Laporkan Masalah

Implementasi Kebijakan E-Procurement untuk Meningkatkan Transparansi, Partisipasi dan Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Publik Di Kota Banjarmasin dan Kota Banjarbaru

Sri Naida, S. Si, Dr. Agus Pramusinto, MDA.

2011 | Tesis | S2 Magister Adm. Publik

Tesis ini adalah penelitian kualitatif jenis studi kasus terhadap pelaksanaan E-procurement di Pemerintah Kota Banjarmasin dan Pemerintah Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan sebagai obyek penelitian. Penelitian ini hendak menjawab tiga pertanyaan pokok. Pertama, bagaimana kesiapan implementasi e-procurement dan komitmen pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat? Kedua, bagaimana kinerja implementasi eprocurement berdasarkan asas akuntabilitas, transparansi dan partisipasi? Ketiga, apa saja kendala, dan tantangan dalam implementasi e-procurement dan upaya perbaikan layanan untuk meningkatkan kinerja pelaksanaan eprocurement? Di Pemerintah Kota Banjarbaru dimulai dengan mempersiapkan eprocurmenet setelah menandatangani Pakta Integritas pada 2006. Dalam perkembangannya, melalui serangkai SK Walikota, e-procurement unit, sempat berganti-ganti dalam pelaksanaannya akibat perubahan SKPD, dapan pada 2010 unit ini berada di bawah SKPD Pekerjaan Umum. Sementara itu, Pemerintah Kota Banjarmasin memulai e-procurment pada 2009, setelah melakukan digitalisasi dalam pelayanan perizinan dan administrasi kependudukan. Melalui SK Walikota, e-procurement unit diletakkan di Dinas Pekerjaan Umum. Pemerintah Kota Banjarmasin menyatakan bahwa e-procurement menjadikan efisiensi anggaran hingga 17% pada 2009-2010, sedangkan untuk periode yang sama Kota Banjarbaru menyebut angka efisiensi hinga 20%. Namun jika dilihat dari tolok ukur pelaksanaan asas akuntabilias, transparasi dan partisapasi, belum menunjukkan kinerja yang maksimal. Penelitian ini menunjukkan, bahwa asas akuntabilitas dalam pelaksanan e-procurement di Kota Banjarmasin dan Kota Banjarbaru belum berjalan baik. Akuntabilitas dari pihak pelaku usaha juga masih sangat lemah, terbukti dari belum tegaknya pelaksanaan etika bisnis dan masih adanya pelanggaran prosedur pelaksanaan e-procurement baik sesama pelaku usaha dan juga dengan panitia pelaksana. Baik di Pemerintah Kota Banjarmasin maupun di Pemerintah Kota Banjarbaru asas transparansi dalam pelaksanaan e-procurement sudah cukup baik . Para pelaku usaha mendapatkan informasi pelelangan cukup baik melalui media cetak maupun akses pada website LPSE. Pelaku usaha juga cukup antusias untuk mengikuti pengumunan tender dan proses pelelangan secara elektronik. Penelitian ini juga menemukan, bahwa asas partisipasi dalam implemtansi e-procurment di Pemerintah Kota Banjarmasin dan Kota Banjabaru, masih rendah, walau kedua pemeirntah sudah mengaktifkan fungsi partisipatif melalui musrenbang. Akibatnya fungsi pengawasan tidak terjadi dalam proses e-procurement, sehingga hal ini menimbulkan pertanyaan, jangan-jangan pada pelaksanaa asas akuntabilitas dan tranparansi, kedua pemerintah kota ini hanya mengutapakan aspek prosedural dan mengabaikan substansi. Sehubungan dengan temuan tersebut, hasil penelitian ini memberikan beberapa rekomendasi. Pertama, perlu koordinasi antarbadan di internal Pemerintah Kota Banjarmasin dan Pemerintah Kota Bnajarbaru , dan juga keterbukaan dengan pelaku usaha. Perlu upaya strategis yang mencakup penataan kelembagaan, prosedur pelaksanaan dan juga pengaktifkan kembali lembaga independen yang akan melakukan fungsi-fungsi pengawasan. Selain itu etika bisnis dan moralitas di kalangan pelaku usaha, khususnya saat mengikuti tender, harus ditegakkan agar pemerintah kota dan pelaku usaha mampu mewujudkan pasar yang terintegrasi dan efesien.

This thesis is refer to qualitative research on case studies type, that focus on on the implementation of E-Procurement at two municipalities based on local Government Banjarmasin and Banjarbaru, South Kalimantan province as an object of research. This study has three questions reasearch and consistly to findout the three main questions. Firstly, how the implementation of eprocurement readiness and commitment of governments, businesses and people? Secondly, how e-procurement implementation performance based on principle of of transparency, participation and accountability? Thirdly, what are the constraints and challenges during implementing on e-procurement The Local Government Banjarbaru preparation on the e-procurement was started after signing the Integrity Pact in 2006. After that, had stated by the series Local Mayor Decree (Surat Keputusan Walikota or SK Walikota), an then e-procurement unit has been establisehed as a part of the institution in SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah atau Local Government Working Unit) in 2008. Meanwhile, Banjarmasin Local Government started the eprocurement in 2009, after adoption the digitalization system and of enhancing the administrative services and residence license. Also this program based on the SK Walikota. This e-procurement unit under coordination on the Public Works Department. Finally, the research has noted the Banjarmasin Local Government stated that e-procurement budgets make efficiency up to 17% in 2009-2010, whereas for the same period Banjarbaru also has the same record that to 20% efficiency. However, if viewed from the implementation of the principle of financial participation, transparency, participation and accountability measures, that has not shown that maximal performance. This study also showed, the accountability of e-procurement indicator local government Banjarmasin and local government Banjarbaru have not been going well. As the same indicator, aside as for the business/entrepreneurs is still very weak, as evidenced by not upholding the implementation of business ethics and the persistence on the procedures of e-Procurement system. Both of local government in Banjarmasin and Banjarbaru on the transparency indicators show the implementation of e-procurement has been quite good. The officials have been attempting to obtain enough information on the auction either through print or access the website LPSE. Business actors are also quite keen to follow the announcement of the tender and auction process electronically. The study also found, on participation indoicator both of them have been low, although both have activated on the participatory function through musrenbang (musyawarah rencana pembangunan or local development planning). As a result, the oversight function does not occur in e-procurement process, so this raises the question, lest to deploy the principles of accountability and transparency, both the local governments are focus on the procedural aspects and ignore the substance. Finally, this study gave the recommendations, Firstly, the necessary internal coordination of interagency in both local Government Banjarmasin and Banjarbaru, and also openness environment with the business partners. It should be a strategic effort that includes institutional arrangements, implementation procedures and also reactivation independent institution that would perform oversight functions. In addition, business ethics and morality in business, especially when following the tender, should be enforced for the city government and businesses are able to realize an integrated and efficient market.

Kata Kunci : kebijakan publik, administrasi publik, pelayanan publik, eprocurement.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.