Laporkan Masalah

IMPLIKASI YURIDIS BERKAITAN DENGAN ACTIO PAULIANA DALAM PERKARA KEPAILITAN PT. METRO BATAVIA

ANDRIAN BAYU KURNIAWAN, SH, Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S.

2015 | Tesis | S2 Hukum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem pembuktian berkaitan dengan Actio Pauliana dan menganalisis berkaitan dengan kelemahan-kelemahan Actio Pauliana dalam memberikan perlindungan hukum kepada Kreditur pada kasus pailit PT. Metro Batavia Air. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan Yuridis Normatif, yaitu pendekatan masalah melalui peraturan dan teori yang ada. Guna menunjang data dengan ditempuh pula penelitian lapangan untuk mengetahui fakta-fakta di lapangan dengan melakukan wawancara terhadap responden maupun narasumber serta observasi lapangan. Seluruh data kemudian dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pada kasus PT. Metro Batavia Air, tim Kurator beranggapan ada pelanggaran yang dilakukan oleh Yudiawan Tansari selaku Direktur Utama PT. Metro Batavia Air dengan menjual aset Batavia menjelang putusan Pailit. Berdasarkan hal tersebut, tim Kurator menggangap bahwa Yudiawan Tansari telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dan merugikan Kreditur. Tim Kurator kemudian mengajukan dua Gugatan Actio Pauliana sekaligus, yang bertujuan untuk menyelamatkan bedoel Pailit. Gugatan Actio Pauliana diajukan dengan pertimbangan bahwa ada pengalihan dua aset, yakni Gudang Logistik di Kawasan Bandara Mas, Tangerang, Banten dan Kantor Pusat Perusahaan di daerah Juanda Jakarta Pusat. Kedua gugatan tersebut telah diputus oleh Majelis Hakim. Pada Gugatan pertama Majelis Hakim mengabulkan gugatan dari Kurator, tetapi pada Gugatan kedua, Majelis Hakim menolak gugatan Kurator. Kedua kasus tersebut sangat terlihat bahwa Debitor telah memindahkan aset dengan cara yang sama yaitu melalui orang terdekatnya dengan melakukan sebuah Perikatan/ Perjanjian Jual Beli. Kedua tanah dan bangunan sengketa tersebut juga telah bersertifikat Hak Guna Bangun atas nama Debitur, tetapi pada Gugatan pertama Majelis Hakim tidak mendalilkan dengan menggunakan Pasal 32 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997, sedangkan pada Gugatan kedua justru Majelis Hakim mendalilkan dengan menggunakan Pasal 32 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997. Dari kedua gugatan tersebut, Majelis Hakim terlihat seperti “win-win solution”, karena posisi pada kedua kasus tersebut adalah sama tetapi diputus secara berbeda.

This study aims to analyze the verification system relating to Actio Pauliana and to analyze the weaknesses related to Actio Pauliana in providing legal protection to creditors in case of bankruptcy of PT. Metro Batavia Air. This research is conducted with Normative Juridical approachment, which approaches the problem through regulation and existing theories. In order to know the real facts and to support data, field research was conducted through observation and in-depth interview to several respondent or key-persons. The collected data from field research has been analyzed with descriptive-qualitative method. Based on the results of research found that in the case of PT. Metro Batavia Air, Curator team assumes there are violations committed by Yudiawan Tansari as President Director of PT. Metro Batavia Air by selling assets before the verdict Bankrupt of PT. Batavia Air. Based on this, the team thought that Yudiawan Tansari has committed an unlawful act and detrimental to creditors. Curator team then submitted a two lawsuits Actio Pauliana, which aims to save the Bankruptcy treasure. The Actio Pauliana filed consideration that there are two asset have been diverted, which the Warehouse Logistics in Region Bandara Mas, Tangerang, Banten and The Headquarters Company at Juanda area of Central Jakarta. The both of that lawsuits was decided by the Council of Judges. In the first The lawsuit, the judges granted the claim of Curator, but the second claim, the Court rejected a lawsuit of Curator. Both cases can be seen that the debtor has moved the assets that through a close relative to make an agreement. Both of the land and the building has also been certified Building Rights on behalf of the Debtor, but the first lawsuit, the Judges did not postulate with using the Article 32 paragraph (1) PP 24 of 1997, whereas the the second claim was, the judges postulate with using the Article 32 paragraph (1) PP 24 of 1997. From both of that lawsuits, the judges looks like use a \\"win-win solution\\", because the position of both cases is similar, but the judge decided different way.

Kata Kunci : Kepailitan, Perlindungan Hukum, Kreditor, Actio Pauliana.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.