Laporkan Masalah

Perubahan tata ruang tradisional Bali oleh perkembangan kota :: Studi kasus Kelurahan Kawan Kabupaten Bangli Propinsi Bali

SUMANTRA, I Wayan, Ir. Sudaryono, M.Eng.,PhD

2003 | Tesis | Magister Perencanaan Kota dan Daerah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada tata ruang tradisional Bali khususnya tata ruang desa pakraman. Metode penelitian yang digunakan adalah induktif kualitatif dengan pendekatan eksploratif dalam latar yang alamiah. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam, observasi lapangan, dokumentasi dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan tata ruang tradisional Bali yang cukup berarti baik dalam zona parahyangan, pawongan maupun palemahan. Pada zona parahyangan meskipun tidak ada perubahan fungsi pura, namun zona radius kawasan suci pura (karang kekeran) yakni pada pura kahyangan tiga, subak dan pura pangrubungan telah berubah oleh pembangunan rumah toko dan rumah tinggal kerama. Perubahan pada zona pawongan pada fasilitas umum tradisional yaitu terjadinya pergeseran fungsi kearah sektor modern, pada organisasi tradisional kemasyarakatan hilangnya sekaa dibidang pertanian seperti sekaa numbeg, nandur, majukut maupun sekaa manyi. Berkurangnya jumlah kerama subak serta melemahnya fungsi dan peran kelian subak dalam mempertahankan eksistensi palemahan subak khususnya pada proses perubahan fungsi sawah menjadi bukan sawah. Pada organisasi desa pakraman muncul banjar pakraman yang tidak berstatus desa pakraman tetapi tidak menjadi bagian dari desa pakraman lain, yaitu pada Banjar Pakraman Brahmana Tegalalang. Perubahan pada zona palemahan desa pakraman, antara lain berubahnya lahan sawah menjadi bukan sawah seperti perkantoran baik pemerintah maupun swasta, jalan, perdagangan, jasa-jasa dan pemukiman kerama tamiu. Hal ini mengakibatkan bertambahnya jumlah komponen pembentuk struktur ruang palemahan. Faktor yang teridentifikasi mempengaruhi terjadinya perubahan adalah (1) bertambahnya jumlah penduduk (2) tingginya harga tanah (3) Tidak konsistennya penegakan hukum yang mengatur tata ruang (4) kurangnya sosialisasi tentang nilai- nilai tata ruang tradisional Bali. Dibutuhkan adanya identifikasi nilai-nilai Budaya Bali dalam penataan ruang yang minimal harus dipertahankan, untuk menemukan model perencanaan masa depan yang dapat mengakomodir berbagai kepentingan sehingga bisa diterima oleh semua komponen lapisan masyarakat. Dibutuhkan sikap tegas dan konsistensi pemerintah dalam penerapan hukum yang mengatur tata ruang, serta perlunya sosialisasi yang lebih luas terhadap nilai- nilai tata ruang tradisional Bali dan aturan hukum yang mengaturnya.

This research aimed to know the changing of Bali tradisional spatial pattern especially customary village. Research method was inductive qualitative with the explorative approach in natural background. Data collecting conducted with the circumstantial interview technique, field observation, documentation and bibliography study. The research has found there the traditional spatial pattern of Bali has changed significantly. At parahyangan zone, despite there is no change in temple function, holy radius zone of the temple has changed by the development of house shop and house building namely at kahyangan tiga temple, subak and pangrubungan. For the case of pawongan zone, there is a shift of function from traditional public utilities to productive sectors. The same is true for community traditional organizations by which some organiza tions have lost out such as agricultural seeka. Moreover, there is not only a decrease of subak population but also the function and role of subak head in maintaining the existence of palemahan subak. It is found one banjar namely Banjar Pakraman of Brahmana Tegalalang which belongs to none of the customary villages. In terms of palemahan zone, agricultural land has been converted to the development of government and private buildings as well as other infrastructure such as road, business, services and house. This has resulted in the increase of spatial pattern components of palemahan zone. There are a number of factors that contributed to the change: population increases; land price rises; low law enforcement concerning spatial pattern; lack of socialization about the values of Bali traditional spatial pattern. Therefore, there are some suggestions to deal with this problem. First, baliness cultures and values should be retained in order to find out the future plan model that can accomodate several interests in the community. second, it calls for a strong commitment from government for law enforcement especially concerning spatial pattern. Third, it requires intensive socialisation and disemination of balinese spatial pattern culture and values together with its rules

Kata Kunci : Tata Ruang Kota,Perubahan,Perkembangan Kota,Propinsi Bali


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.