Laporkan Masalah

ANALISIS KONFLIK SUMBER DAYA ALAM HUTAN STUDI KASUS �TANAH VONIS� TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI

SUKARJO, Dr. Bambang Hudayana, M.A.

2015 | Tesis | S2 Ketahanan Nasional

Penelitian ini memfokuskan untuk menganalisis kondisi konflik pengelolaan sumber daya alam berbasis lahan antara pihak pengelola hutan Gunung Merapi dengan komunitas masyarakat atas areal lahan yang berada di wilayah blok Ngablak-Resort Srumbung TNGM yang kemudian dikenal dengan sebutan �tanah vonis�. TNGM dan Desa Ngablak Kecamatan Srumbung adalah lokasi dilaksanakannya penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah/proses dan penyebab konflik, serta menghasilkan alternatif resolusi konflik �tanah vonis�. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui serangkaian kegiatan yaitu pengamatan (observasi), wawancara, dan dokumentasi, yang kemudian dianalisis secara simultan. Suatu pendalaman dari beberapa alat bantu analisis konflik digunakan untuk menggambarkan konflik yang terjadi. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa, dalam sejarahnya konflik �tanah vonis� telah mengalami dua kali eskalasi yaitu pada tahun 1960 dan 1982, mencuat kembali tahun 2014 seiring pengukuhan kawasan TNGM. Sejarah panjang dan tidak terselesaikannya konflik ini disebabkan oleh: pertama perbedaan pandangan yang ditunjukan dengan klaim kepemilikan atas �tanah vonis� antara pihak yang berkonflik. Dalam pandangan masyarakat tanah tersebut sejarahnya merupakan tanah warisan turun-temurun, yang asal muasalnya berupa tanah GG desa. Surat vonis (No:58/1982), status tanah petok D/letter C dan bukti PBB bagi masyarakat sudah cukup menjadi bukti hak kepemilikan atas tanah tersebut. Adapun pihak pengelola hutan mengacu pada kriteria yang ada (GB No:4197/b Tahun 1931, SK No:134/Menhut-II/2004, dll), sebagai bukti bahwa areal �tanah vonis� tersebut bagian yang tidak terpisahkan dari kawasan hutan. Kedua, penanganan konflik di masa lalu melalui pendekatan represif terbukti tidak efektif, yang tidak dapat mengakomodasi kepentingan masing-masing pihak. Ketiga, konflik yang berkembang pada akhirnya berkaitan dengan kebutuhan masing-masing pihak berkaitan dengan lahan sebagai obyek konflik. Masyarakat mempunyai kebutuhan akan lahan untuk lahan garapan dengan fungsi lahan pertanian masyarakat sepenuhnya, sedangkan pihak pengelola hutan membutuhan kawasan sesuai fungsi dan peruntukannya sebagai kawasan hutan konservasi yang optimal. Intervensi konflik dari pihak pengelola hutan TNGM perlu didukung dengan menawarkan alternatif resolusi konflik sehingga dihasilkan penanganan konflik yang optimal. Diperlukan solusi integratif untuk mengatasi konflik �tanah vonis� tersebut. Untuk itu, dengan bertolak pada resolusi konflik model batas (boundary model) dan governance sebagai manajemen konflik, maka skema pengelolaan konflik kolaboratif dengan mekanisme penataan batas partisipatif, fasilitasi dan mediasi, zona khusus, serta APL/enclave dapat menjadi solusi integratif bagi persoalan �tanah vonis�.

This research focuses on analyzing the conflict of land-based natural resource management between the manager of Merapi Mountain and local people in Ngablak-Resort Srumbung TNGM (Gunung Merapi National Park), also known as the �verdict land�. TNGM and Ngablak Village of Srumbung Sub-district is the reseach location. This research is aimed at finding out the history/process and the source of the conflict, as well as constructing conflict resolution alternative. This research applies qualitative method through observation, interviews, and documentation, all of which are analyzed simultaneously. The digging using some conflict analysis tool is meant to describe the conflict. This research concludes that historically, the �verdict land� conflict has escalated twice, in 1960 and 1982, and later in 2014, along with the validation of TNGM area. The long history and unresolved conflict happens for some reasons: first, the different perspectives showed by the claim of the �verdict land� between the parties in the conflict. The local people believe that the land is their inheritance which used to be GG land of the village. The Verdict Letter (No:58/1982), status of petok D land/letter C and the evidence of Land and Building Tax for local people are sufficiently proved the title of that land. The manager of the forest refers to the criteria (GB No:4197/b, year: 1931, SK No:134/Menhut-II/2004, etc.), as a prove that the �verdict land� is inseparable from the forest area. Second, the conflict management in the past by repressive approach was not effective, that it could not accommodate the interest of each party. Third, the growing conflict is related to the need of each party with land as the conflict object. The local people needs the land for agriculture purpose, while the forest manager needs the land as conservation area. Conflict intervention from TNGM manager needs a support by offering alternative of conflict resolution in order that the conflict is optimally managed. Integrative solution is required to manage this �verdict land� conflict. Thus, based on boundary model and governance as conflict management, the sceme conflict management collaborated with participatory border structuring, facilitation and mediation, special zone, as well as APL/enclave may be the integrative solution for the �verdict land� conflict.

Kata Kunci : Boundary, Governance, Resolusi Konflik, �Tanah Vonis�

  1. S2-2015-355566-abstract.pdf  
  2. S2-2015-355566-bibliography.pdf  
  3. S2-2015-355566-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2015-355566-title.pdf