Laporkan Masalah

ANALISIS TERHADAP AKAD SYARIAH YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS YANG MENCANTUMKAN KLAUSUL PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI PENGADILAN NEGERI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR: 93/ PUU-X/ 2012

DEVI NUR FIANTI, Prof. Dr. Tata Wijayanta, S.H., M.Hum.

2018 | Tesis | MAGISTER KENOTARIATAN

Tujuan Penelitian ini untuk 1) menganalisis perlu tidak dilakukannya revisi atau adendum terhadap akad syariah yang mencantumkan klausul penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri dan 2) menganalisis konsekuensi terhadap akad syariah yang mencantumkan klausul penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri jika dikemudian hari terjadi sengketa. Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum normatif yang didukung wawancara narasumber. Penelitian menggunakan data sekunder dan data primer. Cara pengumpulan data sekunder dilakukan dengan metode dokumentasi dan alat pengumpulan datanya dengan studi dokumen. Cara pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara narasumber dan alat yang digunakan adalah wawancara semi structured. Analisa data dilakukan secara kualitatif, yang menggunakan analisis isi untuk menganalisis objek penelitian. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa terdapat dua pendapat terhadap harus atau tidak dilakukannya revisi atau adendum atas akad yang mencantumkan klausula penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui pengadilan negeri, yaitu 1) revisi atau adendum tidak perlu dilakukan karena tanpa dilakukannya, pada bagian klausul penyelesaian sengketa akad syariah tersebut otomatis gugur dan 2) revisi atau adendum dapat dilakukan terhadap akad yang mencantumkan klausula penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui pengadilan negeri. Kata dapat mengindikasikan bahwa revisi atau adendum ini merupakan hal yang tidak wajib untuk dilakukan, namun disarankan untuk dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa konsekuensi bila akad syariah yang dibuat dihadapan notaris yang mencantumkan klausul penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri tidak direvisi atau diadendum jika kemudian hari terjadi sengketa, ialah 1) jika sudah dilakukan revisi atau adendum, kewenangan absolut pengadilan negeri dalam menangani sengketa perbankan syariah tidak perlu lagi dipertanyakan 2) para pihak yang tidak melakukan revisi atau adendum, akan lebih tersita waktu dan biaya untuk melaksanakan penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri 3) salah satu pihak akan merasa ada ketidakadilan, atas putusan pengadilan negeri yang tidak didasari dari peraturan perundang-undangan yang sesuai dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Berdasarkan kesimpulan maka disarankan ialah 1) akad syariah yang masih mencantumkan klausul penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui pengadilan negeri, agar direvisi atau diadendum sehingga para pihak yang terlibat dalam akad syariah tersebut mendapatkan kepastian hukum 2) pembuat peraturan perundang-undangan agar dapat membuat peraturan hukum yang memberikan kepastian hukum, sehingga tidak menjadi masalah dikemudian hari 3) notaris diharapkan untuk memberikan penyuluhan hukum terhadap para pihak yang akan membuat akad syariah.

The purposes of this research are 1) to analyze whether or not there should be revision or addendum to the sharia contract that includes clause of dispute settlement of sharia-banking through District Court and 2) to analyze the future consequences to the sharia contract which includes clause of dispute settlement through the District Court if there would be a dispute. This research is normative legal research supported by interviews of resource persons. The study was using secondary data and primary data. The collection of secondary data was done by the method of documentation and document study. On the other hand, the primary data was collected by questioning informant using the semi-structured interview. Furthermore, the data were analysed qualitatively, using content analysis method to examine the research objectives. On the finding and discussion part of the study, there are two opinions found on whether or not the sharia contract with the clause of dispute settlement of sharia-banking through the District Court should be revised or given addendum. The first opinion indicates that a revision or addendum is not necessary, the clause of dispute settlement should have automatically been revoked once the regulation of the constitutional law was enforced. Secondly, revision or addendum may be made to the sharia contract which stipulates the clause of dispute resolution of sharia-banking through the District Court. However, it still indicates that a revision or addendum is not mandatory, though it is recommended to do so. Furthermore, there are some findings regarding the analysis of the future consequences of the sharia contract. First, if the contract has been revised, the absolute authority of the District court in handling the dispute of sharia-banking shall no longer be questioned. Second, if the sharia contract has not been revised, it is speculated that more time and cost would be demanded to carry out dispute settlement through the District Court. Third, the unrevised contract may lead to the use of inappropriate law by the District Court to make the decision. This could raise the feeling of dissatisfaction to one of the parties to the contract. According to the conclusion, the study suggests; 1) to revise the clause of dispute settlement of sharia-banking in the sharia contract in order to give legal clarity to the parties; 2) the legislators shall provide regulations to clarify the judicial decision made by the constitutional court; 3) the notary shall provide legal counselling to the involved parties to the sharia contract.

Kata Kunci : Akad Syariah, Penyelesaian Sengketa, Pengadilan Negeri dan Putusan MK No. 93/ PUU-X/ 2012

  1. S2-2018-402934-abstract.pdf  
  2. S2-2018-402934-bibliography.pdf  
  3. S2-2018-402934-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2018-402934-title.pdf