KULTUR PATERNALISTIK MASYARAKAT JAWA DALAM PERSPEKTIF TEORI SOLIDARITAS SOSIAL EMILE DURKHEIM
WIDYA FITRIYANI, Dr. Supartiningsih, S.S. M. Hum.
2017 | Skripsi | S1 ILMU FILSAFATKultur paternalistik merupakan budaya yang menggunakan hierarki secara vertikal sebagai landasan fundamental dalam hubungan antar manusia, bahwa manusia harus bersikap sesuai dengan status dan kedudukannya dalam masyarakat, dengan analogi "bapak" dan "anak" dalam keluarga. Hal tersebut cenderung membuat seseorang yang berkedudukan di bawah tidak memiliki keberanian untuk memberi saran dan kritik kepada orang yang berkedudukan di atas sebab akan dianggap tidak hormat dan tidak sopan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguraikan kedudukan paternalistik yang tertanam dalam kultur masyarakat Jawa dari teori solidaritas sosial Emile Durkheim. Penelitian ini bersifat kualitatif tentang masalah aktual dengan menggunakan jenis penelitian kepustakaan. Objek material penelitian adalah kultur paternalistik masyarakat Jawa dan objek formal penelitian berupa tinjauan filsafat sosial menggunakan teori solidaritas sosial Emile Durkheim. Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan studi pustaka dari buku, jurnal, dan karya ilmiah. Metode yang digunakan adalah refleksi filosofis dan unsur metodis yang digunakan dalam analisis penelitian ini, yaitu unsur metodis deskripsi, interpretasi, koherensi intern, vershtehen, dan holistika. Hasil yang dicapai dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kultur paternalistik adalah budaya yang menggunakan sistem hierarki vertikal dengan pembagian peran "bapak" sebagai panutan yang akan dihormati "anak-anak"nya sesuai status dan kedudukan setiap anggota masyarakat di suatu kelompok sosial. Masyarakat Jawa menerapkan kultur paternalistik dalam tata krama Jawa sesuai dengan ajaran kejawen yang meliputi prinsip rukun, hormat, dan toleransi. Kultur paternalistik Jawa pada masyarakat Jawa tradisional tercermin dari kuatnya kesadaran kolektif, berdasarkan solidaritas mekanik, tentang tatanan, norma, tata krama, dan pembagian kerja yang minim yang mengakibatkan kesadaran individu lemah. Hal tersebut berbeda dengan masyarakat Jawa modern, berdasarkan solidaritas organik, sebab kultur paternalistik Jawa justru terdapat pada pembagian kerja sesuai keahlian setiap individu secara profesional, sedangkan kesadaran kolektif sangat lemah.
Paternalistic culture is the culture that uses a hierarchy vertically as the fundamental foundation of human relationships, that human must behave according to their status and position in society, with the analogy of "fathers" and "children" in the family. It tends to make a person who is under the position of not having the courage to give advice and criticism to the person who is top the position because it would be considered disrespectful and rude. The purpose of this study is to describe the paternalistic position embedded in the Javanese culture of Emile Durkheim's social solidarity theory. This research is qualitative about the actual problem using literature research type. The object of research material is paternalistic culture Java community and formal object of study is a review of social philosophy using Emile Durkheim's theory of social solidarity. Data collection techniques of this study using literature study of books, journals, and scientific papers. The method used is the philosophical reflection and methodical elements used in the analysis of this study, namely the methodical elements of description, interpretation, internal coherence, vershtehen, and holistic. The results achieved in this study indicate that paternalistic culture is a culture that uses a vertical hierarchy system with the division of the role of "father" as a role model that will be respected "children" according to the status and position of each member of society in a social group. The Javanese people apply paternalistic culture in Javanese manner according to the tata krama of kejawen which include the principles of rukun, hormat, and toleransi. Javanese paternalistic culture in traditional Javanese society is reflected in the strength of collective consciousness, based on mechanical solidarity, about tatanan, norm, tata krama, and minimal division of labor resulting in individual consciousness is weak. This is different from modern Javanese society, based on organical solidarity, because Javanese paternalistic culture is precisely found in the division of labor according to individual expertise professionally, whereas collective consciousness is very weak.
Kata Kunci : masyarakat Jawa, paternalistik, kesadaran kolektif, solidaritas sosial