PENELITIAN FONOLOGIS TERHADAP KEMAMPUAN PENUTUR BERBAHASA IBU BAHASA KOREA DALAM MEMRODUKSI BUNYI-BUNYI BAHASA INDONESIA (Kecenderungan Penutur, Strategi Fonologis, dan Faktor-faktor Eksternal)
APRILIA KRISTIANA TW, Dr. Suhandano, M.A.
2016 | Tesis | S2 Ilmu LinguistikProses pembelajaran bahasa target mengakibatkan munculnya interferensi dari bahasa pertama pembelajar. Penutur Korea memiliki sistem konsonnan yang berbeda dengan penutur Indonesia. Jika dalam bahasa Indonesia ditemukan bunyi bersuara dan tak bersuara (minimal pair: /p,b/, /k,g/, /t,d/, dan /c,j/), sedangkan bunyi Korea memiliki bunyi obstruen kendur, tegang, dan aspirat. Perbedaan ini jelas menjadi sebuah problematika dalam proses produksi. Selain itu dalam bahasa Korea, distribusi bunyi sangat mempengaruhi cara sebuah konsonan dilafalkan. Seperti pada bunyi alir /l/ dan /r/ yang hanya bisa diproduksi pada distribusi tertentu. Di dalam penelitian ini dibahas tiga hal utama, yaitu mengenai persentase kecenderungan penutur Korea pada saat memroduksi bunyi bahasa Indonesia. Kedua, mengenai strategis fonologis penutur Korea tersebut saat berhadapan dengan deret konsonan bahasa Indonesia dalam distribusi bunyi yang tak berterima. Yang terakhir adalah faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kemampuan penutur Korea dalam memroduksi bunyi konsonan bahasa Indonesia. Objektif penelitian pertama dan kedua di dapat dengan metode tes baca di mana hasil transkrip fonetiknya dicek menggunakan program Sound Analyzer sehingga ditemukan hasil wavesound dan spectrogram-nya. Sedangkan objektif ketiga di dapat dari hasil wawancara. Dari persentase kecenderungan ditemukan bahwa penutur grup 2, merupakan pembelajar usia 20-30 tahun yang belajar dan tinggal di Indonesia selama 1 tahun, menduduki peringkat keberterimaan tertinggi. Selanjutnya ditemukan grup 3, pembelajar berusia di atas 50 tahun yang belajar paling sebentar 1,5 tahun dan tinggal di Indonesia lebih dari 5 tahun, menjadi peringkat kedua dalam keberterimaan produksi. Sedangkan grup 1, berisi pembelajar usia 20-30 dan belajar hanya 3 minggu sama lamanya dengan durasi tinggal di Indonesia, memiliki tingkat ketakberterimaan tertinggi. Dari kecenderungan-kecenderungan tersebut ditemukan bahwa ada beberapa strategi baik repair strategy segmental maupun suprasegmental. Strategi segmental yang digunakan adalah penegangan bunyi (tensification), aspirasi, proses voicing dan devoicing, netralisasi, palatalisasi, glotalisasi, lateralisasi, asimilasi, nasalisasi, penyisipan bunyi, pergeseran fonem, geminasi coda-onset, metatesis, dan retrofleksi. Sedangkan untuk strategi suprasegmental yang muncul adalah jeda (juncture), aksen, dan koreksi mandiri. Strategi-strategi fonologis tersebut dipengaruhi beberapa faktor, seperti daerah asal penutur (aksen), pengaruh bahasa kedua yang dikuasai, lama pendidikan formal bahasa Indonesia, lama tinggal di Indonesia, usia, pendidikan sebelumnya, pekerjaan, interaksi dengan penutur asli, motivasi belajar bahasa Indonesia, akses terhadap media berbahasa Indonesia, dan kesadaran saat membaca. Hal-hal tersebut mempengaruhi kecenderungan yang muncul dan strategi-strategi yang digunakan.
Learning process of target languge caused the interference from the native languge of the learners. Between Korean speakers and Indonesian speakers there is different consonant system. Indonsian has minimal pair (/p,b/, /k,g/, /t,d/, and /c,j/), whereas Korean only has lax, tense, and aspirated obstruents. The differences cause problems in production process. Besides, Korean really depends on sound distribution so that the way of the sounds produced will be changed based on the position, such as sound /l/ and /r/ which can only occur in specific position. There are three main objectives in this research. First, the percentage of speaker tendency of producing Indonesian consonants. Secondly, the phonological strategies used when they face unacceptable sound sequences. Lastly, the external factors influence the ability of consonant production of the Korean speakers. The first and second objectives employs fonetic transcription of the Korean speakers performance checked by Spech Analyzer program. While, the third objective used the result of interview. There three grups. The grup 1 is speakers in 20-30 years old who learn and live her for 3 weeks. The grup 2 is is speakers in 20-30 years old and learns Indonesian for 1 year, as long as the duration of living here. The last grup is speakers in 50s who live at least 5 years in Indonesia and learn for 1,5 years at minimum. From the three grups, the grup 2 has highest percentage of acceptable tendency of consonant production. Followed by the grup 3 and lastly the grup 1. There are some repair strategies used in this research, such as tensification, aspiration, voicing, devoicing, neutralization, palatalization, glottalization, lateralization, assimilation, nasalization, sound insertion, sound movement, geminate, metathesis, juncture, accent, and self-correction. Those tendency and strategies are influenced by some external factors such as the origin (accent), influence of acquired L2, the length of formal education in Indonesian, the length of living in Indonesia, age, former education, occupation, interaction with native speakers, motivation of learning, access to Indonesian medias, and the consciousness when taking the test.
Kata Kunci : kecenderungan penutur, strategi fonologis, faktor eksternal, distribusi bunyi, deret konsonan