MODEL PENANGANAN DAMPAK PERTAMBANGAN EMAS TERHADAP LINGKUNGAN DAN MASYARAKAT DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT
NAFSIATUN, S.H., M.HUM., Prof. Dr. Marsudi Trihatmodjo, SH., L.L.M; Prof. Dr. Nurhasan Ismail, SH., M.Si
2016 | Disertasi | S3 Ilmu HukumPenelitian ini bertujuan mengungkapkan dampak pertambangan emas terhadap lingkungan alam dan sosial masyarakat di Provinsi Kalimantan Barat serta menemukan model yang tepat untuk penanganan dampak-dampak tersebut. Model ini menjadi solusi dalam interaksi antara pemerintah, pengusaha dan masyarakat. Penelitian ini dilakukan secara penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Penelitian lapangan dengan data primer dari narasumber dan responden yang memberikan jawaban pertanyaan sedangkan penelitian kepustakaan dengan penelusuran pustaka berupa peraturan perundang-undangan dan literatur yang terkait dengan penelitian berupa jurnal, buku dan lain-lain. Pertambangan emas di Provinsi Kalimantan Barat baik yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Pertambangan Rakyat (IPR) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) memberikan dampak positif dan negatif yang mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat area pertambangan emas tersebut. Dampak positif berupa peningkatan penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi dan peningkatan jalur transportasi baru. Dampak negatif yang dirasakan masyarakat adalah kerusakan lahan, pencemaran merkuri, meningkatnya penyakit infeksi dan keracunan merkuri dan timbulnya konflik lingkungan hidup akibat ketidakadilan dalam pengelolaan pertambangan. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah membuat kewenangan perizinan pertambangan beralih ke Pemerintah Provinsi sedangkan pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara kewenangan berada pada Pemerintah Kabupaten/Kota yang sudah sesuai dengan pemahaman lebih mendalam tentang kondisi di area pertambangan. Kewenangan kabupaten/kota terhadap pengelolaan pertambangan dicabut kembali seiring diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Kondisi ini meminggirkan kearifan lokal yang lebih dipahami oleh kabupaten/kota. Oleh karena itu perlu judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Model penanganan dampak pertambangan emas di Provinsi Kalimantan Barat terhadap lingkungan dan masyarakat akan menjadi efektif dengan model tripartit komunikatif yang melibatkan unsur yang berperan dalam kegiatan usaha pertambangan yaitu pemerintah, masyarakat, pengusaha pertambangan dalam suatu komunikasi berbasis kearifan lokal karena interaksi pengusaha dan masyarakat yang paling substansial.
This study aims to reveal the impact of gold mining on the natural environment and communities in West Kalimantan and find the right model for the handling of potential impacts. This model is a solution in the interaction between the government, employers and the community. The research was conducted with field study and literature study. The primary data of field study was obtained trough the interviewer and respondents who answered questions while the literature study was done with literature in the form of regulation and related literature with research in the form of journal, books, and etc. Gold mining in West Kalimantan that has Mining License or Public Mining Licenset (IPR) or Special Mining License and Illegal Gold Mining contribute to the positive and negative effects that influences the life of people in the gold mining area. The positive impact of increase of employment, economical growth and improvement of new transport lines. The negative effects felt by the people are land damage, mercury pollution, the increase of infection and mercury poisoning, and the emerging environment conflict caused by the unfairness in mine management. The enactment of Act Number 23 Year 2014 about The Legal Government Authority of making mining license that is switched to the provincial governance while in Act Number 4 Year 2009 about The Mining of Mineral and Coal under the authority of regency governance that is suitable with the deeper understanding about mining conditions. The authority of regency governance towart the management of mines was revoked as the application of Act Number 23 Year 2014. This condition marginalises of local wisdom that is more understandable by the regency governance. Therefore, the judicial review of Act Number 23 Year 2014 is necessary. The handling model of the impact of golg mining in West Kalimantan towart the environment and community will be effective with the tripartite communicative model that involves the element whose role is mining activities, which is the government, communities, mining entrepreneur in a form of communication based on local wisdom because the interaction between entrepreneur and communities are the most substantial
Kata Kunci : Pertambangan emas, dampak pertambangan emas, lingkungan hidup, kearifan lokal, sosial masyarakat, Kalimantan Barat, Gold mining, gold mining impacts, environment, social communities, West Kalimantan