Kebijakan Legislatif Mengenai Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Dalam Perspektif Pembaharuan Hukum Nasional
PRADIPTA P. HAKIM, Dr. Supriyadi, SH., MH
2017 | Tesis | S2 Ilmu HukumPenelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui dasar pemikiran perlunya dilakukan pembaharuan kebijakan legislatif khususnya pada aspek hukum pidana materiil pelanggaran HAM yang berat, dan merumuskan kebijakan legislatif mengenai hukum pidana materiil pelanggaran HAM yang berat di masa mendatang. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normative. Jenis dan sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui bahan kepustakaan. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan. Metode pendekatan masalah adalah metode pendekatan undang-undang, komparatif, konseptual, dan sejarah. Analisis data dilakukan secara normatif-kualitatif dan diuraikan secara deskriptif dan preskriptif. Hasil penelitian yang telah dilakukan penulis dapat ditarik kesimpulan, 1) dasar pemikiran perlunya dilakukan pembaharuan hukum pidana materiil pelanggaran HAM yang berat adalah peraturan perundang-undangan mengenai pelanggaran HAM yang berat, baik dalam ius constitutum (Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000) maupun ius constituendum masih berada di bawah standar internasional khususnya Statuta Roma 1998. 2) kebijakan legislatif hukum pidana materiil pelanggaran HAM yang berat di masa mendatang bertolak dari tiga permasalahan pokok, yaitu tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, dan pemidanaan. (i) tindak pidana, pada dasarnya tidak ada ukuran sistematis yang digunakan dalam proses kriminalisasi, namun beberapa doktrin mengemukakan ukuran yang dapat dipertimbangkan dan cenderung merujuk pada yurisdiksi kriminal Statuta Roma 1998. Demikian halnya dengan penjelasan pasal yang dapat merujuk element of crimes Statuta Roma, yurisprudensi Pengadilan Pidana Internasional. (ii) pertanggungjawaban pidana, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 mengakui adanya pertanggungjawaban pidana individu dan kolektif, namun pertanggungjawaban pidana kolektif tidak diatur secara rinci. Dengan demikian, prinsip pertanggungjawaban pidana dapat merujuk pada pertanggungjawaban pidana yang dikembangkan dalam praktik Pengadilan Pidana Internasional. (iii) pemidanaan, jenis pidana mati sebaiknya dihapuskan karena bertentangan dengan hak hidup, dan merupakan bentuk hukuman yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat.
This legal-research aims to identify the main reason to reform the gross violations of human rights substantive criminal law, and to form the legislative policy of gross violations of human rights substantive criminal law in the future. This research is a normative legal research. Thus, source of data used in this research is the secondary data that is collected from library materials. The methods used by this research to solve the problems are statute, comparative, conceptual, and historical approach. Furthermore, the data is analyzed by means of the normative-qualitative method and explained descriptively and prescriptively. The result of this research can be concluded, 1) the main idea to reform the gross violations of human rights substantive criminal law shows that the gross violation of human rights substantive criminal law is, whether ius constitutum or ius constituendum, below the international standard required by the Rome Statute 1998. 2) the legislative policy concerning gross violations of human rights substantive criminal law in the future, focusing on three main problems, crimes, criminal responsibility, and sentencing. (i) crimes, there is no systematic approach which is used as a standard to criminalize, yet there are some prominent standards which refer to criminal jurisdiction of Rome Statute 1998. Besides, element of crimes of Rome Statute 1998, principles and rules of law as interpreted in International Criminal Court should be taken into consideration to support the element of crimes. (ii) criminal responsibility, human rights court statute recognize individual criminal responsibility which is perpetrated by plurality of persons, but there is no detailed provision. Therefore, individual criminal responsibility should refer to the principles and rules of law as interpreted in International Criminal Court such as command responsibility, aiding and abetting, instigation, ordering, joint criminal enterprise, and conspiracy. (iii) sentencing, capital punishment should be abolished because it has been abandoned in the International Criminal Court, and it is incompatible with the rights of life, and it considers as a form of torture and cruel, inhuman, and degrading punishment.
Kata Kunci : Kebijakan Legislatif, Pelanggaran HAM yang Berat, HAM