Laporkan Masalah

Kajian mikroorganisme alami pendegradasi karbofuran pada tanah sawah

NAPOLEON, A, Promotor Prof.Dr.Ir. Joedoro Soedarsono

2002 | Disertasi | S3 Ilmu Pertanian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari kemampuan isolat mikroorganisme alami tanah pendegradasi karbohran pada budidaya padi sawah dan untuk mendapatkan isolat alami tanah yang ditingkatkan keunggulannya dalam mendegradasi karbofuran. Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan. Penelitian pertarna di beberapa loka petak sawah bertujuan untuk mendapatkan mikroorganisme alami tanah yang mampu hidup pada lingkungan tanah sawah yang tercemar karbofuran. Pemilihan loka berdasarkan atas riwayat dan intensitas penggunaan karbokran di tanah sawah. Penelitian ini dilaksanakan di enam loka sawah beririgasi teknis yang mewakili lima kabupaten di DIY dan satu loka Klaten (Jawa Tengah). Pelaksanaan penelitian adalah penambahan karbofuran 10 kali dosis anjuran ke tanah sawah tersebut untuk satu kali musim tanam. Setelah tanaman dipanen, dilakukan analisis konsentrasi karbofuran, baik pada tanah maupun pada tanaman (akar, batang, daun, dan beras) secara kuantitatif dengan HPLC. Penelitian kedua merupakan penelitian untuk mendapatkan campuran biakan yang stabil mikroorganisme alami tanah yang mampu hidup pada lingkungan dengan konsentrasi karbofuran yang cukup tinggi. Pada tahap ini, penelitian memanfaatkan sumber campuran biakan yang stabil dari cuplikan tanah yang diseleksi dari percobaan pertama yang dimasukkan ke dalam pot steril untuk percobaan rumah kaca. Karbofuran sebanyak 20 ppm ditambahkan ke dalam pot secara bertahap selang waktu tiga minggu sebanyak lima kali penambahan. Dengan demikian terdapat akumulasi karbofuran sebanyak 100 ppm. Setelah 15 minggu masa inkubasi, dilakukan analisis karbofuran dan jenis mikroorganisme alami tanah yang masih bertahan hidup. Penelitian ketiga merupakan penelitian laboratorium dengan memanfaatkan mikroorganisme alami yang mampu bertahan dari hasil penelitian Tahap ke 11. Mikroorganisme ditumbuhkan dalam media minimum dan ke dalamnya ditambahkan karbofuran standar (lebih dari 95%) secarta bertahap sehingga konsentrasi akhir mencapai 1600 ppm, dengan metode diperkaya. Isolat yang masih mampu bertahan hidup akan diidentifikasi dan diuji kemampuan degradasi karbofurannya dengan media yang tidak dan yang mempunyai sumber karbon lain selain karbofuran, yaitu MM dan LB %-takaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa loka-loka penelitian merupakan areal persawahan yang mendapatkan perlakuan pemberian karbofiran yang cukup intensif. Tanah-tanah pada ketujuh loka penelitian, yaitu: loka Wonocatur Bantul, loka Kweni Bantul, loka Giwangan Kodya Yogyakarta, loka Wijimulyo Kulonprogo, loka Kalitirto Sleman, dan loka Rejosari Gunung Kidul; dan satu loka di Ciran Klaten mempunyai tingkat kesuburan yang bervariasi, dari rendah sampai sedang, tanpa unsur pembatas berupa keracunan aluminium. Hasil analisis karbofuran sebelum perlakuan menunjukkan bahwa hanya loka Wonocatur yang tidak mengandung karbohan, konsentrasi tertinggi sebesar 6,60 ppm terdapat pada loka Kweni. Setelah pemberian karbokan 10 kali dosis anjuran untuk satu kali musim tanam, ditemukan konsentrasi k a r b o h tertinggi sisa karbohan dalam tanah sebanyak 19,90 ppm yang terdapat di loka Rejosari, disusul loka Kweni (17,03 ppm). Konsentrasi terendah terdapat pada loka Giwangan (4,35 ppm) dan loka Wonocatur (4,61 ppm). Kandungan karbofuran pada tanaman padi bervariasi dari tidak terdeteksi, yaitu pada loka Kalitirto dan Ciran, sampai tertinggi pada loka Rejosari, yaitu 0,16 ppm, dan kandungan pada beras tertinggi hanya sebesar 0,Ol ppm. Kandungan karbofuran pada tanaman padi masih jauh dari ambang batas maksimum yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar 0,20 ppm. Kedua loka yang mempunyai sisa k a r b o h paling rendah (Giwangan dan Wonocatur) dipakai sebagai sumber campuran biakan yang stabil untuk percobaan ke 11, mengingat telah berperannya mikroorganisme alami tanah dalam mendegradasi karbofiuan pada kedua loka tersebut. Setelah mendapat perlakuan penambahan karbohan 20 ppm secara bertahap, dan masa inkubasi selama 15 minggu, pada loka Wonocatur dengan keadaan air tergenang setinggi 5 cm, terjadi penurunan konsentrasi karbohan lebih tajam (24,73 ppm), sedangkan untuk loka Giwangan mencapai 25,98 ppm. Pada kondisi kelengasan kapasitas lapangan, terjadi penurunan untuk Wonocatur 32,05 ppm dan untuk Giwangan sebesar 30,OO ppm. Dengan demikian, diketahui bahwa laju degradasi karbofuran lebih cepat dalam suasana lewat jenuh air daripada kapasitas lapangan. Jenis mikroorganisme yang masih bertahan hidup pada pot percobaan setelah mendapat perlakuan penambahan k a r b o h secara bertahap hingga konsentrasi akhir 100 ppm, yaitu bakteri 11 jenis dan jamur 4 jenis, dan jenis ini terus berkurang dengan semakin tingginya konsentrasi karbohan yang diberikan. Penelitian tahap ke I11 menunjukkan identitas dua jenis bakteri yang mampu membiodegradasi karbofuran, yaitu Pseudomonas sp WN 3 dan Nocardiopsis sp WN 1. Pemanfaatan karbofuran oleh kedua bakteri tersebut dilakukan secara kometabolisme. Pada pengamatan profil protein, ditemukan band-band baru pada protein isolat yang telah mendapatkan perlakuan, dan diduga band-band ini yang bertanggung jawab pada proses biodegradasi karbohan. Uji kemampuan mendegradasi karbofuran menunjukkan bahwa untuk menghabiskan 300 ppm karbohan pada media tumbuhnya Pseudomonas sp WN 3 membutuhkan waktu 36 jam, sedangkan untuk Nocardiopsis sp WN 1 diperlukan waktu 48 jam. Uji keberadaan sumber karbon lainnya menunjukkan bahwa tanpa sumber karbon selain karbohran, kecepatan degradasi karbofuran lebih lambat daripada bila di dalam media tersebut ada sumber karbon lainnya. Kedua isolat ini berpotensi untuk dipakai sebagai biodegradator untuk limbah-limbah pabrik yang mengandung konsentrasi karbohan yang tinggi atau untuk di lepas di lapangan. Kedua isolat unggulan ini aman dilepas ke alam karena keduanya tetap dapat menggunakan sumber karbon lain jika di lingkungannya tidak tersedia karbofuran

