Jalan Panjang Politik Keterwakilan Perempuan: Kajian Proses Politik dan Kebijakan di Klaten, Jawa Tengah

ANGELA DEBBIE PRABAWATI SUWITO, Dr. Aris Arif Mundayat; Dr. Eric Hiariej, S.I.P., M.Phil.

2015 | Tesis | S2 Politik dan Pemerintahan

Politik merupakan proses interaksi sosial yang mempertemukan kebutuhan dan kepentingan para pihak yang berinteraksi. Titik-temu dalam proses interaksi itu dipengaruhi dan ditentukan oleh relasi kuasa di antara pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Relasi kuasa yang timpang akan memunculkan dominasi kelompok yang satu atas kelompok lainnya. Dominasi laki-laki di dalam proses-proses politik berakibat tersisihnya kebutuhan dan kepentingan perempuan di dalam setiap proses pengambilan keputusan politik. Ketertinggalan dan keterpinggiran perempuan di dalam proses-proses politik demokratis merupakan indikasi demokratisasi belum berjalan dengan baik. Oleh karena itu, proses demokrasi seharusnya tidak terlepas dari berbagai upaya yang terarah pada peningkatan kapasitas keterlibatan (engagement capacity) serta akses perempuan untuk melakukan kontrol dan memberi pengaruh di dalam proses pembuatan kebijakan publik, baik secara langsung maupun melalui jalur-jalur representasi yang demokratis. Studi ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kepentingan-kepentingan yang dimiliki oleh perempuan, upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam rangka meningkatkan keterwakilan kepentingan perempuan dalam proses politik dan kesesuaian antara isu dan kepentingan oleh perempuan terwakil dan wakil perempuan. Studi mengambil lokasi di Kabupaten Klaten, sebuah kabupaten yang memiliki sejarah tentang progresifitas gerakan perempuan yang cukup panjang hingga masa Orde Lama. Saat ini kekuatan tersebut seolah-olah tidak berbekas akibat adanya penjinakan organisasi dan gerakan politik perempuan pada masa Orde Baru dan mengurungnya dalam peran-peran domestik di bawah hegemoni patriarki. Proses politik dan mekanisme representasi politik yang ada saat ini masih belum berhasil mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan perempuan. Pemenuhan kebutuhan dan kepentingan perempuan untuk terlibat dalam proses politik masih jauh dari harapan. Agenda-agenda politik di DPRD masih meletakkan isu perempuan dan hak-hak politiknya dalam posisi marjinal. Dari perspektif representasi, kesadaran kolektif perempuan itu juga belum bisa mendorong tumbuhnya representasi substantif. Kendala kultural dan struktural masih mengikat perempuan untuk terus berada di dalam keterbatasan representasi deskriptif di tataran politik formal (melalui kehadiran anggota perempuan di parlemen) dan representasi simbolik pada tataran politik non-fomal (melalui peran laki-laki kepala rumah tangga di dalam forum-forum pertemuan warga).

Politics is a process of social interaction that brings the needs and interests of the parties that interact. Intersection in the process of interaction that influenced and determined by power relations among the parties involved in it. The unequal power relations will bring up the domination of one group over another group. Male dominance in political processes produced the marginalisation of the needs and interests of women in all political decision-making process. Underdevelopment and marginalization of women in democratic political processes is an indication of democratization has not been going well. Democratic process should not be separated from efforts focused on increasing the engagement of political capacity and the access of women to control and influence in public policy making process, either directly or through channels of democratic representation. As a political study and not gender study, the study aimed to gain insight about the woman interests, the efforts made by relevant parties in order to increase the representation of women's interests in the political process and the fit between women's issues and interests by constituents and women representatives. The study took place in Klaten (Central Java), historically known as a basis of progressive women's movement during Orde Lama in the 60s. Today these forces as though no trace due to the taming women's organizations and political movements during the New Order and locked them in domestic roles under the hegemony of patriarchy. Political processes and mechanisms of political representation that is now still not managed to accommodate the needs and interests of women. Meeting the needs and interests of women to engage in the political process is still far from expectations. Political agendas in parliament still put women's issues and political rights in a marginal position. From the perspective of woman representation, the lack of collective consciousness also hampers the disadvantage in promoting the substantive representation. Cultural and structural constraints are still binding women to persist in the limitations of descriptive representation in the formal political level (through the presence of female members in parliament) and symbolic representation at the political level of non-formal (through the role of male heads of households in the forums community meeting).

Kata Kunci : representasi, representasi perempuan, kepentingan perempuan, representasi simbolik, representasi deskriptif, representasi substantif, politik perempuan, Klaten, Gerwani, PKK, woman representation, woman interest, symbolic representation, descriptive repre