Laporkan Masalah

EVALUASI SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS PUSKESMAS DI WILAYAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DIY

RIANG LALA MANILA, Dr. Ir. Sarto, MSc.

2017 | Tesis | S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Latar Belakang: Setelah penerapan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) , rumah sakit dan Puskesmas menerima lebih banyak kunjungan pasien rawat jalan dan rawat inap daripada sebelumnya dan mengakibatkan peningkatan volume limbah medis. Meskipun proporsi limbah medis yang masuk ke dalam kategori limbah berbahaya hanya sebesar 15-25%, tetapi risiko ditimbulkan cukup besar, karena dapat menyebarkan penyakit menular dan penyebab cedera. Jumlah produksi sampah medis yang dihasilkan Puskesmas di Bantul tahun 2014 sebesar 5.125 kg, tahun 2015 menjadi sebesar 8.500 kg, tahun 2016 menjadi 12.800 kg. Menurut Isfandiari (2013), pemusnahan limbah medis dengan incenerator yang beroperasi dibawah suhu 1.000 derajad C sangat berpotensi menghasilkan emisi dioksin/furan yang berdampak besar terhadap lingkungan dan kesehatan. Sri Sudewi (2013) menyimpulkan bahwa pemanfaatan incenerator di Puskesmas Srandakan masih berfungsi tetapi sudah tidak stabil lagi dan menghasilkan polusi di wilayah sekitar sehingga disarankan pengelolaan limbah medis diserahkan kepada pihak ketiga.. Metode: Jenis penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus di 5 (lima) Puskesmas Kabupaten Bantul. Hasil: Pengelolaan limbah medis di Kabupaten Bantul merupakan model baru menggunakan pihak swasta sebagai user (KPN RI Kesehatan Bantul) untuk menjadi penghubung penyewaan jasa kepada pihak transporter swasta (CV.Jogya Prima Perkasa). Pihak transporter melakukan pengangkutan dan pemusnahan limbah medis yang dihasilkan oleh fasilitas kesehatan Puskesmas,Pustu, Polindes dan fasilitas kesehatan swasta. Pertimbangan Koperasi Kesehatan adalah lembaga swasta yang merupakan milik Dinas Kesehatan dan memiliki badan hukum dianggap lebih fleksibel untuk menalangi dana yang dikeluarkan awal untuk membayar pembiayaan jasa pengangkutan dan pemusnahan kepada pihak transporter. Kesimpulan: Pengelolaan limbah medis Puskesmas sudah mengikuti peraturan PP nomor 101 Tahun 2014 dan Permenlhk nomor 56 Tahun 2015 dalam hal pemilahan, pengumpulan, pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan , tetapi masih perlu peningkatan dalam upaya meminimalisasi dan pengurangan limbah medis berasal dari sumbernya dengan metode 3R, perlu peningkatan sarana prasarana pembuatan TPS bagi Puskesmas yang belum memiliki dan bagi Puskesmas yang sudah memiliki TPS untuk meningkatkan sesuai syarat yang ditentukan.

Background : After the implementation of the National Health Insurance (JKN) system, hospitals and primary health received more outpatient and inpatient visits than before and resulted in an increase in the volume of medical waste. Although the proportion of medical waste that goes into the category of hazardous waste is only 15-25%, but the risk is large enough, because it can spread infectious diseases and causes of injury. The management of medical waste at the Puskesmas initially used the method of incineration, but this created a new problem with air pollution and noise. The amount of medical waste generated by the Puskesmas in 2014 is 5,125 kg, by 2015 to be 8,500 kg, in 2016 to 12,800 kg. According to Isfandiari (2013), the destruction of medical waste with an incenerator operating under 1,000 C would potentially produce dioxin / furan emissions that have a major impact on the environment and health. Sri Sudewi (2013) concluded that the utilization of incenerator in Puskesmas Srandakan is still functioning but it is not stable anymore and produce pollution in the surrounding area so it is suggested that medical waste management is handed over to third party. Method: Type of qualitative research with case study design in 5 (five) Puskesmas of Bantul Regency Results: Medical waste management in Bantul Regency is a new model using private sector as user (KPN RI Kesehatan Bantul) to hire services to private transporter (CV.Jogya Prima Perkasa) to carry out the transportation and destruction of medical waste generated by health facilities of primary health, Pustu, Polindes and facilities primary health. Health Cooperative Consideration is a private institution belonging to Dinas Kesehatan and has a legal entity considered to be more flexible to bail out the initial issued funds to pay for the financing of transport and extermination services to the transporter. Conclusion: Primary Health medical waste management has followed the regulation PP number 101 of 2014 and Permenlhk number 56 of 2015. Puskesmas have conducted medical waste management starting from sorting, collection, packing, storage and transportation, the increase in efforts to minimize and reduce the medical waste comes from its source by the 3R method , still need improvement in some aspect especially for making TPS for Puskesmas which have not yet and for Puskesmas already have to improve according to the specified condition.

Kata Kunci : Pengelolaan Limbah Medis, Evaluasi, Puskesmas, Medical Waste, Primary Health, evaluation

  1. S2-2017-390302-abstract.pdf  
  2. S2-2017-390302-bibliography.pdf  
  3. S2-2017-390302-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2017-390302-title.pdf