The objectives of this research are: to know the capability of indigenous soil microorganism in carbofuran degradation on rice cultivation, and to find out prominent isolates indigenous soil microorganism for carbofuran biodegradation in rice cultivation. This research consists of three steeps. The first steep is aimed to identijj the indigenous soil microorganism, which is able to survive in carbofuran contaminates environment. This research is carried out in intensive irrigated rice areas and intensive carbofuran application in DIY. To each selected site 10 times suggested carbofuran application rate is applied for field plot experiment during a period of rice cultivation. Using HPLC as a quantitative method, carbofuran in plant tissues (root, stem, leaves and rice) and in the soil (before and after experiment) is analyzed. The second research is a pot experiment by using soil materials from selected sites of the first experiment in which the microorganism action in carbofuran biodegradation has been noti@ed. To each pot, 20 ppm carbofuran is added regularly every three weeks incubation, until reached final concentration of 100 ppm. After 15 weeks incubation, the remaining carbofuran in the soil is analysed, and the survival indigenous soil microorganism are identified. The third research is aimed to find and identifi the prominent isolates of the second experiment in which the microorganisms have ability to degrade carbofuran in much higher concentration. A concluding research, where standard carbofuran increase (more than 95%), on minimum media, until last concentration reached 1600 ppm, using .enrichment method. The resuls shows that the selected sites for first experiment are mainly situated in DIY (site Wonocatur, Bmtul; site Kweni, Bantul; site Giwangan, Kodya Yagyakarta; site Wijitndyo, Kulonprogo; site Kalitirto, Sleman; and site Rejosari, Gunung Kidd), and one regency site of Ciran, Klaten Central Java. The soil analysis of the chosen sites have low to medium fertility level, variable soil texture as a result of diflerent parent materials and diflerent stage of weathering. Wonocatur site is discovered free of carbofuran, on the other hand Kweni has the highest concentration of carbofuran (6,60 ppm). After a season of rice plantation, highest carbofuran concentration in the soil is found on Rejosari site with 19.90 ppm, and then Kweni site with 17.03 ppm. Lowest concentration is found on Giwangan site with 4.35 and Wonocatur site with 4.61 ppm. In line with the assumption that indigenous soil microorganism has played a role on carbofuran degradation within these sites, and the soil has low ability to retain carbofuran then it is decided that the Wonocatur and Giwangan sites have represent all of other sites as the source of biodegradator indigenous soil stable mix culture microorganism. Carbofuran concentration in the plant tissues are varies from zero on Kalitirto site and Cirm site to the highest of 0.14 ppm on Rejosari site, still below the maximum rate of the government regulation, which is 0.20ppm. The concentration of carbofuran in the soil after pot experiment of Wonocatur site under field capacity treatment is 32.05 ppm and a more drastic loss for 5 em water inundation treatment (24.73 ppm). The same trend is observed in Giwmgm site i.e: 30,OOppm and 25.98ppm foryfield capacity treatment and 5 cm water inundation treatment respectively. The third experiment shows that there are I I types of bacteria and 4 types of fungus after the concentration of carbofuran is gradually increased up to 100 ppm. The number of those microorganism are declined as the concentration of carbofuran is raised, only 2 types of indigenous soil bacteria and no fungus has the ability to survive in I600 ppm carbofiran. Those bacteria are identified as Pseudomonas g WN 3 and Nocardiopsis g WN 1. The time of 33 hours is needed to degrade of 300 ppm carbofiran for Pseudomonas g WN 3, while its need 38 hours for Nocardiopsis g WN 1. Biodegradation process is conducted by these isolates in the manner of co-metabolism, and on the absence of carbofuran it still has the ability to survive. Protein profile of these isolates indicates some new ban& which have been concluded that that plays important role on carbofiran biodegradation. These 2 isolates is safe to be released to nature, since both still has the ability to use another source of carbon on the absence of carbofuran.

Kata Kunci : Tanah Sawah,Mikroorganisme Alami,Pendegradasi Karbofuran


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.