Laporkan Masalah

FOOD AND SPIRITUALITY UNDERSTANDING FOOD CONSUMPTION IN SUFI PERSPECTIVE AS A CULTURAL BASIS FOR FOOD DIVERSIFICATION IN INDONESIA (A CASE STUDY OF NGROWOT IN ASRAMA PERGURUAN ISLAM TEGALREJO, MAGELANG, CENTRAL JAVA)

USMAN, Gregory Vanderbilt,Ph.D

2015 | Tesis | S2 Agama dan Lintas Budaya

This thesis is an interdisciplinary study of the relationship between food and spirituality. The background of the interdisciplinary study is that food is a vehicle used to express spirituality as well as one arena for disciplining the body. Assessing food from the perspective of spirituality is an attempt to see that the activities of eating and drinking are not only as part of daily routine that has nothing to do with spirituality. This study aims to show spiritual dimensions related to food consumption in API Tegalrejo, Magelang, Central Java. In this Islamic boarding school, there is a unique tradition related to food consumption not practiced in a big way in any other pesantren. Usually referred to as ngrowot, this tradition of daily practice (laku prihatin) shapes santri (pesantren student) daily life by forbidding them to consume rice and other foodstuffs made from rice. Instead, they consume maize and cassava as their staple foods. This tradition has been in place since the pesantren was founded in 1944. In the context of Indonesia which continues to import more and more rice every year, this tradition needs to be studied and preserved. The important of revitalization of this tradition comes from the fact that the present of food diversification programs in Indonesia is still ineffective and unsuccessfully. I think it is because these programs are detached from religious perspectives. From this point of view, I formulate three research questions in my study: (1) How do the santri experience ngrowot in the context of their spiritual development? (2) How do religious arguments classify API Tegalrejo as a Sufi Pesantren and ngrowot as a Sufi practice? And (3) In what ways and under what conditions can ngrowot strengthen food sovereignty for local communities and Indonesia as a whole? Based on the findings, it is clear that ngrowot can play a significant role in order to support food sovereignty because it is closely related to one important aspect in food sovereignty namely food consumption. The practice of ngrowot reminds people to consider local food tradition except rice as their staple foods. This is not aimed to change their staple foods; at least it will give people to have more staple-food choices. The practice of ngrowot performed on a large scale in API Tegalrejo Pesantren can be an alternative way for supporting food diversification programs. It is proved very effective because it is part of santri’s daily life and education according to what is understood as Sufi practice. The religious arguments of ngrowot lead santri to practice ngrowot with strong commitment and seriously. Similarly, the existence of spiritual functions of ngrowot becomes self motivator for santri to practice ngrowot. This combination of self-discipline of daily practices for spiritual growth and a long-standing tradition of food diversification can help reshape Indonesian society into one that is conscious of its consumption and able to work for sustainability and sovereignty.

Thesis ini merupakan study interdisiplin yang ingin melihat hubungan antara pangan dan spiritualitas. Hal yang melatarbelakangi studi interdisiplin ini adalah kenyataan bahwa pangan merupakan sebuah kendaraan yang dapat digunakan untuk mengekspresikan spiritualitas. Melihat pangan dari persepektif spiritualitas adalah sebuah upaya untuk memahami bahwa semua aktivitas makan dan minum bukan hanya merupakan bagian dari rutinitas sehari-hari yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan spiritalitas. Karena itu, studi ini ingin menunjukkan dimensi-dimensi spiritual terkait konsumsi pangan di Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah. Di Pesantren ini, ada sebuah tradisi terkait konsumsi pangan yang tidak dipraktekkan di pesantren-pesantren lainnya. Tradisi ini biasa disebut dengan istilah ngrowot. Tradisi ini merupakan bagian dari laku prihatin yang dapat mempertajam spiritualitas santri. Dengan ngrowot, santri dilarang mengkonsumsi nasi dan semua makanan yang terbuat dari nasi. Sebagai gantinya, santri mengkonsumsi jagung dan singkong sebagai bahan pangan pokok mereka. Tradisi ngrowot telah ada semenjak Pesantren ini didirikan pada tahun 1944. Dalam konteks Negara Indonesia yang setiap tahun mengimpor beras dengan jumlah yang terus meningkat, maka tradisi ini perlu diplejari dan dipertahankan. Pentingnya upaya merevitalisasi tradisi ini berangkat dari kenyataan bahwa program-program diversifikasi pangan di Indonesia masih tidak efektif dan belum dikatakan sukses. Saya beranggapan bahwa ketidakberhasilan program-program tersebut dikarenakan program-program tersebut lepas dari perspektif religious Berangkat dari pandangan tersebut, ada tiga pertanyaan penelitian dalam studi ini, yaitu: (1) bagaimana pengalaman ngrowot santri terkait perkembangan spiritual mereka? (2) bagaimana argumentasi terkait dengan klasifikasi API Tegalrejo sebagai Pesantren Sufi dan ngrowot sebaga praktek Sufi? (3) Di dalam cara apa dan dalam kondisi apa, ngrowot dapat memperkuat kedaulatan pangan bagi komunitas local dan bagi Indonesia pada umumnya? Berdasarkan temuan-temuan lapangan, dapat dikemukakan dengan jelas bahwa ngrowot mempunyai peran yang signifikan dalam upaya memperkuat kedaulatan pangan karena praktek ngrowot terkait dengan salah satu aspek dalam kedaulatan pangan, yaitu konsumsi pangan. Praktek ngrowot juga mengingatkan masyarakat bahwa mereka mempunyai tradisi pangan local yang bukan nasi sebagai bahan pangan pokok mereka. Sebenarnya praktek ngrowot tidak dimaksudkan untuk merubah makanan pokok masyarakat, tetapi setidaknya praktek ini akan memberikan masyarakat semakin banyak pilihan terkait makanan pokok. Praktek ngrowot yang dilakukan secara besar-besaran di API Tegalrejo dapat menjadi jalan alternative untuk mendukung program-program diversifikasi pangan. Hal ini terbukti sangat efektif karena menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari santri dan pendidikan mereka yang dipahami sebagai praktek Sufi. Argumentasi-argumentasi religious terkait ngrowot mendorong para santri untuk mengamalkan ngrowot dengan penuh komitmen dan keseriusan. Di samping itu, adanya fungsi-fungsi spiritual ngrowot menjadi motivator tersendiri bagi para santri untuk mengamalkan ngrowot. Dengan demikian, kombinasi antara disiplin diri dalam menjalankan praktek sehari-hari untuk pengembangan spiritual dan adanya tradisi diversifikasi pangan yang kuat dapat mempertajam kesadaran masyarakat Indonesia terkait konsumsi pangan dan mampu mengembangkan ketahanan dan kedaulatan.

Kata Kunci : Ngrowot, Diversifikasi Pangan, dan Kedaulatan Pangan.