DESAIN ULANG MODEL PENGELOLAAN LAHAN KERING DATARAN TINGGI BERBASIS AGROFORESTRI TRADISIONAL DI PULAU TIMOR (Kasus di Kecamatan Miomafo Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT )
YAKOBUS PFFEFERIUS EDVEND SABA AGU,S.PD, Dr. Budiadi, S.Hut., M.Agr.Sc;Prof. Dr. H. Moch. Sambas Sabarnurdin
2017 | Tesis | S2 Ilmu KehutananMembangun ekosistem unggul ditengah keterbatasan berbagai hal baik iklim, curah hujan, sumber daya alam dan manusia merupakan tantangan riil yang dihadapi oleh masyarakat di Timor secara umum saat ini. Kecamatan Miomafo Barat merupakan wilayah dataran tinggi di Kabupaten TTU yang ditetapkan sebagai kawasan strategis agropolitan berbasis peternakan, pertanian, tanaman pangan, dan perkebunan berdasarkan rencana tata ruang dan tata wilayah (RTRW) kabupaten TTU tahun 2018-2038. Namun dalam hal pengelolaan lahan, praktek budidaya pertanian konvensional merupakan teknologi yang paling diminati masyarakat petani hutan setempat yang lebih bersifat sub sistem, dengan menerapkan sistem perladangan berpindah dan tebas bakar. Berada pada kondisi iklim yang kritis serta status sosial ekonomi yang terbatas, memaksakan masyarakat atoin meto (orang Timor) cenderung menerapkan berbagai bentuk model pengelolaan lahan tanpa memperhatikan aspek keberlanjutan lahan. Desain model pengelolahan lahan merupakan bentuk intervensi penggunaan lahan dengan pertimbangan kenyataan pada daerah setempat dimana, belum tersedianya data kesesuaian jenis tanaman serta belum diketahuinya kontribusi pendapatan yang diperoleh masyarakat pada masing-masing model penggunaan lahan. Pada tataran inilah kontribusi sektor kehutanan menjadi tujuan utama rimbawan dalam memberikan jaminan pelestarian lingkungan hidup dan menyediakan keberadaan kondisi yang diperlukan untuk kehidupan yang layak dan berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, dengan menggunakan teknik observasi, kuesioner dan wawancara. Tahapan analisis data dalam penelitian ini diantaranya (i) analisis kesesuaian lahan menurut menurut Atlas Format Prosedures FAO dan kriteria kesesuaian lahan oleh BALITBANGTANAK serta, (ii) analisis kontribusi ekonomi sedangkan, (iii) output akhir penyajian data penelitian ini disajikan menggunakan software ArcGiss 10.3.1 sebagai bentuk desain model penggunaan lahan kering dataran tinggi. Hasil penelitian diketahui bahwa terdapat tiga model agroforestri tradisional yang telah dikembangkan oleh masyarakat setempat berdasarkan kelas ketinggian tempat diantaranya, model kono (praktek perladangan dengan dominasi ketinggian 653-1.289 m. dpl), model poan (praktek Kebun hutan yang mendominasi pada ketinggian 1.289-1.354 m. dpl) serta, model suf (padang penggembalaan alam dataran tinggi dengan dominasi ketinggian1.353-1.763 m. dpl). Berdasarkan hasil analisis kesesuaian jenis tanaman, rekomendasi jenis tanaman prioritas budidaya pada model poan adalah Coffea robusta, Gmelina arborea, dan Swietenia macrophylla L, sedangkan untuk model kono jenis tanaman yang menjadi prioritas adalah Santalum album, Tamarindus indica, Anacardium occidentale, dan Aleurites moluccana. Untuk pengembangan kawasan suf sebagai wujud pengelolaan silvopasture intensif dilakukan dengan improve jenis pakan ternak (RMT dan HMT) sebagai cara kultivasi parsial. Hasil analisis nilai kontribusi usaha tani agroforestri (KPC) pada daerah setempat yaitu diatas 50 % (Suf 61 %, Poan 67 %, dan Kono 59 %) artinya secara kontribusi ketiga model agroforestri tradisional yang dikembangkan memberikan kontribusi peningkatan ekonomi masyarakat dengan perlu adanya pertimbangan pengembangan yang mengacu pada aspek sosial ekonomi serta kearifan lokal masyarakat setempat. Rekomendasi desain model alternatif pengelolaan lahan kering dataran tinggi berbasis agroforestri tradisional didaerah setempat didasarkan pada hasil analisis kesesuaian jenis tanaman, kondisi agroekologi, sistem prakaran tanaman, serta jenis tanaman bernilai ekonomi.
Establishing excellent ecosystem in the midst of the limitations of climate, rainfall, natural and human resources is a real challenge faced by Timorese society today in general. West Miomafo subdistrict is an upland area in TTU regency designated as an agropolitan strategic area based on livestock, agriculture, food crops, and plantation based on Spatial and Regional Planning (RTRW) of TTU regency in 2018-2038. However, in the land management, conventional agricultural cultivation practices are the most popular technology of local forest farmers who are more sub-system, by applying shifting cultivation and slashand- burn system. Being in critical climatic condition and limited socioeconomic status, enforcing atoin meto (Timorese) people tend to apply various forms of land management models without putting attention to the sustainability aspects of the land. The design of the land management model is a form of land-use intervention with consideration of the facts in the local area where the insufficient availability of data on the suitability of the plant species and the uncertain contribution of the income earned by the community in each land use model. Therefore, the contribution of the forestry sector to be about the primary goal of foresters in providing environmental conservation guarantees and the existence of conditions needed for a decent and sustainable life. This is a case study method, using observation technique, questionnaire and interview. Stages of data analysis in this study include (i) land suitability analysis according to Atlas Format Procedures FAO and land suitability criteria by BALITBANGTANAK and, (ii) economic contribution analysis while, (iii) the final output of the research data presentation is presented using ArcGiss 10.3.1 software as a form of upland dry forest use model design. The findings showed that there were three models of traditional agroforestry that had been developed by local people based on altitude class, kono model (practice of farming with domination of height of 653-1.289 m. dpl), poan model (forest plantation practice which dominates at altitude of 1.289-1.354 m. dpl) as well as suf model (upland grazing plains with dominant heights of 1.353-1.763 m. dpl). Based on the result analysis of crop suitability, the recommendation of cultivation priority cultivation on the poan model was Coffea robusta, Gmelina arborea, and Swietenia macrophylla L, while for the kono model the priority crop was Santalum album, Tamarindus indica, Anacardium occidentale, and Aleurites moluccana. For the development of suf area as a manifestation of intensive silvopasture management was conducted by improving the type of animal feed (RMT and HMT) as partial cultivation way. Result of analysis of contribution of agroforestry farming (KPC) at local area above 50% (Suf 61%, poan 67%, and kono 59%) meaning that contribution of three traditional agroforestry models developed contributed to the improvement of the community economy by the need for development consideration which referred to the socioeconomic aspects as well as local wisdom of the local community. The recommended alternative model of upland dry forest management based on traditional agroforestry in the local area was based on the result of crop suitability analysis, agroecological conditions, cropping systems, and economic value of crops.
Kata Kunci : Agroforestri Tradisional, Lahan Kering, Dataran Tinggi, Desain;Traditional Agroforestry, Dry Forest, Upland, Design