berimplikasi dalam kampanye Gerindra di lapangan. Fase pelaksanaan diawali dengan masa kampanye sembilan bulan yang ditetapkan KPU. Fase ini diwarnai dengan belum solidnya internal partai dalam mensinergikan potensi kekuatan untuk menghadapi pemilu. Permasalahan kelembagaan yang belum kuat membuat kampanye partai berjalan secara sporadik dan individual. Hal ini disebabkan oleh faktor eksternal seperti keputusan MK tentang suara terbanyak ataupun faktor internal yaitu belum siapnya lembaga partai di tingkat grassroot dalam menghadapi pemilu. Institusi yang diharapkan menjadi problem solving tidak mampu mengatasi persoalan yang terjadi. Ini terjadi karena sebagian besar pengurus juga menjadi caleg sehingga fokus untuk mengelola kampanye terpecah dengan ambisi pribadi untuk terpilih sebagai anggota parlemen. Dengan beberapa masalah ini, target partai untuk merebut suara dari partai lain menjadi tidak berhasil. Iklan yang dilaunching secara gencar oleh pimpinan pusat ternyata tidak mampu membuat pemilih di tingkat lokal beralih ke partai Gerindra secara signifikan. Oleh karena itu tantangan partai Gerindra ke depan adalah bagaimana menguatkan konsolidasi partai di tingkat lokal dalam jangka panjang untuk mempersiapkan kampanye yang lebih matang. Kampanye instan dengan gencarnya iklan tidaklah cukup tanpa dibarengi dengan kuatnya insitusi di tingkat lokal yang mampu mensinergikan potensi partai untuk menghadapi pemilu. Kata kunci : Strategi kampanye, marketing politik, pelembagaan partai
Kata Kunci : Partai Politik