Laporkan Masalah

The Role of Indonesian Council of Ulama (MUI) in Imports of Halal Packaged Foods According to Act Number 33 of 2014 and Its Relation to the WTO Agreement on Technical Barriers to Trade (TBT)

SHEILA PAVITA NABILA , Karina Dwi Nugrahati, S.H., LL.M., M. Dev. Prac(Adv)

2018 | Skripsi | S1 ILMU HUKUM

Pada tanggal 17 Oktober 2014, Pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Ini adalah Perturan nasional pertama yang mewajibkan sertifikasi halal untuk produk impor halal pada tahun 2019 mendatang. Berdasarkan Undang-Undang ini, BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) dibentuk untuk bertindak sebagai penerbit sertifikat halal. Produk impor halal diwajibkan untuk disertifikasi hanya oleh BPJPH atas persetujuan MUI, dan tidak secara bebas menerima sertifikat halal dari otoritas sertifikasi halal di negara asal. Perlu dicatat bahwa salah satu Perjanjian WTO, TBT, berfungsi untuk memastikan peraturan teknis tidak menimbulkan hambatan yang tidak perlu bagi perdagangan internasional dan diskriminasi. Berdasarkan kasus terdahulu, makanan kemasan impor yang dinyatakan halal di tempat asalnya tidak selalu berhasil mendapatkan sertifikat halal MUI, karena mereka gagal memenuhi persyaratan halal Indonesia. Persyaratan halal Indonesia berasal dari Mazhab Syafi'I, sehinnga persyaratan halal Indonesia menjadi lebih ketat dibanding negara lainnya. Sehubungan dengan Peraturan ini, kegagalan makanan kemasan impor halal mendapatkan sertifikat halal dari BPJPH dapat menimbulkan diskriminasi antara makanan kemasan impor halal dan makanan kemasan halal dalam negeri, dan merupakan hambatan yang tidak perlu bagi perdagangan internasional. Penelitian hukum ini bertujuan untuk memeriksa bagaimana Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 berinteraksi dengan Perjanjian TBT. Penelitian empiris normatif ini mengandalkan studi pustaka secara dominan, dilengkapi dengan penelitian lapangan untuk memberikan gambaran dari tujuan Pemerintah Indonesia dan MUI memberlakukan Peraturan tersebut. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa Peraturan tersebut merupakan pelanggaran terhadap asas National Treatment berdasarkan Perjanjian TBT, namun Peraturan tersebut bukan merupakan hambatan yang tidak perlu bagi perdagangan internasional.

On 17 October 2014, Indonesian Government enacted Act Number 33 of 2014 concerning Halal Products Assurance. This is the first National Law that requires mandatory halal certification for halal import products in 2019. By virtue of this Act, BPJPH (Security Agency of Halal Assurance) was formed to act as the issuer of halal certificate. Halal import products required to be certified only by the BPJPH upon the approval from MUI, and not freely accepting halal certificate from halal certification authorities in originating country. It must be noted that one of the Agreements of the WTO, the TBT, serves to ensure any technical regulation does not create unnecessary obstacles to international trade and trade discrimination. Based on the previous cases presented by MUI, import packaged foods declared halal in its origin are not always successfully obtain MUI halal certificate, because they failed to comply with Indonesian halal requirements. Indonesian halal requirements derived from Mazhab Syafi�I, which is stricter compare to other nations halal requirements. In regards to Act Number 33 of 2014, failure to obtain BPJPH halal certificate may create discrimination between halal import packaged foods and halal domestic packaged foods, and may constitute unnecessary barrier to international trade. This legal research is purposed to examine how Act Number 33 of 2014 interacts with the rules of TBT Agreement. This normative-empirical research relies dominantly on literature study, complemented with field research to provide valuable insights of the position of the Indonesian Government on the aim and purpose of enacting the Measure. The findings of this research show that the measures serve as violation against National Treatment under the TBT Agreement, however does not constitute unnecessary obstacles to international trade because the objective of Act Number 33 of 2014 falls within legitimate objective covered by TBT Agreement.

Kata Kunci : WTO, TBT Agreement, Act Number 33 of 2014, MUI


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.