Kekenyalan Nilai dan Jaringan Politik Tradisional dalam Proses Modernisasi Sistem Elektoral di Desa Studi Kasus dalam Sejarah Pemilihan Kepala Desa (pilkades) Desa Candiwulan, Kabupaten Kebumen
Jinggarani Rosmala Dewi, Cornelis Lay
2009 | Skripsi | Politik dan Pemerintahan (dh. Ilmu Pemerintahan)Penelitian ini mengambil judul ‘Kekenyalan Nilai dan Jaringan Politik Tradisional dalam Proses Modernisasi Sistem Elektoral di Desa’ yang mengambil spesifikasi kasus dalam sejarah pemilihan Kepala desa di Desa Candiwulan, Kabupaten kebumen. Masyarakat Jawa seperti diketahui telah memiliki nilai-nilai tradisional dan memaknai bahwa kekuasaan berasal dari Tuhan yang diturunkan kepada calon pemimpin dengan menggunakan perlambang, atau tanda-tanda kekuasaan yang disebut wahyu (bagi raja), dan andaru maupun teja yang dapat dilihat ada pada seorang calon pemimpin. Masyarakat juga mempertimbangkan konsep bibit, bebet, dan bobot (keturunan, kekayaan dan kehormatan) sebelum menjatuhkan pilihan kepada siapa yang pantas menjadi pemimpinnya. Bermula dari upaya negara untuk memperbaiki sistem pemerintahan desa, negara melakukan beberapa perubahan dan pengenalan mengenai proses politik modern yang dalam proses rekruitmen mengedepankan kapabilitas individual, rasionalitas lewat berbagai regulasi dan sistem pemilihan. Tetapi ternyata walaupun sistem pemilihan tersebut berjalan, nilai-nilai lama tetap bertahan. Modernisasi hanya sebagai raga namun ruh nya tetap nilai-nilai lama. Adanya introduksi konsep-konsep baru dalam syarat-syarat kepala desa misal dengan adanya konsep penyeragaman ideologi, dari segi politik dan hukum, konsep administratif, sampai konsep religi dan moral diatur secara rinci dalam syarat-syarat kepala desa dan harus dibuktikan atau dikuatkan dengan surat-surat pernyataan dan keterangan. Dari segi fase pra pemilihan seorang calon kepala desa harus menjalani proses seleksi administrasi sesuai syarat yang telah ditentukan, kemudian penyaringan dengan ujian tertulis baru pemilihan. Namun yang terjadi tampuk pemerintahan desa tidak pernah berada diluar satu garis keturunan. Dari zaman kolonial hingga sekarang pemerintahan desa Candiwulan dipegang oleh kepalakepala desa yang masih satu keturunan. Selain itu masyarakat juga masih melihat ada atau tidaknya andaru dan teja pada seseorang yang mencalonkan diri menjadi kepala desa dan mempertimbangkan konsep bibit, bebet, dan bobot (keturunan siapa, bermartabatkah, dan kekayaan yang dimiliki) untuk kemudian dipilih menjadi pemimpin atau kepala desa. Hal ini menandakan bahwa nilai-nilai lama mampu membentengi diri dari modernisasi yang dilakukan oleh negara. Implikasi dari studi ini menggambarkan betapa desa itu kuat karena mampu menghadang modernisasi di arena politik dan mungkin juga di arena-arena non politik. Kasus ini menunjukkan gagalnya ekspansi eksternal untuk menembus desa.
Kata Kunci : Pemilu - Pedesaan