Laporkan Masalah

TRANSFORMASI KOTA SUNGAI-RAWA BANJARMASIN

IRWAN YUDHA HADINATA, Prof. Ir. Bakti Setiawan, MA., Ph.D; Dr. Ir. Budi Prayitno, M.Eng

2017 | Disertasi | S3 ILMU ARSITEKTUR

Kota sungai-rawa adalah cara pandang sebuah kota yang lebih komprehensif atas batasan konteks tunggal yang sebelumnya mengadopsi definisi dari klasifikasi Barat. Kota sungai-rawa adalah konteks yang berisisan antara situasi sungai dan situasi rawa yang saling mempengaruhi satu sama lain. Kota-kota sungai-rawa di Indonesia saat ini banyak mengalami kemunduran terkait pemanfaatan sungai - rawa sebagai bagian dari pembangunan kota. Permasalahan kota sungai-rawa umumnya akibat adanya pembangunan yang dilakukan dengan cara-cara padang pembangunan daratan (landed oriented). Kondisi menggambarkan ketiadaan acuan konsep, arahan rancangan (guidelines) dan penelitian yang mampu merekomendasikan pembangunan dengan konteks tapak sungai-rawa. Waterfront dalam cabang keilmuan berperan sebagai konsep yang dapat memayungi lingkup kota perairan seperti laut, sungai, danau dan rawa. Dalam kajian teori-konsep waterfront yang telah ada cenderung memiliki klasifikasi tunggal seperti sungai, laut, dan danau yang akhirnya tidak dapat menjelaskan tentang situasi sungai-rawa. GAP ini menggambarkan kondisi dimana tidak lengkapnya sebuah teori dan konsep waterfront dalam menjelaskan realitas yang terjadi. Kondisi ini memunculkan pertanyaan mengapa (why?) dan bagaimana (how?) hal ini bisa terjadi?. Kota Banjarmasin ditetapkan sebagai satu kasus yang dapat mewakili setidaknya dalam konteks konstelasi kota rawa di sisi Selatan pulau Kalimantan. Realitas permasalahan kota sungai-rawa Banjarmasin memiliki kemiripan dengan apa yang terjadi di Indonesia pada umumnya. Tujuan utama dalam penelitian ini yaitu untuk memperkaya dan menjelaskan kota sungai-rawa Banjarmasin dalam ranah keilmuan arsitektur kota perairan baik dari level tema sampai dengan konsep. Metodologi yang digunakan di dalam penelitian ini terdiri dari beberapa perangkat yaitu: realism sebagai paradigma penelitian, studi kasus sebagai metodologi penelitian, dan tipologi sebagai teknik utama yang digunakan dalam penelitian. Metode studi kasus tunggal embedded merupakan desain kasus yang dipilih di dalam metode penelitian ini. Desain kasus ini membagi ruang kota menjadi 3 (tiga) unit kasus yaitu unit kasus 1, unit kasus 2, dan unit kasus 3.Ketiga unit kasus ini ditelusuri berdasarkan variabel penelitian yaitu: Sungai, Kanal, Jalan, Rawa, Sejarah, dan Pengetahuan. Temuan penelitian ini yaitu mengenai proses transformasi yang terjadi di Kota Banjarmasin. Terdapat 4 (empat) tema transformasi yang berlaku di Kota Banjarmasin yaitu: transformasi ruang, transformasi jaringan, transformasi elemen, dan transformasi bentuk. Keempat tema transformasi ini dipayungi oleh dua tema besar yaitu proses transformasi eksistensi dan proses transformasi kompetisi. Rumusan konsep yang memayungi tema-tema ini adalah konsep interdependensi. Kesimpulan dalam penelitian ini menyatakan bahwa Kota Banjarmasin terbentuk atas proses interdependensi ruang dan elemen di dalam proses eksistensi dan kompetisi. Hasil penelitian ini memperkaya konsep tengahan yaitu konsep fixity and flow dengan membuat anomali dan modifikasi terhadap kedua konten teori yang ada.

The marsh city is a more comprehensive perspective of a city over the constraints of a single context that previously adopted the definition of Western classification. The marsh city is the context that lies between the river and swamp situation affecting each other. The marsh cities in Indonesia are currently experiencing a lot of decline in the use of rivers as a part of urban development. The problems of municipal marsh generally result from the development that is done by way of land development (landed oriented). Conditions illustrate the absence of a conceptual reference, guidelines and research that are capable of recommending development with the context of marsh site. Waterfront in the branch of science acts as a concept that can cover the scope of the city waters such as the sea, rivers, lakes and swamps. In the study of existing waterfront theory concepts tend to have a single classification such as rivers, oceans, and lakes that ultimately can not explain the swamps situation. This GAP describes a condition where incomplete a theory and waterfront concept in explaining the reality that occurred. This condition raises the question why and how can this happen ?. The city of Banjarmasin is defined as one case that can be represented at least in the context of the constellation of swamp cities on the South side of the island of Borneo. The reality of the Banjarmasin marsh city is similar to what happens in Indonesia in general. The main objective of this research is to enrich and explain Banjarmasin marsh city in the domain of architecture both from the theme level up to the concept. The methodology used in this study consists of several tools, there are realism as a research paradigm, case study as research methodology, and typology as the main technique used in research. The single embedded case study method is the selected case design in this research method. This case design divided the city spaces into 3 (three) case units, there are case unit 1, case unit 2, and case unit 3.These three case units were tracked based on research variables: River, Canal, Road, Swamp, History, and Knowledge. The findings of this research is about the transformation process that occurred in the city of Banjarmasin. There are 4 (four) transformation themes that apply in the city of Banjarmasin, namely: space transformation, network transformation, element transformation, and shape transformation. The four themes of this transformation are shaded by two major themes, the process of transformation of existence and the process of transformation of competition. The conceptual formulation that embodies these themes is the concept of interdependence. The conclusion in this study states that Banjarmasin is formed on the process of interdependence of space and elements in the process of existence and competition. The results of this study enrich the concept of the middle of the concept of fixity and flow by making anomalies and modifications to both content of existing theories.

Kata Kunci : Transformasi Kota, Kota Perairan, Sungai-Rawa, Kota Banjarmasin

  1. S3-2017-341013-abstract.pdf  
  2. S3-2017-341013-bibliography.pdf  
  3. S3-2017-341013-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2017-341013-title.pdf