Laporkan Masalah

RESISTENSI BUMIPUTRA PADA MASA KOLONIALISME BELANDA DALAM NOVEL GLONGGONG KARYA JUNAEDI SETIYONO ANALISIS PASCAKOLONIAL

DHANY HARTANTO, Drs. Ridha Mashudi Wibowo, M.Hum.

2013 | Skripsi | SASTRA INDONESIA

Perang Jawa (dalam bahasa Belanda: De Java Oorlog) merupakan salah satu catatan sejarah kolonial di tanah Jawa, yang berlangsung dari 1825-1830. Ada banyak literatur yang merekam peristiwa besar ini. Salah satunya adalah novel Glonggong (2007) karya Junaedi Setiyono. Studi ini akan berfokus pada bagaimana dominasi yang dipraktikkan oleh penjajah Belanda dan resistensi yang dilakukan oleh bumiputra digambarkan dalam Glonggong (2007). Penggambaran ini akan dibahas secara kritis melalui pembacaan pascakolonial. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif berbasis analisis deskriptif. Metode ini berfungsi untuk mencari secara sistematis fakta-fakta dan sifat-sifat di balik objek yang diteliti. Metode ini juga didukung oleh strategi pembacaan kontraputal, di mana proses perlawanan terhadap budaya patriarki dan kolonialisme menjadi salah satu pertimbangan utama. Ada beberapa penemuan yang berhasil diperoleh dari studi ini. Pertama, kedudukan bumiputra pada masa kolonial digambarkan sangat memprihatinkan. Mereka digambarkan sebagai rakyat jelata yang tidak beradab, mudah diperdaya, dan berkhianat. Kedua, dominasi Belanda terhadap bumiputra terjadi dalam sektor kebudayaan, politik, ekonomi, dan pendidikan. Salah satu contohnya adalah kebijakan pajak yang seringkali membuat para petani tersiksa. Ketiga, ada upaya resistensi diam-diam yang dilakukan oleh bumiputra terhadap Belanda. Resistensi itu terkadang bersifat oposisional antagonistik, yang dipraktikkan lewat genjatan senjata; terkadang pula subversif, yang memperlihatkan kelemahan terselubung dalam praktik hibridasi Belanda; dan terkadnag pula bersifat transformatif, yang dilakukan dengan melawan dominasi patriarkal dan kolonial selama ini.

Java War (in Dutch: De Java Oorlog) is a colonial history among Javanese, which happened from 1825 to 1830. There are lots of literatures about this incident; one of them is Junaedi Setiyono’s Glonggong (2007). This study focuses on two parts: Dutch’s domination and people’s resistance within Glonggong (2007). This depiction is critically analyzed through postcolonial reading. The method of this study is descriptive analysis based qualitative. This is aimed to systematically analyze facts and characters within the object under study. This qualitative method is supported by contrapuntal strategy in which resistance to patriarchal and colonial power become the main consideration. This study has some findings. Firstly, during colonial period the people’s position was being worried. They are depicted as uncivilized commoners, easily cheated, and disloyal. Secondly, Dutch’s domination to them was practiced in cultural, political, economic, and educational sectors. One example is tax policy which often burdens them, especially farmers, in their daily basis. Thirdly, there is hidden resistance to Dutch, which is sometimes antagonistic oppositional (such as a cease fire); sometimes subversive (such as frailness inside hybridity practiced by Dutch); and sometimes transformative (such as challenging to patriarchal and colonial power).

Kata Kunci : pascakolonial, dominasi, resistensi


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.