Redefinisi Keintiman: Diri dalam Masyarakat Skizofrenik
DIAN ARYMAMI, Dr. Wening Udasmoro, DEA, M.Hum; Dr. Ratna Noviani
2017 | Disertasi | S3 Kajian Budaya dan MediaKeintiman merupakan hal yang kompleks. Jenis hubungan yang diizinkan, diharapkan atau ditolerir, tergantung pada kepentingan sosial, ekonomi, doktrin agama, gagasan moral dan nilai-nilai lain yang melingkupi kehidupan sosial. Praktik hubungan romantis merupakan konstruksi sosial; dengan demikian terjalin dan tak terpisahkan dari dinamika konteks sosial dan nilai budaya. Perubahan dalam praktik hubungan romantis menunjukkan adanya pergeseran nilai dalam masyarakat dan dapat memicu perubahan struktur sosial. Saat ini, fenomena penyebaran hubungan extradyadic yang luas di wilayah urban Indonesia mengemuka. Sebagai masyarakat yang memegang dan menerapkan gagasan tentang hubungan romantis sebagai hubungan yang bersifat heteroseksual dan monogami, relasi semacam ini dapat dilihat sebagai tindakan pemberontakan atas struktur sosial masyarakat Indonesia. Pada tingkat yang lebih dalam, fenomena tersebut mengindikasikan adanya pergeseran nilai relasi di masyarakat. Dominasi ide atas relasi telah menutup pesepsi, mendorong penilaian dan hukuman moral melalui tindakan diskriminasi sosial dan budaya serta membungkam orang-orang yang menjalani hubungan extradyadic. Studi tentang hubungan extradyadic sebagai bagian dari pergeseran praktik romantis selama ini, telah memberikan perhatian yang sangat kecil pada interkoneksi diri dan dinamika sosial sebagai bidang studi tunggal. Subjektivitas orang-orang yang melakukan hubungan dalam kehidupan sehari-hari mereka sering diremehkan dalam usaha memahami persoalan ini dengan kecenderungan determinasi sosial atau analisis gangguan mental dalam melihat perilaku relasi keintiman. Penelitian ini bermaksud untuk memahami praktik hubungan extradydic yang tidak lepas dari arsiran diri dan dinamika sosial, melalui perempuan Indonesia yang melakukan relasi extradyadic di wilayah urban. Studi etnografi ini dilakukan di Jakarta, Pontianak, Bali, Surabaya dan Yogyakarta antara tahun 2014-2016. Semua partisipan merupakan perempuan yang sukarela menjawab undangan partisipasi penelitian yang telah diedarkan secara publik. Dengan menggunakan konsep masyarakat schizofrenik Deleuze dan Guattari, sebuah interaksi yang sejajar antara diri dan dinamika sosial menawarkan pandangan yang komprehensif mengenai hubungan romantis extradydic saat ini. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan extradyadic di masyarakat urban Indonesia telah menjadi sarana untuk melepaskan diri dari represi sosial yang bersifat berbeda untuk lelaki dan perempuan. Praktik hubungan semacam ini mendorong definisi keintiman baru yang tidak terikat. Mengubah nilai dan bentuk hubungan romantis yang bersifat non-historis dan khusus. Ada perbedaan arah perilaku relasi antar gender; upaya meraih posisi sosial bagi wanita, dan menegakkan bias kuasa bagi pria. Pandangan yang berubah tentang realitas telah menjadi hasil yang tak terelakkan dalam konteks masyarakat urban Indonesia yang menciptakan subjek schizo melalui relasi extradyadic. Konteks relasi kuasa gender memberikan pergeseran yang spesifik dalam proses kreasi subjek schizo.
Intimacy is a complex issue. Romantic relationship intersects both the personal and social fields. Types of intimate relationship that is allowed, expected or tolerated, depends on the social, economic interests, religious doctrines, ideas of moral and other values that surround social life. The practices of romantic relationships are none the less socially constructed; hence intertwining with and inseparable from the dynamics of social context and cultural value. Changes in the practices of romantic relationships indicates shifting values in the society and may well trigger changes of social structures. Today, a wide spread phenomenon of extradyadic relationship in urban cities of Indonesia arise. As a society that holds and impose the dominant idea of heterosexual and monogamous romantic relationships, these emergence of extradyadic relationships can be seen as a rebellious act of the structure and social fabric of Indonesian society. At a deeper level, such phenomenon indicates an ongoing shift of values in the society that may not be overlooked. The dominant idea of romantic relationship in the society have thrust moral judgments and punishments, resulting cultural and social acts of discrimination, stereotype and silencing people undergoing extradyadic relationships. Prior studies on extradyadic relationship as a part of shifting romantic practices, have given very little concern in putting both the self and social realm as a single field of study. Subjectivity of the people doing the relationship in their everyday lives are frequently belittled in the effort of understanding the matter, resulting analysis of social determination or psychological analysis of mental disorders in molding romantic behaviors. This research intends to understand the growing practice of extradyadic relationships as an intersection of the self and the social realm, through the eyes of extradyadic women in Indonesian urban societies. This ethnographic study took place in urban cities of Jakarta, Pontianak, Bali, Surabaya and Yogyakarta between the years 2014-2016. All women are voluntary participants that had answered the public invitation of research participation. Using the concept of Deleuze and Guattari's schizofernic society, an equal interplay between the self and the social field offers a comprehensive outlook on the current growing romantic extradyadic relationship phenomenon. The finding of this research shows that romantic extradyadic relationship in urban society of Indonesia has become a mean to escape social repression as well as living "the utopia" for both men and woman. Relationship practices of such form drive new definition of intimacy into a personal unattached love. Changing values and forms of romantic relationships that are non-historical and particular. There is a distinct difference of social repression among man and women within the social structure effects the growth of extradyadic relationship in different directions among gender; gaining power relations for women, whilst re-enforcing power relations for man. A shifting view of reality has become an inevitable outcome within the context of Indonesian urban society creating schizo subjects within extradyadic relationships. The state of power relations among gender in Indonesia highlights a specific form of shifting romantic relationships and the process of schizoanalisis in creating schizo subjects.
Kata Kunci : intimacy, extradyadic relationship,schizo-subjects, schizophrenic society