ANGKRINGAN SEBAGAI RUANG PUBLIK (Studi Dinamika Angkringan sebagai public sphere dalam Perkembangan Demokrasi Deliberatif di Yogyakarta)
Ulya Niami Efrina Jamson, --
2010 | Skripsi | Politik dan Pemerintahan (dh. Ilmu Pemerintahan)Keterbatasan wilayah di perkotaan akan berdampak langsung pada keterbatasan ruang publik (public sphere) yang ada. Padahal ruang publik dibutuhkan sebagai media berinteraksi manusia dalam upaya merekatkan ikatan sosial. Namun, realitanya public sphere yang ada di wilayah perkotaan tidak dapat diakses semua orang. Angkringan sebagai fokus pembicaraan dalam tulisan ini, hadir untuk menjawab persoalan tersebut. Angkringan sebagai sebuah public sphere ternyata tidak hanya dapat dilihat dari sisi ekonomis. Angkringan turut memerankan fungsi penting yang lain, yaitu sebagai tempat mengobrol dan bertukar informasi. Pengunjung angkringan dipastikan terlibat pembicaraan (secara langsung maupun tidak) baik dengan penjual maupun dengan konsumen lain. Tulisan ini berusaha mengungkapkan sisi lain dari angkringan sebagai public sphere yang tidak banyak diperhatikan. Lebih jauh, diharapkan melalui tulisan ini keberadaan public sphere seperti angkringan dapat difasilitasi karena menempati posisi yang strategis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah etnografi. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yang dikumpulkan dengan melakukan library research dan observasi partisipan yang diselingi dengan wawancara. Hasil dari observasi memperlihatkan adanya cross social interaction, baik antara pembeli—penjual maupun pembeli—pembeli. Selain itu, ditemukan bahwa angkringan menjadi tempat bertemunya antar komunitas. Isu yang dibahas dalam interaksi angkringan berfungsi sebagai kontrol sosial dan kritik atas kebijakan di tingkat lokal dan nasional yang berpengaruh terhadap mereka. Sebagai sebuah arena yang bertransformasi menjadi ruang publik, terjadi dinamika dan pergeseran tingkat kepublikan di angkringan. Dinamika yang terjadi meliputi: (1) Setting tempat yang awalnya berupa angkring yang dipikul hingga saat ini berupa gerobag dengan bangku panjang; (2) Proses interaksi yang berbeda karena perbedaan pengunjung di berbagai lokasi angkringan; (3) Topik pembicaraan; (4) Dalam perjalanannya pun tidak terlepas dari dinamika tingkat kepublikan yang pada satu titik menjadi sangat maksimal tetapi pada kutub yang lain menjadi minimal karena beberapa faktor seperti banalitas, virtualisasi akan ruang publik. Warung angkringan sebagai ruang publik menawarkan kebebasan, keleluasaan, dan kejujuran dimana masih tersisa Social Trust yang tidak lagi dimiliki oleh tempat lain di perkotaan. Angkringan juga berfungsi sebagai wadah kontrol sosial di tengah masyarakat perkotaan yang sifatnya individualistis. Disamping itu juga terdapat fenomena keterlibatan perempuan dalam angkringan sebagai ruang publik. Terakhir, dengan adanya inovasi konsep angkringan yang dipadu dengan kecanggihan teknologi internet nirkabel, melahirkan pandangan baru bahwa angkringan tidak hanya dinikmati oleh kalangan menengah ke bawah. Selain itu, sekali lagi memperlihatkan pada kita bahwa angkringan dapat menjadi public sphere bagi semua orang, tanpa melihat latar belakangnya.
Kata Kunci : Wirasawasta