Laporkan Masalah

BERJUANG DI JALAN SUNYI STUDI ETNOGRAFI GERAKAN PANGAN LOKAL ANAK MUDA DI YOGYAKARTA

RACHMAWATI WAHJOEDI, Prof. Dr. Irwan Abdullah

2017 | Tesis | S2 ILMU ANTROPOLOGI

Sejarah kebijakan pangan di Indonesia selalu berkenaan dengan ketahanan pangan sebagai upaya swasembada beras. Kebijakan tersebut berimplikasi dengan adanya pengelolaan pangan berdasarkan besaran hasil produksi dan ketercukupan kebutuhan pangan suatu daerah. Namun, kebijakan tersebut tidak menyentuh aspek kedaulatan pangan, yang mana masyarakat juga berhak mendapatkan pangan berkualitas dalam segi gizi (pendeknya food miles) dan jaminan harga di pasar (fair trade), dan pengetahuan terhadap pangan (food literacy). Oleh sebab itulah, muncul berbagai gerakan pangan di kalangan anak muda sebagai respon dari usaha menuju kedaulatan pangan yang selama ini tidak pernah di capai oleh negara. Studi ini akan membahas mengenai pergerakan pangan menuju kedaulatan pangan tersebut, khususnya di Yogyakarta sebagai sebagai daerah yang mempunyai struktur masyarakat yang lengkap dari pedesaan, perkotaan, hingga urbanisasi. Tulisan ini akan mengkaji Sekolah Pagesangan di Desa Girimulya, Gunung Kidul sebagai studi kasus komunitas pejuang pangan lokal di tingkat pedesaan dan JIPANG (Jaringan Pangan Lokal) sebagai sebuah komunitas pejuang pangan lokal di wilayah perkotaan dan urbanisasi. Sekolah Pagesangan adalah salah satu produsen pangan lokal yang berupaya menciptakan pertanian berkelanjutan kepada generasi muda di desa, sedangkan JIPANG berupaya mengajak anak-anak muda di perkotaan Yogyakarta untuk lebih mengenal pangan lokal baik dari segi distribusi maupuan bagaimana cara mengkonsumsi. Sekolah Pagesangan dipelopori oleh Diah Widuretno, yang merupakan sarjana mikrobiologi dan mempunyai ide untuk mengembangkan pangan lokal melalui pertanian berkelanjutan bagi anak-anak muda di desa. Sedangkan JIPANG dipelopori oleh Hermitianta Prasetya yang merupakan seorang aktivis lingkungan yang berkeinginan memberikan food literacy kepada anak muda di perkotaan Yogyakarta melalui berbagai kegiatan yang diselenggarakannya. Pertanyaan penting dalam kajian ini adalah bagaimana kondisi pangan lokal di Yogyakarta saat ini? Sehingga menimbulkan respon pergerakan pangan seperti apa di kalangan anak muda? Dan apa ideologi yang mendasari gerakan mereka? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu saya memetakan permasalahan berdasarkan pendekatan dan metodologi penelitian. Pendekatan yang dipakai dalam studi ini adalah food sovereignty theory dari Bernstein yang merupakan kerangka berpikir untuk menjelaskan makna daulat dalam lingkup small scale farming dan small communities. Selain itu, untuk menjelaskan motivasi (aktor) dari pergerakkan ini, dipakai kerangka berpikir environmental perception dari Ingold yang merupakan cara untuk mendeteksi persepsi seseorang/komunitas dalam melakukan tindakan peduli lingkungan. Terakhir, sebagai unit analisis mengenai pergerakan aktor, dipakai teori Weber tentang social action untuk menjelaskan kategori-kategori tindakan sosial yang dilakukan aktor dalam pergerakan ini guna menuju kedaualatan pangan. Metodologi penelitian yang saya gunakan adalah partisipasi obeservatif, yakni keterlibatan saya secara langsung sebagai subyek maupun obyek dari komunitas ini. Di dalam partisipasi ini, saya melakukan wawancara mendalam, pengamatan terhadap ideologi gerakan, hingga virtual action melalui media sosial yang mereka gunakan.

The history of food policy in Indonesia is always concerned with food security as an effort to self-sufficiency in rice. The policy brings implications for the food supervision based on the amount of production and the sufficiency of food needs. However, the policy does not reach the aspect of 'food sovereignty', where the society also has right to get quality food in terms of nutrition (food miles) and guarantee of market price (fair trade), and knowledge of food (food literacy). Therefore, there are various food movements among young people in response to the efforts towards food sovereignty which has never been achieved by the state. This study will discuss about the food movement as an effort to reach 'food sovereignty', especially in Yogyakarta as an area that has a complete level of society structure started from the countryside/rural areas to urban areas. This research will analyze the Pagesangan School in Girimulya Village, Gunung Kidul as a case study of local food fighters/activists in village/rural area and JIPANG (Local Food Network) as local food fighters/activists in urban and urbanized areas. The Pagesangan School is one of the local food producers that seek to create sustainable agriculture for young generation in village/rural area, while JIPANG seeks to encourage young people in urban areas of Yogyakarta to give education about local food both in terms of distribution and how to consume. The Pagesangan School was pioneered by Diah Widuretno, who is a microbiologist and has the idea to develop local food through sustainable agriculture for youth in the village. While JIPANG pioneered by Hermitiana Prasetya who is an environmental activist who is eager to provide food literacy to young people in urban Yogyakarta through various activities she held. The important question in this research is how is the local food condition in Yogyakarta today? So as to cause response of what kind of food movement among young people? And what is the ideology that underlies it? To answer that question, I need to map out the problems based on the research approach and methodology. The approach used in this study is food sovereignty theory of Bernstein which becomes a framework to explain the meaning of sovereignty in the scope of small scale farming and small communities. In addition, to explain the actors motivation of this movement, this study used environmental perception from Ingold as the framework which becomes a way to detect the perception of a person/community in doing the acts of environmental concern. Finally, as the analytical unit of actors' movements, this study applied Weber's social action theory to describe the categories of social action that performed by the actors in this movement to reach food sovereignty. This research applied observational participation as research methodology which involves my direct involvement as the subject or the object of this community. In this participation, I conducted in-depth interviews, observations of movement ideology, to virtual action through the social media they use.

Kata Kunci : pangan, pangan lokal, kedaulatan pangan, gerakan sosial, fair trade, food literacy/food, local food, food sovereignty, social movement, fair trade, food literacy.

  1. S2-2017-350905-abstract.pdf  
  2. S2-2017-350905-bibliography.pdf  
  3. S2-2017-350905-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2017-350905-title.pdf